20 - Insiden Penangkapan

278 19 0
                                    

Coklat panas..... latte ekspresso.....cappucino....strawberry milkshake.

Paling tidak, nama-nama di atas sudah mewakili menu-menu yang tertera di papan hijau setinggi lutut dengan tulisan artistik. Jungkook memilih coklat panas, sementara Taehyung lebih suka latte. Pesanan mereka tiba sekitar satu menit yang lalu. Namun Jungkook lebih membiarkan udara dingin mencicipinya lebih dulu, lantaran salju turun di halaman setinggi tiga inchi.  Itu cara Jeon Jungkook menunggu seseorang.

Kalau itu Taehyung, ia lebih suka menyesap sedikit latte-nya sebelum dingin. “Kau sudah menghubunginya?” ujar Taehyung seraya meletakkan cangkirnya.

“Inspektur yang meneleponku tadi malam.” Terang Jungkook. Matanya sengaja memandang Taehyung, “Kau sudah menemui Jimin?” ujarnya, seolah Jungkook mempunyai hutang terhadap mereka.

“Aku bertemu dengannya saat pemakaman ibumu.” Taehyung tak bermaksud mengingatkan, sehingga ia segera memperbaikinya, “Kau tidak menyuruhku untuk menemuinya bukan?” dengan mata membelalak memastikan.

“Itu terserah padamu.”

“Kalau begitu jawabanku adalah menemanimu.” Ini aneh. Entah mengapa, ekspresi yang dibuat Jungkook membuat Taehyung merasa rikuh. Seharusnya ia bisa menenpatkan mata, hati dan pikirannya dengan jawaban itu. tapi sebaliknya, ini terdengar....., lucu.

Inspektur Jungdae sudah sampai. Lengannya yang panjang, dan telapaknya yang melebar saat menekan pintu kaca agar dapat dilalui. “Maaf aku membuat kalian menunggu. “ ujarnya setelah menarik kursi di samping Jungkook. Matanya melirik pada gelas Jungkook dan cangkir Taehyung. tidak buruk.

“Apa yang ingin Anda bicarakan, inspektur!” Jungkook sudah tak mau lagi menunggu.

Di dalamnya sedikit hangat, jadi Inspektur itu sedikit menurunkan resleting mantelnya. “Aku ingin bertanya sesuatu padamu. “ ia kembali dengan tangan di atas meja, “Siapa yang membunuh Ayahmu?”

Seperti permintaan Jungkook, inspektur memulainya terlalu cepat, dan Jungkook bersikap terbuka, “Ibuku.” Nada bicaranya tegas. Jelas sekali masih bersisa kekesalan dan amarah di wajahnya. “Ibuku yang menyuruh montir itu mensabotase mobil ayah. Dia adalah seorang montir, kepiawaiannya memanipulasi kejadian seolah lantaran kecelakaan, seperti katamu.

Petugas polisi itu menimakti setiap penjelasan.

“Tapi dia bukan pembunuh handal seperti yang kau bicarakan pula.”

Keheningan perlahan mencuat setelahnya. Sang inspektur, dengan pandangan matanya, berusaha menarik konklusi di otaknya. Ini belum cukup, “Kau merasa dendam setelahnya?” iapun kembali bertanya untuk mendapat jawaban lain.

“Saat itu aku marah.“ Jungkook bukanlah orang yang menutupi perasaannya dengan bibir, justru ia semakin menekannya pada wajah. “pikiranku kalut. Aku tidak bisa berpandangan lain. Dengan gusar, aku menemui ibu. Tapi  disan--“

“Jangan bergerak!” tiba-tiba, sekelompok pria berseragam lengkap dengan pistol yang tertodong pada target. Salah satu pemimpinnya maju lebih dulu diantara dua orang yang terkesiap, “Ini adalah perintah resmi. “ tangannya mengacungkan lembaran berisi banyak tulisan.  Judul besar paling atas berbunyi ‘ surat perintah penangkapan’, “Bawa dia!” perintahnya pada dua rekan lainnya, “Dan kau, Jungdae! Sudah kuperingatkan padamu untuk tidak ikut campur.” Begitulah katanya sebelum pergi.

Efek dari peristiwa barusan masih terasa atmosfirnya. Tidak sedikit dari pengunjung yang ketakutan. Tak sedikit pula yang menatap dengan mata beringas bersama gumaman cemooh pada Taehyung dan Inspektur .
-
-
Rem mobil van putih milik Inspektur Jungdae mendecit saat roda-rodanya bergesekan dengan aspal di depan pelataran rumah Taehyung, “Sebaiknya kau pulang sekarang. “ ujarnya tanpa bergerak di balik kemudi., “Mengenai Jungkook, serahkan saja semuanya padaku.”

“Tidak. Aku ingin ikut denganmu. “ begar Taehyung.

“Tidak bisa. Aku tidak mau kau terlibat dalam urusan kepolisian. Sudah, sebaiknya kita berpisah disini. “ Jungdae tetap bersikukuh guna bertahan, “Aku akan menghubungimu jika terjadi sesuatu.” Bahkan, polisi itu tak segan menepuk pundak Taehyung dengan mantap layaknya seorang kakak. Ia berusaha mengisyaratkan kata ‘kau mengerti’.

Sayangnya sinyal itu tak semudah diterima otak Taehyung, jikalau ia paham, keinginannya lebih merajai tubuh Taehyung saat ini, “Inspektur!” nada bicaranya merendah, “bagaimana jika ini terjadi pada orang yang kau sukai?” bola mata coklat keemasannya berbinar menatap wajah polisi di depannya.

Inspektur Jung mengeluarkan jawaban dengusan napas tanpa bendera putih dikibarkan. “Baiklah!” ia memutar kunci mobil, dan mulai menginjak gas.

Seorang polisi tengah duduk di kuris putarnya dengan wajah melenggak dan jemari tangan kiri yang memutar-mutar bolpoin.

Inspektur Jung berdiri di hadapannya, “Apa yang kau lakukan?"

Sontak itu membuat si pria menatapnya. Tubuhnya sedikit didorong ke depan lengkap dengan seringai, “Aku lebih cepat darimu, Siput!” ia juga mengeluarkan senyum cemooh.

“Kau tidak punya bukti apa-apa untuk menahan anak itu.”

“Bukti?!” ujarnya melengking, “Kau bertanya soal bukti?! Aishh! Siput keparat!” umpatnya lagi, “Saksi, barang bukti, TKP, apa lagi yang kuperlukan untuk menunda penangkapan bocah pembunuh itu.” ia merasakan kemenangan merasuki jiwanya setelah membuat saingannya di kepolisian termenung sesaat.

“Dia bukan pembunuh! Anak itu punya nama.” Jundae bersikap membela.

“Aishh! Sampah!” lantaran merasa jengkel, tangan gesitnya mengeluarkan batang rokok dengan membalik bungkusnya agar batang rokoknya melungsur melalui lubang, dan lantas menyulutnya pada api. Kepulan karbon monoksida menguasai udara. “Dia tidak butuh nama lagi.”

Inspektur Jungdae sudah tak tahan. Rasanya hormon kemarahannya akan naik jika terus di sini. Iapun memutuskan kembali menemui Taehyung di ruang tunggu.

-

“Hah!” ekspresinya terkejut saat tak menemukan tubuh Taehyung di ruangan persegi itu. kakinya bergeratak ke setiap sudut ruangan mencari sosok Taehyung. sisi kanan, arah utara, barat, bahkan di kamar mandi. Mendadak ponselnya bergetar dalam saku jas, “Hallo!” sahutnya setelah menempelkan layar di telinga.

“Jungdae!” suara itu terdengar dari seorang pria yang dinamai ‘Dokter Kyungsoo’ di kontak inspektur, “Aku ingin bicara sesuatu. “ ia sengaja berhenti untuk memberi kesempatan sang Inspektur untuk menanggapi.

“Katakan!”

“Nyonya Kim Seokjin meninggal bukan karena kehabisan darah seperti dugaan kasar selama ini. Obat-obatan lah pemicunya.”

Serta merta, kedua matanya mencelang terkejut.

:Kuharap polisi belum melakukan bertindak, karena..., “ kembali interval waktu terjadi, atmosfir ruangan semakin kuat mencekam, “Terduga tidak bersalah.”

Tut, tutttt...........

===bersambung===

I NEED U / KOOKV (BTS FANFICTION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang