CHAPTER 39 - [A Hero's Departure]

4.6K 499 88
                                    

"Hentikan mobilnya!" perintah Se-hun pada sang sopir. Ketegangan pria itu berhasil membuat Elliot dan Josse semakin tak karuan, mungkinkah yang ditunjukan Josse benar adanya? Mengingat Se-hun bersikap seperti ini.

"Apa yang kau lakukan?" Elliot menahan bahu pria itu ketika berniat membuka pintu mobil.

"Hanya ini satu-satunya hal paling masuk akal yang mungkin mereka kejar. Perintahkan beberapa anak buahmu untuk menyusulku ke TKP. Aku yakin anggota Second Seven memang berencana mengambilnya, dan jangan lengah pada keselamatan Perdana Menteri. Mungkin, beberapa dari mereka akan menggunakan Perdana Menteri sebagai umpan, atau yang lebih parah, mereka akan membuat kita memilih antara Perdana Menteri atau alat ini."

Elliot sontak berteriak, "Kau gila? Dengan cara apa kau pergi ke sana? Kau bisa terbunuh jika pergi sendirian!"

Se-hun mendengus, ia menggelengkan kepala sembari meyakinkan diri bahwa segalanya akan baik-baik saja. Saat itu pula, tak sengaja kedua matanya melihat harapan di ujung jalan. Se-hun buru-buru keluar dari mobil dan menahan pintu agar tak tertutup, kemudian mengucapkan beberapa patah kata pada Elliot.

"Bila aku memang harus mati, setidaknya aku mati untuk membela kebenaran. Hee-ra dan Royce pasti bisa menerim. Kuharap, bila nanti kepulanganku tinggal sebuah nama, katakan pada bila aku sangat mencintainya." Se-hun berhenti sebentar, kemudian kembali bergumam, "Dan katakan pada Royce bahwa aku... aku telah memaafkannya."

BRUKK!

Se-hun menutup pintu mobil cukup kencang. Ia beralih ke depan dan meminta sang sopir membuka bagasi. Tak ingin membuang banyak waktu, Se-hun segera mengambil ransel berisi pistol dan beberapa senjata lain yang telah disiapkan oleh Elliot.

Elliot sendiri kebingungan harus bersikap bagaimana, rencana Second Seven yang telah berhasil timnya membuat Elliot marah. Meski Se-hun telah berniat pergi, Elliot teringat kata-kata Royce yang memintanya untuk menyelamatkan Se-hun.

Ia mendengus keras, lalu keluar mengikuti Se-hun yang saat ini tengah bernegosiasi dengan pemilik sepeda motor di pinggir jalan. Lelaki itu memohon sampai-sampai urat lehernya menegang.

"Orang ini yang akan membayar motor anda bila terjadi sesuatu," gumam Se-hun begitu menyadari kehadiran Elliot. Ia mengacak rambut dan merampas kunci motor tersebut dari pemiliknya, kemudian langsung menyalakan mesin dan duduk di atasnya. "Kau tidak akan bisa menghentikanku kali ini. Beri saja uangnya pada pemilik motor ini. Kita sudah kehabisan waktu," gumamnya, kemudian langsung meninggalkan kedua orang tersebut dengan kecepatan tinggi.

"Dae—sial!" Elliot hampir mengeluarkan sumpah-serapahnya.

Di satu sisi, ia mendukung Se-hun untuk menghentikan Second Seven mendapatkan alat tersebut. Pengontrol bom nuklir yang bisa digerakkan dan diarahkan ke manapun. Alat yang bisa membahayakan nyawa banyak orang bila jatuh di tangan yang salah, dan sialnya, alat itu akan dipindahkan ke markas lain, sehingga kemungkinan Second Seven akan merebutnya di tengah jalan. Namun, di sisi lain, ia merasa memiliki tanggung jawab besar akan keselamatan Se-hun, mengingat permintaan Royce dan Hee-ra yang sebenarnya terus menghantui kepalanya.

Lalu, sekarang Elliot harus bagaimana? Ia merasa gagal sebagai seorang pemimpin. Tanggung jawab yang diembannya tak bisa dilakukan dengan benar. Elliot benar-benar merasa seperti pecundang.

Otaknya berputar cepat, ia teringat ucapan Se-hun sebelum beranjak tadi. Pria itu meminta Elliot menghubungi anak buahnya dan menyuruh mereka menyusul Se-hun. Tanpa membuang banyak waktu, Elliot langsung menghubungi markas pusat dan meminta tim tambahan untuk membantu Se-hun.

Lantas, Elliot lekas kembali ke mobil dan memerintahkan sang sopir melaju secepat mungkin demi mengejar Se-hun. Ia telah mempercayakan keselamatan Perdana Menteri pada anak buahnya, sekarang giliran Elliot untuk membantu Se-hun.

Salted Wound [Sehun - OC - Kai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang