Sudah lima hari belakangan ini, Desya tak bertemu Arman karena kepadatan jadwal mereka masing-masing sehingga Desya berinisiatif untuk pergi ke rumah Arman hari ini.
Sebelum itu, Desya memberi tau sang pemilik rumah tentang kedatangannya siang ini sehingga Arman menyelipkan kunci rumahnya di jendela depan karena Arman tidak dapat pulang cepat hari ini.
Agar tak merasa kesepian dengan kesendiriannya di rumah Arman, Desya pun mengumpulkan beberapa barang-barang seperti lem, sabun, insto mata dan foam yang biasa digunakan Arman untuk mencukur kumis ataupun janggut di sekitar wajahnya, untuk membuat mainan sehari-harinya, yaitu slime.
Berbekal dari video cara membuat slime yang ditontonnya, Desya mengikuti langkah demi langkah video yang berjudul 'DIY Foam Slime' dengan seksama.
"Semoga jadi, kalo gak jadi mana bisa buat lagi. Malah foam cukur kak Arman tinggal dikit lagi" gerutunya sambil menggoncang botol foam cukur Arman.
Dari yang awalnya masih penuh karena Arman baru menggunakannya beberapa kali, foam itu sekarang hanya tersisa sedikit karena ulah Desya yang tak tanggung-tanggung membuat satu kilo foam slime.
Selesai membuat adonannya, Desya membaringkan kepalanya di atas meja kaca, tempat dimana dirinya mencampurkan seluruh adonan tersebut sambil memainkan handphonenya untuk menunggu sampai slime tersebut jadi karena menurut instruksinya sendiri, adonan tersebut perlu didiamkan selama beberapa jam sampai jadi mengeras.
Peyang is calling...
Dengan semangat '45', Desya mengangkat panggilan dari Arman karena dirinya sedang dilanda kebosanan akut.
"Halo Kak? Kakak dimana? Aku bosen nih" ujar Desya bahkan sebelum Arman berbicara.
"Iya Sya. Kamu bukain pintunya, aku udah di depan rumah"
Tanpa menjawab perintah Arman, dengan tergesa-gesa, Desya berlari cepat menuju pintu rumah dan membukanya. Akhirnya, yang ditunggu-tunggu pun pulang juga.
"Kangen..." rengeknya.
Dengan manja, Desya langsung memeluk erat tubuh Arman dengan tak sabar dan melingkarkan tangannya pada pinggang Arman sedangkan Arman hanya tersenyum, lalu membalas merangkul pundak Desya.
Masih dengan berpelukan, Arman membimbing Desya kembali masuk ke dalam rumah dan menutup pintu yang terbuka menggunakan tangan kirinya yang tak memeluk gadis manjanya ini. Arman mengusap-ngusap lembut rambut Desya dan membawa Desya duduk bersandar di sofa ruang tamu, masih dengan sepatu kerjanya yang belum ia lepas.
Tanpa sengaja, matanya menangkap botol-botol yang berserak berantakan di meja kaca depannya. Arman merenggangkan pelukannya dan memajukan tubuhnya untuk memastikan benda-benda yang berserakan tersebut, karena seingatnya tadi pagi tidak ada benda-benda ini di mejanya.
Arman mengambil salah satu baskom yang ditutup dengan kain di atasnya dan membuka penutupnya. Lalu, terlihatlah segumpalan mainan yang sering ia lihat di kamar Desya, tapi ia tak tau apa namanya.
"Sya, kamu buat apaan nih?" Arman mengerutkan alisnya lalu kembali menaruh baskom tersebut dan menutupnya.
Desya menyengir polos dan menyandarkan kepalanya pada lengan Arman. "Hehe, itu namanya slime kak, yang biasa aku buat itu loh. Cuma kali ini variasi barunya, foam slime, ekspresimen pertama kali" jelas Desya mendongakkan kepala ke atas, tersenyum lebar pada Arman yang berada lebih tinggi darinya dan sedang menatapnya.
Arman hanya tersenyum tipis, maklum saja dengan sifat Desya yang masih kekanakan, toh mau bagaimana lagi? Namanya juga cinta.
Desya kembali pada mode manjanya dan memeluk erat Arman serta menyandarkan tubuhnya pada dada Arman. Desya merasa aneh, seperti ada sesuatu yang berbeda dari sebelum-sebelumnya saat ia bersandar pada tubuh Arman. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, yang jelas Desya merasa dada Arman tak seempuk dulu lagi.
"Kak, kok badannya jadi agak keras gini?" Desya menekan-nekan dada serta perut Arman untuk memastikan perkiraannya.
Arman menahan senyumnya saat Desya menyadari perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Walau merasa geli, ia tetap membiarkan Desya merasakan hasil kerja kerasnya selama beberapa hari belakangan ini.
Desya memberhentikan sentuhannya lalu mendapatkan satu kesimpulan yang bisa ia ambil. "Kakak nge-gym ya?" tanya Desya bukan dengan suara kagum seperti yang diharapkan Arman, malahan Desya seperti sedang menuduhnya dengan nada suara yang tinggi.
Lengkungan bibir Arman yang tadinya tertarik ke atas, sekarang malah berputar ke bawah, menandakan dirinya kecewa atas respon yang ditunjukkan Desya.
Bukan hanya itu, kadar kepercayaan dirinya yang berada di atas awan langsung menurun drastis. Dengan sedikit modal kepercayaan diri yang tersisa, Arman tetap yakin bahwa Desya pastinya lebih menyukai badannya yang lebih berbentuk, mungkin?
"Iya, jadi lebih kebentuk kan?"
Desya menyipitkan sebelah matanya dan menjawab dengan ragu-ragu. "Iii...ya sih, tapi lebih enakan perut yang dulu buat dipake baring"
Detik itu juga Arman merasa kecewa. Bukan karena apa-apa, hanya saja ia merasa sia-sia berjuang nge-gym dengan ketat demi Desya, berharap bisa merubah tubuhnya yang awalnya biasa-biasa saja tanpa otot menjadi pria six-pack idaman wanita. Arman memang tidak gendut, hanya saja karena jarang berolahraga, Arman memiliki beberapa lipatan lemak di tubuhnya walau tidak sampai menganggu penampilannya.
Jadwal pekerjaannya yang padat, ditambah lagi ia harus membagi waktunya untuk Desya, membuat Arman tak pernah memikirkan penampilan tubuhnya, asal tak sampai obesitas saja menurutnya. Selain karena waktu, Arman juga merasa cuek sebab buat apa ia harus tampil maksimal setiap harinya? Toh dirinya sudah mempunyai Desya, itu saja sudah cukup baginya.
Tapi ada yang menganggu pikiran cueknya itu beberapa hari lalu, tepatnya setelah kejadian pertemuannya dengan Kiel. Tiba-tiba saja, perasaan sialan bernama 'khawatir' muncul saat dirinya melihat Kiel yang tubuhnya jauh lebih atletis dibandingkan dirinya.
Mungkin bagi orang lain, Arman itu sama menarik dan tampannya dengan Kiel sesuai daya tarik yang mereka miliki masing-masing. Arman dengan wajah khas Asianya dan Kiel dengan wajah kebarat-baratannya. Tapi tetap saja, ego laki-lakinya membuatnya menginginkan dirinya terlihat lebih lebih baik dari pria yang jelas-jelas menyimpan ketertarikan pada pacarnya.
Ucapan Desya yang sempat menenangkannya beberapa hari lalu ternyata tak cukup mempan untuk mengatasi kegundahannya. Maka dari itu, Arman memutuskan untuk mendaftar sebagai anggota di salah satu gym milik temannya.
Setiap sore sehabis pulang bekerja, Arman akan selalu menghabiskan waktunya disana sampai malam dan ini juga salah satu penyebab kenapa dirinya tak sempat bertemu Desya selama lima hari belakangan ini.
Memang tubuhnya belum six-pack seperti roti sobek milik artis-artis pria yang sering Arman lihat posternya di kamar Desya. Tapi perjuangannya selama lima hari berturut-turut ini, berhasil menghilangkan lipatan lemak di tubuhnya dan juga membuat bagian perut serta dadanya menjadi lebih keras.
Dan Arman merasa sia-sia. Rasanya tak ada gunanya ia mencoba untuk menimbulkan six-pack pada dirinya jika Desya malahan tak terkesan.
"Ngapain sih kakak pake acara nge-gym segala? Tumben-tumbenan, dulu aja waktu aku ajak jogging malesnya minta ampun" celetuk Desya merasa aneh.
"Enggak kenapa-napa. Dipaksa sama temen sekantor, jadinya ikut aja" jawab Arman dengan lesu.
"Giliran diajak temen aja nurut, diajak pacar sendiri malah gak mau" sindir Desya mengerucutkan bibirnya lalu mencubit gemas pangkal hidung Arman.
Arman menghela napas. "Hmmm..." gumamnya lemas dan raut wajahnya seperti mencerminkan peribahasa 'Hidup Segan Mati Tak Mau'.
Dan melayanglah uang yang sudah Arman keluarkan untuk menjadi member sebulan full di tempat fitness milik temannya karena ia memutuskan untuk tak melanjutkannya lagi, setelah motivasi dirinya ingin menjadi six-pack sudah runtuh hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boyfriend(END)
RomanceGimana jadinya kalo seorang cewe imut, kekanakan dan polos kayak Desya, dikekang sama pacarnya yang selalu bikin dia gemes sendiri? Pacarnya Desya itu pengacara, jadinya sifatnya berbalikan banget sama Desya. Tegas, dewasa, bijak dan yang jelas gak...