Setibanya Desya di kampus pagi ini, ia langsung mencari keberadaan teman-temannya karena biasanya mereka memang akan berkumpul dulu di kantin, beberapa menit sebelum kelas dimulai.
"Hai guys..." sapa Desya menghampiri Ranti, Maya dan Uli yang sedang duduk di meja kantin berkumpul. Tampak mereka sedang berbincang-bincang, mungkin lebih tepat disebut bergosip ria.
Uli tersenyum tipis dan Desya langsung duduk di samping gadis itu. Desya ikut nimbrung untuk mengetahui kabar gadis-gadis ini setelah akhir-akhir ini jarang ikut berkumpul dengan mereka jika ada hangout bersama.
"Gue baper banget sih, siapa cewe yang gak baper kalo tiba-tiba tangannya dipegang gitu. Huaaa..." jerit Maya yang tiba-tiba histeris membayangkan ketika tangannya di pegang oleh pria yang sedang disukainya saat ini.
"Menurut kalian gimana? Itu kode dari dia atau gue di PHP-in?" tanya Maya.
Desya yang tak mengerti sekaligus tak mengenal siapa pria yang diceritakan oleh Maya pun hanya bisa merasa kebingungan. "Lo ada gebetan baru May?" tanya Desya penasaran, karena setaunya terakhir kali, kalau cowo yang sedang dekat dengan Maya bernama Dino.
Maya membalas dengan tatapan datarnya. "Ya" jawabnya sesingkat mungkin.
Desya manggut-manggut dan ia sama sekali tak menyadari perubahan suasana yang terjadi setelah dirinya ikut bergabung. "Wah, ceritain dong. Anak mana? Ganteng gak? Penasaran banget gue" Desya merasa kepo karena biasanya jika diantara mereka ada yang sedang dekat dengan seorang pria, pasti akan dikenalkan.
"Gue rasa lo gak perlu tau!" balas Maya dengan ketus yang membuat Desya mengernyitkan keningnya karena bingung dengan Maya yang tiba-tiba bersikap kasar padanya. Jantungnya terasa mencelos saat dibentak seperti itu.
"Maksudnya apa sih? Gue gak ngerti. Lo kenapa jadi sensi gini May?" tanya Desya baik-baik.
Maya tertawa sinis lalu menatap Desya dengan pandangan mengejeknya. "Sensi lo bilang? Terus gimana dengan lo?" Maya balik bertanya.
Uli dan Ranti yang menyaksikan perdebatan antara kedua teman mereka ini merasa gugup karena ini pertama kalinya ada pertengkaran besar yang terjadi dalam pertemanan mereka. Biasanya hanya ada pertengkaran-pertengkaran kecil, yang dalam jangka waktu dekat pun langsung selesai.
"May udah May" Uli berusaha menengahi, ia merasa kasihan juga pada Desya yang masih tampak kebingungan.
"Kenapa kalian sekarang jadi diem begini? Ngomong dong ke Desya kalo kita gak terima sama sikap dia belakangan ini!" Maya tampak benar-benar emosi.
Desya merasa tak mengerti dengan semua ini. Apa yang membuat Maya tampak membencinya? Seingatnya ia tak pernah melakukan hal yang bisa membuat gadis itu semarah ini, sampai membentak-bentaknya.
"Kalian kenapa? Kalo emang aku ada salah, kalian kasih tau dong. Kalo kalian cuma diem-diem begini, aku mana bisa tau" tanya Desya dengan lembut, meminta penjelasan.
Maya mendengus. "Emangnya kalo kita jelasin lo bisa apa? Mutusin cowo lo itu?" tanya Maya dengan tajam, yang membuat Desya semakin merasa bingung. Apa hubungannya Arman dengan kemarahan Maya ini?
Kok Maya tiba-tiba membahas tentang Arman?"May udah! Mendingan gue aja yang jelasin. Lo gak bisa jelasin ke Desya kalo kondisi lo emosian begini" ujar Ranti yang sama dengan Uli, ia merasa kasihan pada Desya. Mau bagaimana pun, Desya tetap lah sahabatnya.
Desya menoleh pada Ranti, ia berharap bisa mendapat kejelasan dari gadis itu.
Ranti menghela napasnya. "Sya, lo sadar gak kalo akhir-akhir ini lo jadi semakin ngejauh dari kita semua?" tanya Ranti menatap pada Desya, yang juga sedang menatapnya.
Maya melirik tajam pada Desya sedangkan Uli sedang berharap dalam hati. Semoga saja pertemanan mereka bisa kembali seperti semula, setelah mengungkapkan uneg-unegnya daripada mereka hanya terus-terusan membicarakan Desya dari belakang, yang hanya akan menambah dosa saja.
"Maksudnya? Gue gak ngerti Ran"
"Sadar atau enggak lo begitu Sya! Lo gak pernah lagi ikut kumpul sama kita. Tiap diajakin selalu nolak, alasannya selalu karena Arman. Kita ngerasa lo gak bisa bagi waktu antara pacar sama temen lo. Dan kalo di kampus, lo baru deket-deket sama kita" ujar Ranti yang membuat Desya merasa shock.
Jadi itu penyebab teman-temannya marah? Astaga, betapa tak pekanya ia sampai tak menyadari hal tersebut. Sungguh ia tak bermaksud seperti itu. Baginya, Arman dan teman-temannya sama-sama penting. Mereka memiliki tempat masing-masing di dalam hati Desya.
"Sorry guys, gue sama sekali gak pernah ada maksud lebih mentingin Arman ataupun ngejauhin kalian kayak gitu. Cuma kalian tau sendiri kan gimana Arman protektifnya ke gue?"
"Tapi Sya, waktu lo sama mantan-mantan lo dulu, lo gak pernah kayak gini. Gue gak ngelarang lo sama Arman, cuma kita gak habis pikir dengan lo yang seakan-akan cuma dateng pas lagi butuhnya doang!"
Desya terdiam sejenak. Ia tak akan membantah semua yang dikatakan oleh Ranti karena memang apa yang dikatakan mereka benar adanya. Tetapi, yang namanya manusia, pasti akan selalu ada rasa ingin membela diri saat disudutkan seperti ini.
"Gu...gu...gue..." Desya tak mampu melanjutkan ucapannya karena memang tak ada kata yang bisa mendeskripsikan perasaannya sekarang. Ia ingin menjelaskan pada teman-temannya bahwa ia tak memiliki maksud untuk bertindak seperti itu. Tapi dirinya tak bisa, karena yang ada nantinya, ia malah akan terlihat semakin bersalah.
"Udahlah, gak ada gunanya kita ngomong sama dia. Toh ujung-ujungnya dia bakalan tetep belain pacarnya itu" Maya mengibaskan tangannya. Ia tak mau mendengar apapun yang akan diucapkan oleh Desya karena dirinya sudah terlanjur kecewa.
"Iya Sya. Maaf kalo selama ini kita sering ngomongin lo di belakang. Tapi kita bener-bener gak ngerti sama lo yang sekarang. Gue tau semua mantan lo Sya, bahkan dari SMP. Dan baru kali ini lo kayak gini!" ucap Uli yang sedari tadi diam namun akhirnya angkat suara juga.
Desya merasa sedih saat dirinya disuduti oleh teman-temannya begini.
"Udah deh, daripada kita ngomong panjang lebar begini, mendingan kita langsung aja ke inti tujuannya dan cara nyelesainnya" potong Maya dengan nada tinggi.
Maya menatap tajam pada Desya yang memasang raut sendunya dan duduk di hadapannya.
"Kita kasih lo dua pilihan!"
Suasana terasa menegang, baik Desya, Ranti maupun Uli, mereka sama-sama diam dan menatap pada arah yang sama. Tatapan mereka tak pernah lepas dari Maya dan menunggu ucapan gadis itu selanjutnya. Sedangkan Desya tak bisa menahan jantungnya yang sudah berdetak sangat kencang, menanti pilihan yang akan diberikan oleh gadis itu nantinya.
Namun kalimat gadis itu selanjutnya membuat jantungnya terasa seperti diremas dari dalam.
"Lo pilih Arman dan jauhin kita..." ucapan Maya terhenti sebelum melanjutkan pilihan yang selanjutnya.
"Atau balik lagi ke kita dan putusin Arman!"
Dan Desya tau. Setelah ini, ia tak bisa lagi mewujudkan keinginannya untuk mempertahankan dua posisi yang sama-sama berharga baginya itu karena ia harus memilih salah satu diantaranya. Antara pacarnya atau sahabatnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boyfriend(END)
RomanceGimana jadinya kalo seorang cewe imut, kekanakan dan polos kayak Desya, dikekang sama pacarnya yang selalu bikin dia gemes sendiri? Pacarnya Desya itu pengacara, jadinya sifatnya berbalikan banget sama Desya. Tegas, dewasa, bijak dan yang jelas gak...