22 - Hadiah Untuk Jeon

1.1K 29 0
                                    

Hari baru sudah tiba untuk permulaan yang kontemporer setelah perjalanan hidup selama hampir dua puluh empat jam. Rasanya baru kemarin dinginnya sel tahanan menusuk tulang Jungkook. Tapi sekarang, butiran salju yang membekas di mantel bulunya, tak berpengaruh lantaran sepanjang jalan pulang, Taehyung tak mau melepas dekapannya di lengan Jungkook. “Tae!” ujarnya yang mulai tak nyaman dengan tatapan sinis lalu lalang manusia, “Aku bukan bayi besarmu.” Sebenarnya jungkook menikmati kehangatan gratis ini, tapi lantaran sitkon yang tak mendukung, telapaknya bergerak halus melungsurkan tangan Taehyung dari pergelangannya.

Balasannya berupa penurutan. Taehyung mengerti, Jungkook sosok yang kurang nyaman dengan tatapan sinis mereka. Jadi Taehyung berniat mengganti topik, “Hari ini kau sendirian di rumah?” yang padahal, pertanyaan itu adalah soal retoris.

“Yeah...., nenekku mungkin tak akan kembali.”

-

Lima belas menit lamanya jalanan itu dilalui oleh dua orang remaja ini. Tidak ada mobil, tidak ada bus, atau skuter, Jungkook lebih suka berjalan kaki saat menikmati panorama kota  San Marino. Terlebih lagi, ia tidak perlu memarkirkan tunggangannya, langsung saja menaiki anak tangga menuju teras dan beridiri di ambang pintu untuk memutar kuncinya. Serangkaian ritual sederhana itulah yang Jungkook lakukan.

KLIK!! Gembok kunci modern keluaran jerman itu berbunyi saat kunci memutar ke kanan. Jungkook melangkah lebih dulu sebagai pemilik rumah dan Taehyung mengikuti. Tidak heran jika rumah gedongan itu gelap saat seberkas cahaya hanya dapat menyeruak melalui pintu. Apalagi setelah ditinggalkan lebih dari satu hari, membuat gorden motif floralnya tak tersibak sempurna.

Sebagai kompas penunjuk jalan, Jungkook menggiring pengikutnya menuju jantung rumah ini, ialah kamar pribadi Jungkook. Namun sesaat ia ragu, “Aku tidak yakin kau akan ikut masuk.” Seruannya bukan sekedar pernyataan, melainkan juga kode memerintah untuk Taehyung.

“Mengapa tidak. Aku sudah terbiasa keluar masuk kamarmu.” Ungkap Taehyung membela diri.

“Terserah kau saja.” telapak tangan kanannya sendirian mendorong daun pintu, “Kau jangan mengintip saat aku ganti baju.”

Tak jauh berbeda dari ruangan lainnya, kamar ini juga gulita tanpa temaram cahaya siang. Namun bukan berarti Jungkook buta dengan keadaan kamarnya. Jemari dan indera perasanya sudah hafal setiap sudut ruangan, jadi ia tak perlu melihatnya. Hanya sedikit geser ke kanan, mengangkat tangannya setinggi kepala, dan memencet skakel.

“Kejutan!” inspektur berpekik bebarengan dengan lampu neon yang menyala. Di tangannya, teronggok kue ulang tahun dengan buah-buahan sebagai hiasan, juga coklat--jangan lupakan soal makanan manis berkalori tinggi itu. “Selamat ulang tahun Jungkook-shi!”

Jungkook sedikit terkejut dengan surprise itu, “Ini bukan hari ulang tahunku, Inspektur!” bahkan tawa ringannya enggan menahan diri.

“Benarkah?!” polisi muda itu hanya bisa terkekeh, “Bukan, ya!” sekarang wajahnya merona merah. ”Kalau begitu selamat untuk kebebasanmu, Jeon!”

“Aku tidak pernah dipenjara, Bung!”

“Terserah kau saja.” jengkelnya, “ini! kue ini untukmu.”

“Jungkook!” sekarang giliran Taehyung yang bicara, “Aku punya sesuatu untukmu, “ begitu ia berucap, tangannya reflek merogoh saku celananya. Sebuah flashdisk tergeletak di telapaknya setelah keluar dari saku, “Sebenarnya ini adalah peninggalan ibumu. Aku tidak tahu apa isinya.”

“Sebaiknya kita lihat saja.” saran inspektur Jungdae yang antusias juga penuh keingintahuan.

Langkah kaki Jungkook mengarah pada seperangkat komputernya. Flashdisk yang dijepit telunjuk dan ibu jarinya, di masukkan ke dalam CPU. Setelah memalui serangkaian prosedur menghidupkan komputer hingga memutar video. Mereka sampai pada saat menonton videonya.

Video itu dimulai dari hitungan mundur dari angka lima dan berhenti di satu untuk menampilkan sebuah rekaman atau dokumenter. Di sudut kanan bawah, tertera tulisan ‘Seoul, September 97.’ Adalah hari dan tempat dimana bayi tanpa daya Jeon Jungkook lahir ke dunia, yang menangis dalam dekapan ibunya. Selanjutnya, tampak sosok batita Jeon yang sudah mahir duduk dengan mobil-mobilan di sampingnya. Gambar itu berakhir, berganti dengan sosok bayi kecil berusia satu tahunan yang mahir tertawa dan merangkak. Pada video berikutnya, nampak balita Jeon Jungkook yang tengah berjalan menghampiri sang ayah, kembali dengan tawanya yang tak pernah lepas dari wajah mungilnya.

Masuk ke tahun 2001, adalah momen dimana, Jungkook masuk sekolah pertamanya. Jungkook berpisah dengan ibunya seusai bersalaman dan mencium tangan. “Da, ayah, daa, ibu!” ujar bocah polos dalam video. Sampai di penghujung tahun 2011, sang ibu hanya bisa melihat Jungkook dari balik pintu tanpa mengganggu konsentrasi belajar seorang remaja yang duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan, di akhir video, tampak si ibu yang hanya diam melihat remaja Jungkook dari balik jendela kamarnya.

My son.

Begitu bunyi kalimat di menit ke tiga puluh dua. Berikutnya, sebuah audio terdengar mengiringi rangkaian photo yang muncul, “Jungkook-ah!” ini adalah suara ibunya, “Aku senang bisa melihat tumbuh kembang putra tercintaku. Aku senang saat ia menangis dalam pelukanku." senyum sang ibu sungguh tulus mengembang, "Aku bahagia saat ia menjabat tanganku, menciumnya. Jungkook-ah! Kau sekarang sudah besar. Kau bukan lagi bayi kecil yang mudah ditipu. Kau mengerti kebaikan, keburukan, kebajikan, kejelekan, dan semua. Jungkook-ah!" Jelas sekali, mimik wajah itu berusaha menahan tangis, "Saat kau menonton video ini, aku sangat meminta maaf karena tidak bisa menemani di acara ulang tahunmu. Ketahuilah, nak! Kau tetaplah musim semi di hati ibu. Kau tetaplah bunga kaktus di padang gersang jiwa ibu. Jungkook-ah! Kaulah kebenaran atas karunia Tuhan untuk menghapus dosa ibu ini. Jungkook-ah kau tetaplah anak laki-laki kebanggan ibu.”

Selesai.

Haru biru menyeruak, menyesakkan dada Jungkook saat ia menahan desakan air matanya. Sekarang ia menyesal. Lima tahun, bahkan enam tahun terakhir ini, Jungkook tidak bisa menjadi anak kebanggan. Dan sekarang, arwah ibunya menyebut Jungkook demikian.

“Jungkook-shi!” Inspektur berusaha menyikapi, “Kuatkan hatimu,“ dengan memberi dorongan semangat yang mengalir dari sentuhan tangannya menuju bahu Jungkook, “Ibumu pasti bahagia melihatmu di alam sana.”

“Jungkook-ah!” Taehyung pun ikut membantu, “apapun.” Kesepuluh jarinya menelangkup pipi Jungkook, “Kau tidak boleh mengecewakan mendiang ibumu.” Taehyung menurunkan pegangannya ke bahu, “Jungkook-ah! Aku punya hadiah untukmu.” Sontak, tanpa aba-aba, bibir Taehyung mengecup lembut bibir Jungkook. Keduanya saling mengait sama lain, hingga masa yang lama.

Sebuah hadiah terindah yang pernah Jungkook terima.

===TAMAT===

Alhamdulillah!!!!!
Tamat sudah cerita dari jjk dan kth ini.

Terima kasih buat yang udah vote dan memasukkan ceritanya ke reading list.

Sampai jumpai di lain cerita!!!!

I NEED U / KOOKV (BTS FANFICTION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang