PART 3 - Desya's Power

43.8K 2K 11
                                    

Arman berjalan menyeret-nyeretkan kakinya menggunakan sandal jepit yang selalu digunakannya saat ia di rumah dengan rambut yang acak-acakan karena baru bangun tidur setelah semalam ia pulang sangat larut sebab kasus yang ditanganinya terlalu rumit sampai-sampai mau tidak mau harus ia sendiri yang menanganinya.

Rasanya ia ingin mengutuk orang yang menekan bel rumahnya ini sampai membuatnya harus terbangun dan berdiri dari ranjang empuk kesayangannya.

Tapi tampaknya ia tak akan bisa memarahi orang tersebut karena nanti akan menjadi rumit masalahnya setelah ia mengetahui bahwa orang yang menganggu tidurnya itu adalah, tak lain dan tak bukan, Desya yang sudah berpakaian rapi dan menyengir lebar tanpa rasa bersalah sampai matanya menyipit, sungguh Desya terlihat sangat manis.

Seperti biasa, Arman akan membiarkan Desya masuk seenaknya lalu menutup pintu utama rumahnya setelah gadis itu sudah berada di dalam. Arman menyusul ikut duduk di atas sofa yang ada di ruang tamu rumahnya setelah melihat Desya juga menghempaskan tubuhnya disana.

     "Kok kamu tau aku ada di rumah?" tanya Arman heran karena jarang sekali ia berada di rumah saat siang hari begini, terkecuali hari libur. Dan hari ini bukanlah hari libur serta Arman juga belum memberi kabar pada Desya bahwa hari ini ia tidak masuk kerja.

Desya terkekeh seraya membuka sebungkus keripik kentang yang terletak di meja hadapannya. "Tadi aku telpon ke kantor kakak karena dari semalem aku sms kakak gak dibales. Terus kata Steven, kakak gak masuk kerja karena pulangnya malam banget kemaren"

Arman ber-oh ria lalu ia kembali menoleh pada Desya yang sudah menselonjorkan kakinya di atas meja sambil menonton kartun kucing yang memiliki kantong dengan ruangan tak terhingga. Ini adalah kebiasaan buruk Desya yang ingin sekali Arman hapuskan. Arman sudah terlalu sering memberikannya ocehan sampai mulutnya berbuih pun, Desya tidak akan mendengarkannya, bahkan terkadang gadis itu pura-pura tidak mendengarnya. Dasar keras kepala!

     "Kamu gak ada jadwal kuliah hari ini?" Arman masih memandangi Desya yang sibuk dengan keripik serta filmnya.

     "Eeemmm, hmmm" gumam Desya tidak jelas karena keripik kentang yang masih belum turun ke dalam kerongkongannya.

Arman mengedikkan bahu, ia memilih untuk menemani Desya menonton kartunnya saja dengan menyandarkan kepala pada senderan sofa daripada ia kembali ke kamar dan nantinya akan tertidur kembali. Film ini sama sekali bukan stylenya dan berulang kali membuatnya hampir tertidur dengan kepala yang terantuk-antuk.

Terakhir kali ia menonton kartun-kartun semacam ini itu sejak ia berumur 6 tahun dan setelah itu ia sudah tidak pernah mengikuti perkembangannya lagi. Tapi semenjak Desya masuk ke dalam kehidupannya, ia harus kembali berhadapan lagi dengan spongebob dan kawan-kawannya.

     "Kakkk... Bangun kak..." Desya menggoncang-goncangkan tubuh Arman yang sudah hampir memasuki alam mimpinya.

Arman tersentak kaget, bahkan tubuhnya saja bergetar karena terkejut. "Kenapa Sya?" tanyanya dengan suara serak khas orang bangun tidur sambil mengucek-ngucek mata.

     "Gak ada hehe, cuma pengen kakak bangun aja, habisnya bosen" Desya cengengesan.

     "Oh iya kak, lusa kan tanggal merah tu, aku mau pergi beli novel, temenin yayayaya???" bujuk Desya menyender manja pada bahu Arman.

     "Iya..." jawab Arman pasrah saja.

Ada yang aneh dengan Desya hari ini. Memang mungkin hampir setiap hari Desya bersikap aneh, tapi hari ini kadar keanehannya lebih tinggi daripada biasanya.

Arman menyadarinya, dari tadi Desya selalu menyengir lebar dan itu membuat Arman curiga. Desya memang orang yang ramah senyum, tapi hari ini ia selalu tersenyum lebar walau tidak ada hal menarik yang terjadi.

     "Kak, aku kemaren liat temen aku sama cowonya pake kayak piyama couple gitu loh kak. Lucu banget deh, jadi pengen coba"

Ooouwww... sepertinya Arman mulai mengerti akan kemana arahnya pembicaraan ini jika Desya sudah mulai seperti ini.

     "Eh... gimana kalo kita kayak gitu juga? Aku ada beli loh hoodie couple buat kita berdua kak" ujar Desya antusias. Orang bodoh pun tau kalau Desya sudah merencanakan ini sejak awal.

Arman mengernyitkan keningnya. "Hah?" tanyanya sedikit panik dan berpura-pura tidak mengerti.

Desya menjulurkan tangannya ke depan untuk menggapai sebuah kantong yang tadi ia bawa dari rumahnya. Setelah didapatkannya, ia mengeluarkan sebuah jaket yang masih terlipat rapi serta dibungkus rapi seperti baru dibeli dari dalamnya. Desya melepaskan plastik yang masih mensegel jaket tersebut lalu merentangkannya lebar-lebar untuk diperlihatkan pada Arman.

     "Nah, ini yang aku maksud"

Dahi Arman berkerut-kerut saat melihat pemandangan jaket berwarna biru tosca tanpa resleting di depannya dan bergambar dua angsa yang kepalanya membentuk simbol love. Oh... jangan sampai Desya memintanya untuk...

     "Kakak harus pakai ini ya pas lusa nemenin aku beli novel. Jadi kita samaan, aku juga beli jaket yang persis kayak gini"

Ya Tuhan, demi bumi gonjang-ganjing. Arman tak bisa membayangkan jika dirinya harus memakai jaket couple yang Desya tunjukkan padanya saat ini. Mungkin jika ada kliennya yang melihat, orang-orang akan ragu terhadap profesinya sekaligus kualitas kinerjanya yang merupakan seorang pengacara.

Arman rasanya ingin langsung mengatakan tidak, jika ia tidak ingat bahwa Desya bukanlah orang yang mudah ditolak. Percaya tidak percaya, pada akhirnya pasti ia yang akan mengalah. Tapi Arman pun tidak akan mau mengalah dengan mudah, tidak untuk kali ini karena mempertaruhkan image dirinya di mata orang-orang. Jadi lebih baik, ia menolaknya secara halus.

     "Tapi Sya, bukannya aku nolak ya, cuma kalo kita pake jaket, kan pasti panas banget, kenapa gak yang lain aja?" Arman beralasan.

Desya mengerucutkan bibirnya, ia tidak menerima penolakan sekarang. "Ya gak apa-apa, kalo di dalem mall kan gak panas" balasnya tak mau kalah.

     "Tapi tetep aja Sya, bakalan aneh kalo kita pake jaket di dalem mall"

     "Oh, bilang aja kalo kakak emang gak mau pake jaket ini. Kakak gak usah banyak alasan deh" tebak Desya dengan tepat. Walau sudah ketahuan, Arman akan tetap beracting dan menutupinya. 

     "Enggak kok, aku mau. Cuma kan lebih cocok kalo kita pake pas lagi jogging misalnya? Bukannya dipake pas kita ke mall"

     "Terserah kakak aja! Kalo aku tau kakak bakal gak hargain usaha aku yang udah capek-capek beli jaket ini, mendingan gak usah aku beli sekalian dan seharusnya aku gak usah dateng kesini!" ucapnya dilebih-lebihkan.

Desya bangkit dari duduknya membawa kantong yang berisi jaket tersebut dengan amarah yang meluap-luap. Dengan cepat Desya melangkah mendekati pintu saat pertama kali ia datang tadi.

Saat dirinya baru saja menggenggam gagang pintu tersebut dan menariknya, Arman memegangi lengannya untuk mencegah Desya keluar dari rumahnya ini lalu membawa Desya ke dalam pelukannya.

Arman mengusap-ngusap punggung Desya dengan lembut agar emosi gadis itu dapat stabil kembali lalu mengecup pelipisnya. Arman melepas pelukannya lalu menghembuskan napas dengan berat. "Ya udah, ntar aku pake jaketnya, kamu jangan marah lagi ya" ucap Arman lembut membelai pipi Desya.

Rasanya Desya ingin melayangkan tangannya ke udara seraya berseru 'Yes' sekencang-kencangnya. Kalau Arman pikir Desya marah, Arman salah besar. Nyatanya itu hanya acting Desya saja agar Arman mau menurutinya. Dan untung saja actingnya itu tak sia-sia. Mungkin ia bisa mendaftar untuk casting sebuah film.

     "Iya" jawabnya pura-pura lesu.

Kalau sudah begini, Arman memang tak bisa lagi melawan. Desya itu kelemahannya, sejak Desya masuk ke dalam kehidupannya, ia benar-benar mengalami banyak sekali hal-hal yang belum pernah dialaminya. Bahkan banyak orang yang bilang kalau sikap Arman yang sekarang itu berbeda sekali.

Ia tak bisa menampik semua fakta tersebut karena memang benar nyatanya. Arman mengakui bahwa dirinya adalah seorang budak cinta, yang selalu lemah jika lawan yang harus dihadapinya itu adalah Desya, kekasih semata wayangnya.

My Possessive Boyfriend(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang