Episode 20 - The Flashback (Emily)

506 18 7
                                    

Hi guys sebelumnya terima kasih banget untuk kalian yg sampai hari ini (atau bulan ini) masih baca story ini. Jujur udah hampir 4 tahun ga ngelanjutin dan ternyata masih ada yg like, comment dan add this story to your list. Makasih banget yg sebanyak2 nya. Insha Allah aku akan melanjutkan story ini sampai selesai dan skill menulisku sudah ter upgrade sedikit wkwkwk dan sorry bgt kalo story line cerita ini agak ga beraturan soalnya udah aga lupa wkwk

 Insha Allah aku akan melanjutkan story ini sampai selesai dan skill menulisku sudah ter upgrade sedikit wkwkwk dan sorry bgt kalo story line cerita ini agak ga beraturan soalnya udah aga lupa wkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Mohon maaf ya dengan kebohonganku sejak november 2017😂😂😂) enjoy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Mohon maaf ya dengan kebohonganku sejak november 2017😂😂😂) enjoy.
-

Justin's POV

"Hey Emily." Aku menyapanya saat dia melewatiku. Dia hanya tersenyum dan berjalan begitu saja. Dia terlihat cantik dan warna kulitnya eksotis. Mungkin untuk kali ini aku akan mendekatinya dengan tulus. Bukan karena semata untuk kesenangan.

"Selanjutnya dia?" Caleb menepuk pundakku. Aku sampai terkejut dibuatnya.

"No. Sepertinya aku akan benar mendekati dia tanpa maksud apa-apa." Jawabku. Mereka hanya diam tidak menanggapi. Mungkin mereka pikir aku tidak serius.

Noel hanya tersenyum. "Bagaimana dengan Spencer?"

Aku menghela nafas. "Entahlah. Aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Tidak. Aku harus melupakannya dan mendekati Emily."

"Whatever you say, dude." Noel merangkul pundakku dan kami berjalan menuju lapangan olahraga.

-

"Justin!" Emily memanggilku saat aku baru saja keluar dari ruang ganti baju laki-laki. Wajahnya sangat ketakutan dan dia sedikit ketakutan melihatku. "Bi-bisakah kau membantuku? Nanti siang aku akan ujian berenang, dan aku masih belum bisa beberapa teknik. Maukah kau membantuku?"

Aku sempat heran mengapa dia meminta bantuanku. Bukannya banyak lelaki lain yang bisa dia minta tolong? Dan aku tersadar kalau aku bisa berenang dan sempat mengikuti klub renang untuk setahun yang lalu. Ini benar-benar kesempatan emas. "Baiklah." Aku memberikan jawaban ke cool mungkin agar dia tertarik padaku.

-

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku dan Emily menjadi dekat. Kami sering makan siang bersama, pulang bersama. Dia orang nya asik untuk diajak bicara.

"Justin!" Emily datang dari jauh menghampiriku yang sedang duduk sendiri di bangku kafetaria. Aku tersenyum ketika dia sudah sampai dihadapanku. "Kau sedang apa? Bukannya kau ada kelas?"

Aku mengangguk pelan. "Aku sedang tidak ingin mengikuti kelas bahasa Perancis." Sejujurnya aku malas untuk masuk kelas karena Spencer. Aku masih merasa 'sedikit' canggung semenjak kejadian itu. Aku merasa bersalah kepadanya karena memamfaatkannya.

"Kau kenapa? Kau sakit? Apa ada hal lain yang membuatmu seperti ini?" Emily menyentuh tanganku dengan lembut. Aku hanya menggeleng pelan karena percuma saja jika aku menceritakan alasan aku seperti ini. Dia pasti akan kabur dariku dan aku tidak bisa lagi mendekatinya. "Bagaimana kalau kita ke perpustakaan saja? Kau bisa bersantai disana tanpa ada gangguan dari siapapun. Lagi pula, guru pasti akan mencarimu dan menghukum-mu kalau kau bolos kelas."

Emily menunggu jawabannku dengan mata yang berbinar. Seketika saja hatiku langsung luluh. "Baiklah." Aku dan Emily berdiri dari kursi dan berjalan bersama menuju perpustakaan. Tak lupa aku menyelipkan jari-jariku diantara jari-jarinya. Apa iya aku menyukai Emily?

Setelah beberapa menit aku berjalan bersama Emily, akhirnya kami sampai di dalam perpustakaan. Perjalanan kami sempat terhenti lantaran ada guru Seni yang sedang berjalan di koridor dan hal itu membuat kami harus bersembunyi diruang janitor.

Aku memilih untuk duduk sudut ruangan yang tidak terlihat oleh siapa pun karena aku tidak ingin diganggu dan aku hanya ingin berduaan dengan Emily.

Emily lebih memilih duduk di karpet sambil mendengar lagu melalui headset. Aku melihatnya sedang merogoh tas nya untuk mengambil sesuatu. Ternyata buku.

"Kau mau ikut mendengar?" Tawar Emily. Aku mengangguk dan ikut duduk bersamanya.

Ternyata dia sedang mendengarkan lagu... klasik? Aku tidak tahu ini jenis lagu apa. Yang aku tahu dia sangat menikmati dan aku tidak bisa apa-apa selain diam.

Aku terus memperhatikan nya yang sibuk membaca tanpa menghiraukan ku. Aku bisa mencium rambutnya yang wangi. Ya Tuhan, dia sungguh cantik. Emily lalu melirikku sedikit. Dia terlihat salah tingkah dan kembali membaca buku yang entah dia baca atau tidak. Lalu dia melirikku kembali. Mata kami saling beradu dan setan dalam tubuhku langsung mengambil alih. Aku dengan cepat mencium bibirnya dan dia tersentak namun dia tidak menolak. Kesadaranku benar-benar dikuasai oleh setan dan aku tetap menikmati permainan ini.

Tanpa terasa aku mendorong pelan tubuh nya sehingga dia tertidur dilantai. Dan lagi-lagi aku berani berbuat sesuatu yang seharusnya tidak aku lakukan.

Benar saja. Emily mendorong tubuhku kasar saat aku mencium lehernya. "What the fuck, Justin?" Dia merubah posisi menjadi berdiri dan aku memgikutinya. "What are you gonna do? This is Library." Dia tidak menunjukkan gelagat takut ataupun kesal. Berbeda dengan Spencer dulu.

Aku menyerngit. Kurasa dia keberatan melakukan hal ini karena kita sedang berada di perpustakaan? "Let's do it somewhere else?" Tanyaku bingumg.

Dia menggeleng cepat. "What? no!" Dia sedikit berteriak dan melihat sekitar. "Aku senang berada di dekatmu. Namun aku lebih menyukai perempuan. Aku gay."

Aku terdiam saat Emily berkata seperti itu. Ya Tuhan, semua usaha yang kulakukan untuknya sia-sia begitu saja. Baru saja aku ingin menaklukan hatinya—karena aku mulai tertarik padanya— tapi ternyata dia tidak menyukai lelaki. Bukan aku tidak mendukung gerakan LGBT, tapi aku sangat kecewa bahwa ternyata dia menyukai sesama jenis. Sial. Aku langsung meninggalkan dia tanpa berpamitan karena hatiku sedikit hancur saat ini. Aku tidak menghiraukan panggilannya. Aku langsung berjalam menuju mobil dan pergi meninggalkan sekolah. Sejujurnya aku malu dengan diriku sendiri. Mengapa aku menjadi Playboy seperti ini? Apa yang kudapatkan dari hal itu? hanya sebuah title playboy.

Lagipula, apa yang akan Noel katakan kalau dia tahu Emily... Ah, kenapa aku masih memikirkan itu? Aku dalam perjalanan menuju rumah dan kulihat seorang perempuan sedang berjalan sendiri di trotoar. Bukannya itu... argh siapa namanya aku lupa. Sudahlah aku tidak peduli dengan perempuan itu. Yang aku pikirkan sekarang adalah bagaimana aku akan mendapatkan pacar selanjutnya.

-

to be continued.
pls let me know what do you think about this chapter!!! seneng bgt akhirnya bisa ngepost lg!! sorry ya kalo chapter ini kedikitan dan jangan lupa kasih vote dan comment yahh!!

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang