Episode 09 - Videocall

3.1K 42 0
                                    

"What are you doing with him?" Alison mulai menginterogasiku. Matilah aku.

"Aku hanya berbincang dengannya," kataku gugup. Mobilpun melaju sangat kencang karena Spencer sudah dicari oleh orang tuanya.

"Lalu apa lagi?" Tanya Aria. Semua mata langsung meliriknya.

"Lalu apa lagi yang kau lakukan dengannya?" Ali mengulang pertanyaan Aria.

"Tidak ada. Aku hanya berbincang tentang kehidupan kami masing-masing."

"Thank you Lily. I hope you stay focus on plan."

Fiuh. Untung saja Ali tidak bertanya yang aneh-aneh. Aku tidak ingin mereka tahu kalau aku bertanya tentang mereka pada Justin.

"You didn't kiss him, did you?" Aria memicingkan matanya.

"Not yet." Semua langsung menolehku. "I mean i'm not. I'm not kissing him."

Memangnya kenapa kalau aku mencium Justin? Bukannya aku harus membuatnya jatuh cinta?

-

"Hi." Justin menghampiriku saat aku membuka loker.

"Hi Justin," sapaku. Hari ini dia terlihat memakai pakaian yang sangat rapi. Tidak seperti biasanya.

"I'm sorry i had no chance to call you few days ago."

"Memangnya kau akan meneleponku? Kau bisa melakukannya lain kali."

"Bagaimana kalau malam ini kita melakukan panggilan video?"

"Sure."

Justin pun pergi dari hadapanku. Dan sekarang giliran liars yang menghampiriku.

"Apa yang dia katakan padamu? Sampai kau tersenyum begitu?" Hanna ternyata yang mulai bertanya. Aku pikir Ali.

"Dia mengajakku untuk melakukan panggilan video," jawabku polos. Sepertinya ini akan memicu ledakan bom.

"Good Lily! Keep telling us the progress, okay? Bye." Mereka berlalu dari hadapanku kecuali Spencer dan Em.

"What?" Tanyaku sambil berjalan bersama mereka kearas perpustakaan.

"I smell something suspicious. Do you like him?" Mataku langsung terbelalak. "We're not gonna tell Ali."

Ternyata ketahuan juga. "Sebenarnya aku tidak tahu. Sepertinya tidak. Karena aku tertarik dengan seseorang," ucapku asal. Sial, aku tidak mengenal lelaki manapun kecuali Justin.

"Siapa dia? Cepat beritahu kami!" Mereka sangat bersemangat sekali untuk mendengarnya.

"Uh... Noel Kahn." Aku asal menyebut nama Noel ketika dia baru saja lewat dihadapan kami.

"Noel? Kahn? No!" Teriak mereka bersamaan. Pertama Justin, lalu Noel. Mengapa?

"Dia bukan lelaki yang baik. Oke? Percaya padaku. Lebih baik kau fokus untuk mendekati Justin."

Aku hanya mengangguk. Lebih baik aku mendengarkan saran mereka saja.

-

'Apa kau bisa melakukan panggilan video sekarang?'

Justin mengirimkan pesan seperti itu. Aku langsung menjawabnya dengan kata 'iya'

Lalu dia mengajakku untuk video call dan muncullah wajahnya.

Lalu dia mengajakku untuk video call dan muncullah wajahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hai Lily." Dia tersenyum sangat lebar.

"Hi Justin."

Aku baru bangun tidur jadi rambutku berantakan dan aku tidak siap dalam urusan dandan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku baru bangun tidur jadi rambutku berantakan dan aku tidak siap dalam urusan dandan. Lol, who cares?

"Kau baru bangun ya? Wajahmu terlihat masih mengantuk."

"Betul sekali." Aku tersenyum seadanya.

"Kau sedang apa sekarang?" Aku berbalik tanya padanya.

"Aku sedang memandangmu."

"Kau tidak mengerjakan pr mu?"

"I just did. I have to do it soon so i can call you."

"Awww that so sweet." Aku benar-benar tersipu dengan ucapannya.

"Perbincangan ini sepertinya semakin canggung... iya tidak? Sepertinya aku akan mengerjakan pr bahasa inggrisku."

"Kerjakanlah. Tidak perlu mematikan panggilan ini. Kau sandarkan saja ponselmu di dinding. Aku akan membantumu sebisaku. Itu kalau kau minta bantuan."

Kukerutkan dahiku dan menyandarkan ponselku di dinding.

Aku mulai membuka buku dan mulai mengerjakan pr ku. Tidak terlalu sulit tapi tidak mudah.

"Kau bisa?"

"Yes Justin, i can do it." Aku menatap layar ponselku sesekali.

"Can i ask you questions while you doing your homework?"

"Sure Justin. You can ask me whatever you want."

Kubuka kamus oxford karena aku kurang paham dengan arti sebuah kata.

"What do you think about me?" Pertanyaannya membuatku berhenti sejenak dari aktivitasku.

"Menurutku kau itu bagaimana?"

"Ya, kau bisa berkata sejujurnya walaupun itu mungkin menyakitkan."

"Menurutku... kau itu... suka sekali berbicara, kau baik dan kau perhatian padaku."

Itu adalah sebagian kecil dari fakta-fakta yang kutemukan di lapangan. Aku ingin sekali bilang kalau dia adalah lelaki yang tidak tahu diri karena mengencani perempuan-perempuan yang ada di RH (Rosewood High). Tapi itu tidak mungkin.

"Benarkah? Menurutmu aku baik?"

"Ya Justin. Mengapa kau seperti tidak percaya?"

"Tidak... aku pikir kau akan bilang kalau aku itu bukan laki-laki baik seperti yang diberitakan satu sekolah."

"Yang kutahu, kau itu adalah orang baik."

Aku menatap wajahnya yang terlihat tenang. Aku akan membuang pikiranku jauh-jauh tentang Justin adalah lelaki jahat. Aku akan membuat dia jatuh cinta padaku.

==========

To be continue.

Haii semoga kalian suka ya dengan ceritaku ini. Btw kalian bisa juga read ceritaku yang sudah selesai di profilku. Btw... aku merasa narsis gitu deh dengan membaca ulang cerita-ceritaku yang udah selesai lol-_-

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang