KLINTING!!!
Lonceng kecil berbalut kuningan yang menghiasi bagian atas daun pintu jati berbunyi saat pintunya terbuka. Kakinya yang ditopang tulang, melangkah dengan malasnya menuju sudut kiri meja yang kosong. Dengan mata sayu, ia melirik jam tua yang menempel di dinding, masih pukul sembilan. Itu artinya, tidak terlalu dini baginya memulai pencarian. Seorang pelayan pria yang wajahnya sangat familiar menghampiri Jungkook bersama segelas minuman langganannya. Pria itu tak langsung pergi begitu saja, “Jungkook-ah!” sapanya hangat, khas pelayan itu, “kau membolos hari ini?”
Jemari kanan Jungkook menggapai gelas yang dindingnya berembun karena es batu yang kemudian meminumnya sembari melayangkan pandang pada tempat kosong itu-bukan masanya bar itu buka “Tidak. “ jawabnya singkat, berusaha menikmati minumannya.
“Jungkook-ah!” panggil Tuan Jung kembali, “Aku tidak bermaksud mencampuri urusanmu. Tapi aku hanya mengingatkan kalau pendidikan itu penting untuk masa depanmu.” Ujarnya memberikan wejangan layaknya laki-laki tua. “Jadilah anak yang membanggakan orang tuamu.”
Bangga. Kata itu jelas terulang dalam batin Jungkook layaknya sebuah pekikan. Namun sayangnya, pekikan itu adalah kata yang tak dimengerti olehnya. Kata yang sudah lama hilang dalam dirinya, “Perempuan!” ucap Jungkook tiba-tiba.”Anda mengenal wanita dalam photo ini.“ ia mengeluarkan selembar photo dan meletakkannya di atas meja.
Tuan Jung mengamati, beberapa detik berselang. Akhirnya, “Tidak.“ ia mengungkapkan pendapatnya. “Siapa dia?” tanyanya penuh keingintahuan.
“Entah. Aku menemukannya di meja kerja Ayah.”
Bola matanya bergerak menatap langit-langit, bak seseorang yang berpikir, namun ujungnya, “Maafkan paman, Nak! Paman sama sekali tak tahu siapa dia.” Tuan Jung menyerah yang seketika membuat Jungkook pergi meninggalkannya.
Di depan bar yang belum buka, Jungkook menatap sudut kosong di depan kaca bar. Ia sudah tahu apa yang akan dilakukan saat tangannya merogoh isi tas dan...................................,
***
Siang itu yang terasa dingin dalam ruangan lantaran pendingin, Jungkook berdiri menghadap pintu jati setinggi dua meter. Admosfirnya begitu kuat menarik adrenalin Jungkook. Hingga di akhir detik ke sepuluh, Jungkook menarik kenop untuk membuka pintunya. Ruangannya masih sama. Komputer itu, meja kerja, arsip dan lain-lain. Langkahnya segera menyeberang ke sisi meja kerja. Dan dengan cermat, matanya mengelilingi permukaan meja, laci dan bahkan menekan tombol power CPU.
Tidak ada. Tidak ada hal berharga dalam komputer keluaran Amerika itu, hanya file-file tua yang Jungkook tidak mengerti apa. Berangkat menuju laci, tergeletak buku agenda bersampul hitam.
Satu demi satu, lembar itu dibuka. Berbagai jenis nomor berjajar rapi di antara garis dengan tertulis kumpulan nama-nama di sampingnya. Mata Awas Jungkook, mengamati mulai nomor satu ke bawah : Kim Ji Woon, Tuan Dong, Lee Yoo, dan masih banyak lagi daftar nama lain. Namun hanya beberapa, dari ratusan nomor itu yang berbunyi nama wanita. Yang pertama ada Ha Ji Won, Jungkook segera menjangkau kabel telepon untuk menghubunginya.
Setelah bunyi tut beberapa kali dan setelah beberapa pertanyaan, Jungkook menarik kesimpulan bahwa bukan wanita itu orangnya. Iapun berlanjut ke nama berikutnya.
Sama saja, rata-rata dari mereka, mengaku sebagai kolega dan karyawan ayahnya. Sembilan dari sepuluh, sudah berkeluarga. Mereka tak mempunyai alibi sebagai wanita jalang perusak hububgan. Seandainya, ponsel ayahnya masih ada, mungkin akan Jungkook akan memanjat syukur dan ratiban teruntuk Tuhan.
***
Tatkala fajar kembali esok paginya, jungkook tidak bertemu dengan teman berseragamnya, juga tak menyambangi bangunan bernama sekolah. Pantatnya tengah terduduk di sebuah kursi taman dengan tangan yang menutupi mulut hingga rahangnya yang sikunya bertumpu pada paha. Ia sengaja menggunakan jaket katun berkerah tinggi dengan topi hitam.
Tiba-tiba, fokus matanya teralihkan pada sekelebat anak yang berlarian dengan kupu-kupu di depannya. Saat Jungkook menatap sekitar taman, tak seorang pun nampak pria atau wanita dewasa di sana. Anak itu sendirian, bersama tawanya yang kegirangan mengejar hewan bersayap indah itu.
Jungkook berjalan menghampirinya, “Hai,” ujarnya pada si gadis yang berhenti berlari, “Apa yang kau lakukan disini?”
Pipi tembem yang memamerkan rona kemerahan Si gadis, nampak sangat lucu. Ia yang tak tahu harus menjawab apa, hanya menggoyang-goyangkan kakinya.
“Siapa yang menenmanimu?” ujar Jungkook lagi ingin tahu.
“Mama. “ jawabnya singkat.
“Sungguh. Dimana mamamu?”
“Dia belum datang.”
Sesaat, hati Jungkook merasakan iba terhadap si gadis kecil. Dengan sedikit kelembutan ia bertutur, “Kau mau kakak antar. “ tawar Jungkook sembari membuka topi. Ia menebar senyum ramah pada si gadis dan sesaat merapikan rambutnya yang acak-acakan.
Tanpa jawaban, jemari pendeknya itu mengikat jari Jungkook yang lebih besar.
Dilihat dari sisi jalanan, rumah itu nampak hangat dengan pohon oak di depan beranda dan sedap dipandang dengan banyak bunga hias di tepian anak tangga. Jungkook berniat untuk mengantar anak itu sampai ke gerbang, namun si gadis memohon dengan menarik tangannya agar Jungkook mau berkunjung.
Di mulai dari ruang tamu yang didominasi warna monokrom, kaki Jungkook perlahan menyusuri rumah itu. Sofanya yang berwarna abu-abu, sangat nyaman untuk diduduki. Hingga seorang wanita tua muncul dari balik pintu putih besar. “Seul-ah,” ia memanggil gadis yang menemani tamunya. Mendadak, mata coklat tanahnya terpaut ke arah Jungkook, "Siapa trmanmu, nak?"
“Kakak baik.” Ujar Seul polos. Lantas, kaki pendeknya yang menggantung saat duduk itu, melompat dan berlari ke belakang, “akan kubuatkan teh untuk nenek dan kakak!” pekiknya.
"Seul memang begitu orangnya." Ujar sang nenek mengomentari sekaligua memberitahu.
Benar saja. rumah itu memang hangat dan nyaman. Terbukti dari suasana keluarga kecil bahagia yang nampak dari serangkaian photo keluarga itu. namun ada satu hal yang aneh. Dari semua bingkai yang kebanyakan menempel di dinding dan teronggok di meja, tidak nampak photo laki-laki yang mengindikasikan sosok ayah. Hanya ada Seul dan...., tunggu dulu, wanita yang berpose itu....., mirip seperti, “Maaf, nyonya!” tanya jungkook gugup, “Dimana Ayah Seul?”
Reaksinya nampak tidak baik. Wanita itu hanya diam dengan tatapan kosong.
“Maaf jika saya lancang. Saya permi—“
“Tidak perlu.” Pintanya menghentikan, “Seul anak yang baik. Sepertinya ia menyukaimu. Tungguhlah ia sebelum pergi.”
“Terima kasih.”
Kecanggungan yang menguasai hening di ruang tamu itu sungguh terasa selepas percakapan tabu barusan. Lalu, tanpa aba-aba, wanita tua itu berkata, “Aku merasa kasihan dengan Seul. Setiap hari ia selalu tertawa tanpa tahu apa yang terjadi dengannya.”
“Dia...., “ Jungkook perlahan berargumen, “Menderita penyakit berat.”
“Untungnya tidak. Namun, Seul tidak pernah tahu siapa Ayahnya..” mimik wajah yang kendor lantaran keriput mengeluarkan kesedihan sekaligus ketegangan emosi. ”Orang brengsek itu yang sudah menghamili Youju.”.
Baru beberapa saat berselang, Seul datang dengan dua gelas sirup di tangannya. “Kakak!” senyumnya nampak manis khas seorang gadis kecil yang ceria bersama kepolosannya.
===bersambung===
KAMU SEDANG MEMBACA
I NEED U / KOOKV (BTS FANFICTION)
FanfictionI need u. The sky is blue again, the sun ia shining. love....., i need u. Make me smile when i see your face. * BTS - I NEED U - RUN *