Bintang.
Siapa yang tak tahu dan tak suka dengan titik bercahaya yang nampak cantik dalam karpet hitam agungnya. Hampir setiap manusia di muka bumi tak kuasa mengabaikan keelokannya. Begitu pula Taehyung yang memandangi malam berbintang saat kecanggungan menguasai kebersamaannya dengan Jungkook. Butuh satu mental dewasa untuk menghadapi orang itu. bukan mental orang awam yang linglung.
“Kau kenapa?” ujar Jungkook yang sedari tadi menahan ucapan sembari melihat Taehyung yang terus mendongak, sehingga Jungkook pun mengikuti arah pandangnya. “ada apa disana?” tanya kembali.
“Tidak ada. Hanya gugusan bintang-bintang.” Tengkuknya mulai merasa sakit, “aku hanya kasihan pada satu bintang di sana. “ ia menunjuk ke arah sebuah bintang di barat daya yang sedikit jauh dari kumpulannya. “meskipun sinarnya terang, namun tetap saja ia sendirian,”
“Bintang itu tak sendiri." Jungkook mencondongkan lengannya ke belakang zebagai tumpuan "Mengapa sinarnya berpendar terang, lantaran ia melihat seseorang duduk sendiri di atap sembari termenung. Ia ingin mendengar cerita dari orang itu. jadi ia lebih mendekat ke bumi.”
Ucapan barusan, Taehyung persisi menangkap maksudnya. Tapi yang aneh adalah keterkejutannya yang menyadarakan Taehyung bahwa seorang Jungkook dapat bersikap...., romantis. Iapun sedikit sulit mengendalikan senyum, “Memangnya, apa yang ingin ia dengar.”
“Semuanya. Semua yang ingin kau ceritakan.”
Taehyung mengubah posisi duduknya dengan menggantungkan kakinya sehingga menyentuh dinding atas bangunan dan menyangga tubuhnya yang ke belakang dengan kedua tangannya, “Bibiku malam ini datang ke rumah. Seharusnya aku senang, ada seseorang yang menemani ibu. “ Taehyung berhenti hanya untuk menghela napas, “tapi aku merasa tak nyaman jika bibi tinggal di rumah.”
“Kenapa?”
mulut itu begitu saja bungkam saat jungkook menanyainya. Seolah jawaban dari pertanyaanya adalah hal tabu. Taehyung pun hanya memainkan kaki-kakinya.
Satu jurus rahasia, telah Jungkook siapkan. Sekonyong-konyong, sebungkus cemilan laut yang dikeringkan berbahan dasar cumi muncul di hadapan Taehyung, “Anak kecil jalanan bilang, cemilan adalah hal menyenangkan baginya. Dan itu adalah fakta. " tutur Jungkook agar Taehyung mengaku. ”Ambillah, dia juga berpesan kalau hati dan perasaan manusia itu lemah dengan kesepian, rasa sakit dan penderitaan. Jadi, “ jungkook memegang telapak Taenyung, ”cemilan ini akan membantumu bercerita."
Akhirnya, senyum itu bersemi di wajah Taehyung yang menyertai perkataannya, “Terima kasih. “ ia nampak menikmati cemilannya, namun tiba-tiba, “Aku bukan anak kandung mereka.”
Tidak terlalu terkejut. Itulah yang ditunjukkan oleh mimik wajah Jungkook. Bahkan ia sangat menerima dengan biasa saja. baru selang lima detik, Jungkook bereaksi, “Seseorang yang tak punya keluarga mengajariku, bahwa diri kita masih beruntung punya sosok yang menyayangi, mengasihi, bahkan mendengar keluh kesah. Mereka yang tak punya orang tua hanya mengadu pada langit kosong dan berharap siapa di atas sana mengabulkan rapalan doanya.”
“Aku tidak tahu, kau itu bijak. Tapi terkadang...., “ pujiannya berhenti saat Jungkook menatapnya, “Kau itu menjengkelkan. “ lanjutnya dengan tawa. “lagipula...., inikah yang kau sebut hadiah.” Ia menyindir cumi kering itu yang tersisa kemasan saja.
“Hei..., kau tidak tahu sejarahnya.”
Sepuluh jam ke belakang.......,
Seporsi ramen instans di depannya nampak lezat dengan kuah coklat keemasan dan telur serta tupping pelengkap. Jungkook menyatukan kedua telapaknya, memanjatkan doa sebagai rasa syukur dan kemudian menyantap tepung terigu panjang itu.”Ahh!!” beberapa kali ia mendongak lantaran kelezatannya.
Ketika porsi itu tersisa kuah dan sedikit mie, jungkook berhenti memakannya lantaran mendapati seorang wanita bertopi hitam yang sibuk memasukkan beberapa makanan ke dalam tasnya sembari sesekali pandanfannya mengerling ke sudut supermarket. Butuh sekitar satu menit untuk Jungkook mengamati. Baru kemudian ia beranja.
Tanpa.diduga-duga, dengan kecepatan kilatan cahya, tangan Jungkook mencengkeram lengan gadis itu saat tubuhnya sudah berdiri di sampingnya, di sisi rak makanan instans.
Sang gadis bereaksi dengan memberikan tatapan mawas sedikit terhalang topinya. Lenga. Kanan Jungkook segera mwnyingkirkan pwnutup kepala yang setengah menutupi wajah si gadis, rambut yang semla mirip potongan laki-laki, berubah mwnjadi juntaian indah sepunggung. Sementara tangan kirinya masih kuat.mencengkeram ransel. “Lepaskan!” reaksinya cepat dengan luapan emosi.
Terjadi tarik ulur diantara keduany. Dan karena alasan fakta bahwa Jungkook adalah laki-laki, menjadikannya sebagai penguasa tas itu sekarang. Tanpa aba-aba, jemari jungkook satu persatu mencekut makanan dalam rak menuju ransel hitam yang seketika itu membuat si gadis terpana. Setelah dirasa cukup, ia menarik tangan si gadis untuk mengikutinya, “Berapa semua?” ucapnya dengan mengeluarkan dompet kulit coklat kepada petugas kasir berkebangsaan jepang.
“lima dollar.”
Iapun segera membayarnya dan dengan cepat mengembalikan tas itu pada pemiliknya.
Masih ada waktu sepuluh menit untuk Jungkook mengelilingi toko itu dan membayar belanjaannya. Iapun keluar tepat di pukul empat sore. Reaksinya sedikit kaget begitu langkahnya keluar toko dan mendapati seseorang bersandar di depan toko menunggunya, “Aku tidak butuh bantuanmu.” Ia adalah si gadis bertopi hitam tadi.
“Aku tahu kau butuh semua itu. Buktinya, kau mencurinya tadi." Mulutnya berkecap, "Sudah..., ambil saja.” papar Jungkook singkat dan kemudian berjalan melalui si Gadis.
Tak hanya diam, gadis itu juga menghentikan langkah Jungkook dengan genggaman tangannya, “Terima kasih.” Ucapannya terdengar lembut dan tulus. “Ini!” ia memberikan sebungkus cemilan cumi kering seharga dua dollar.
Dan jungkook menerimanya dalam diam.
***
Pintu putih besar itu terbuka, “Jungkook-ah!” wanita itu berhambur dari sofa untuk menghampiri lantas memeluk anaknya, “Dari mana saja kau, nak?” tangannya yang berhenti melingkari pundak jungkook, kini memegangi pipi remaja itu.
Jungkook tidak suka pelukan dan sentuhan pipi. Apa bedanya ia dengan bayi. Dengan sigap, jungkook membuang tangan ibunya sebagai tanggapan saat matanya melirik ke arah seseorang yang duduk sembari tertunduk. Sepertinya, ini adalah suasana rikuh bagi Jimin, tatapannya lah yang memberitahu demikian. Sehingga Jungkook memilih mengajak temannya itu keluar.
Jungkook mrnjatuhkan tas punggungnya di atas rerumputan berembun di halaman saat ia duduk. Jungkook berniat bercerama lebih lama dengan jimin, tapi..., , “kau tidak masalah keluar malam-malam?" Ia mempeetanyakan soal kebebasan anak panti.
“Tidak. Tak ada yang tahu aku pergi.” Jimin memandang ke hamparan langit malam yang jarang ia perhatikan. Ternyata di atas sana, terlalu banyak kebebasan. Tapi Jimin tak mengijinkan keheningan menguasai terlalu lama, “Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, “ wajahnya diambang kebimbangan dan dorongan keinginan, ”aku sangat egois.” dan itulah kata yang ia pilih.
“Maksudmu?!”
“Jungkook, aku minta bantuanmu untuk mencari..., “ ia berhenti di poin itu, “mencari..., “ yang jelas menegaskan kebingungan, “seseorang...., saudaraku.”
“Kau punya saudara?!” Jungkook sedikit terkejut.
“Bukan. maksudku dia adalah saudaraku di panti asuhan yang sudah diasuh keluarga lain. Dia janji akan menjenguk kami kelak.” Sekarang, wajah Jimin yang tampak dingin di hari biasa, kini jelas memperlihatkan kesedihan dan kekecewaan secara bersamaan, “selang bertahun-tahun, ia tak pernah kembali.”
===bersambung===
Hai!!!!!
Bagaimana?? Suka nggak sama jalan ceritanya.
Di sini udah mulai tampak........Jangan lupa vote dan comment- nya ya, Makasih udah mampir
Happy great day and enjoy with my story.
****************
KAMU SEDANG MEMBACA
I NEED U / KOOKV (BTS FANFICTION)
FanfictionI need u. The sky is blue again, the sun ia shining. love....., i need u. Make me smile when i see your face. * BTS - I NEED U - RUN *