Kalau hari-hari sebelumnya Arman dan Desya selalu menghabiskan waktu dengan menapakkan kakinya di mall, kali ini dengan terpaksa Arman harus menikmati hari Minggunya di rumah kedua orang tuanya.
Semua itu dikarenakan gadis yang sedang duduk di sebelahnya, yang terus berceloteh tanpa henti sepanjang ia mengemudi. Siapa lagi kalau bukan Desya, pawang andalan mamanya. Mamanya itu memang paling hebat kalau masalah merayu orang, dan Desya adalah salah satu korbannya.
Contoh singkatnya saja, mamanya tadi pagi menelepon meminta putra bungsunya itu untuk berkunjung ke rumahnya setelah selama tiga minggu terakhir mereka tak pernah jumpa-temu karena sejujurnya Arman sangat malas jika harus menghadapi kemacetan ibu kota disaat jarak tempuh antara rumahnya dan rumah ibunya mewajibkannya untuk terseret ke dalam kemacetan tersebut.
Tapi sepertinya alasan itu sudah tak mempan lagi efeknya setelah mamanya dengan sangat cerdas menelepon Desya dan memberi tau tentang keberadaan Bebi, keponakan perempuannya yang sedang bermain disana, yang menyebabkan Desya langsung antusias dan menyuruh Arman untuk sesegera mungkin mengarahkan tujuan mobilnya pada rumah mamanya.
"Aku masih inget banget. Waktu itu Bebi langsung diem berhenti nangis pas aku gendong" ucap Desya dengan disertai gerakan tangannya yang menunjukkan keantusiasannya terhadap cerita yang sedang dibicarakannya.
Kalau Arman tak salah hitung, sepertinya ini sudah ke tujuh kalinya Desya bercerita mengenai hal ini yang membuat Arman bosan sendiri mendengarnya.
"Sya, kayaknya kamu udah pernah cerita deh yang ini. Terus kamu bilang kalo Bebi itu satu-satunya bayi yang gak nangis pas kamu gendong dan malah suka sama kamu kan? Makanya kamu langsung suka dan sayang sama Bebi padahal biasanya kamu gak suka anak kecil karena mereka selalu nangis kalo kamu gendong, iya gak?"
Desya mengerucutkan bibirnya. Desya merasa sia-sia sudah menceritakan panjang kali lebar kepada Arman yang diberhentikan secara tidak langsung oleh pria itu walau secara halus. Tak bisakah Arman pura-pura lupa dan mendengarkan ceritanya sampai habis saja?
"Yah... Kakak gak seru, spoiler itu namanya! Seharusnya, walau udah tau, kakak diem aja dong" gerutu Desya sebal yang membuat Arman menggeleng-gelengkan kepalanya seraya terkekeh. Ada-ada saja Desya ini.
"Ya ampun Sya. Pemborosan waktu itu namanya kalo aku dengerin cerita yang udah pernah aku denger. Itu sama aja kayak beli tiket nonton dua kali buat film yang sama" sanggah Arman sembari tetap fokus terhadap jalan raya yang untungnya tak semacet biasanya.
Desya mengernyitkan keningnya dan menyipitkan matanya. "Hah? Apa hubungannya coba beli tiket nonton sama dengerin cerita aku?"
"Ya ada lah. Gini ya, emangnya kamu mau nonton film yang udah pernah kamu nonton untuk kedua kalinya di bioskop?"
"Enggak" Desya menggeleng.
"Nah, itu sama aja kayak aku!" seru Arman membela diri.
Desya melongo, berusaha berpikir keras. Apa hubungannya antara menonton bioskop dengan mendengarkan cerita? Tentu saja itu dua hal yang berbeda jauh. Lalu, mengapa pembicaraan mereka semakin melantur begini? Sebenarnya disini yang tidak waras dirinyakah? Atau Arman?
***
Untuk pertama kalinya, Arman merasa terganggu dengan kehadiran Bebi, keponakannya walau biasanya ia akan merasa senang dengan kehadiran gadis cilik itu.
Apalagi alasannya kalo bukan karena Desya yang dari tadi mengacuhkannya dan lebih memilih bermain dengan Bebi setelah mendiaminya selama satu jam-an ini.
Wajah Arman persis seperti anak kecil yang sedang mengambek saat tak dibelikan mainan. Bibir yang melengkung ke bawah, dahinya yang mengkerut dan menopangkan dagunya pada sandaran sofa sembari menatap Bebi yang sedang tertawa cekikikan bersama Desya di bawah lantai dengan penuh rasa cemburu.
Yang ditatapi malah tak peka-peka. Tak tau saja Desya kalau bayi besarnya itu sedang mencari perhatian. Dimulai dari Arman sengaja memasang volume suara yang paling kencang saat dirinya sedang menonton acara kartun, berusaha menarik minat Desya yang tak diresponnya. Lalu, berteriak-teriak kelaparan dengan harapan Desya tidak mengacuhkannya lagi, sampai akhirnya Arman menyerah karena tak kunjung diperhatikan dan memilih memasang wajah cemberut nan cemburunya.
Hanya ada satu cara untuk menyingkirkan makhluk kecil perebut perhatian Desya ini. Arman berjalan menjauh dari Desya maupun Bebi menuju dapur lalu mengeluarkan ponselnya.
"Halo kak?" sapa Arman saat sambungannya diangkat oleh sang kakak, ibu dari Bebi.
"Iya halo? Ada apa Man?"
"Kakak lagi dimana? Bebi kapan dijemputnya?" tanya Arman to the point.
"Hah? Memangnya kenapa Man? Kakak lagi nganter papanya Bebi ke bandara nih makanya suruh mama yang jemput. Bebi nakal ya?" tanya Sarah.
"Iya kak, dari tadi berisik banget" ujar Arman berbohong. Tak mungkinkan dia berkata jujur jika ia cemburu pada Bebi? Bisa ditertawai habis-habisan yang ada.
Sarah kebingungan karena biasanya adik laki-lakinya ini selalu menyukai Bebi tetapi mengapa kali ini Arman malah aneh? Berarti putrinya itu memang sudah keterlaluan nakalnya sampai membuat pamannya bisa kesal.
"Ya udah Man, habis ini kakak langsung jemput Bebi ya. Aduh Bebi ini, memang dasar" gerutu Sarah di akhir kalimatnya sebelum ia mematikan sambungan telepon.
Dalam hati Arman meminta maaf pada keponakannya yang satu ini karena dirinya memfitnah Bebi yang tak tau apa-apa.
Entahlah, terkadang Arman merasa sangat kekanak-kanakan jika sudah menyangkut tentang Desya. Dirinya yang dulu selalu terlihat berwibawa, malah seperti anak TK sekarang dan itu membuat ia geli sendiri terhadap dirinya.
"Kak" teriak Desya dari arah ruang tamu yang menyadarkannya dari lamunannya.
Arman berlari kecil menyusul Desya lalu kembali duduk di sofa
"Kenapa Sya?"
"Kita ke mall yuk" ajak Desya dengan raut wajah girang sembari memangku Bebi dan mencubit-cubit kecil pipi Bebi yang membuat Bebi tertawa-tawa.
"Mau ngapain?"
"Pengen beli boneka" jawab Desya dengan santai.
"Boneka? Buat apaan?"
"Ya buat dimainin lah kak"
Fyi, Desya itu sangat suka mengoleksi boneka dari segala macam bentuk, dari yang kecil, sedang, besar. Sampai segala boneka kartun pun Desya punya dan Desya memiliki lemari kaca khusus yang digunakannya untuk menyimpan semua boneka tersebut. Bahkan Arman pernah menyuruh Desya lebih baik membuka toko boneka saja karena setiap Arman masuk ke kamar Desya, Arman merasa ia sedang masuk ke dalam gudang penyimpanan toko mainan.
"Boneka kamu itu udah banyak Sya, jangan boros gitu! Mendingan uangnya dipake buat yang lain aja"
"Tapi kan aku udah lama gak beli-beli boneka lagi. Lagian aku juga sekalian mau beliin Bebi" ucap Desya membela diri.
Arman menghela napas lelah serta pasrah. "Terserah kamu aja lah Sya" ujar Arman menyerah kalau menghadapi sifat keras kepala Desya yang satu ini.
Walau akhirnya, mereka tetap pergi ke mall dekat rumah Arman untuk membeli boneka tetapi Desya hanya boleh membeli satu boneka untuk dirinya dan satu boneka lagi untuk Bebi, sebagai jalan tengah sekaligus solusi dari perdebatan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boyfriend(END)
RomanceGimana jadinya kalo seorang cewe imut, kekanakan dan polos kayak Desya, dikekang sama pacarnya yang selalu bikin dia gemes sendiri? Pacarnya Desya itu pengacara, jadinya sifatnya berbalikan banget sama Desya. Tegas, dewasa, bijak dan yang jelas gak...