Cepat-cepat Se-hun menuju mansion-nya sebelum Jasmine mendapatkan apa yang ia inginkan. Untungnya, Se-hun telah menyimpan semua data penting mengenai Hee-ra dan keluarganya dalam brangkas. Semoga Jasmine tidak bisa membukanya, mengingat betapa pintarnya wanita itu.
Park Young-lee menunggu di depan pintu. Pria itu kelihatan cemas, ia langsung menghampiri Se-hun begitu menyadari kedatangannya.
"Apa dia masih di sini?" Se-hun menutup kasar pintu mobil.
Park Young-lee mengangguk. "Ya, Tuan. Miss. Rochester masih di sini."
"Brengsek! Apa yang sebenarnya dia inginkan?"
Se-hun langsung melesat ke dalam, mencari-cari keberadaan Jasmine yang mungkin telah menjelajahi seisi mansion dengan leluasa. Ruang tamu, taman, kolam renang, gadis itu tidak ada di sana. Mungkinkah?
Ternyata benar!
Jasmine berada di kamar Se-hun, duduk di atas ranjang sambil menonton televisi.
Ia tersenyum ketika mendengar derap langkah Se-hun dari ambang pintu. Astaga, Jasmine benar-benar rindu pada Se-hun.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Se-hun berdiri di pinggir ranjang, meraih pergelangan tangan Jasmine dan memaksanya berdiri.
Mendapat perlakuan cukup kasar dari Se-hun rupanya membuat Jasmine geram. Ia tertawa pelan, seolah menyindir yang barusan dilakukan oleh pria itu.
"Kau tidak perlu sekasar itu padaku, Mr. Oh." Jasmine melepaskan tangannya dari genggaman Se-hun, matanya berkilat seolah menyatakan perang. Bukan pada Se-hun, tapi pada perempuan yang telah membuat Se-hun berubah.
Tak ingin kecanggunan semakin berkuasa, Jasmine segera mengambil tas lengannya di atas ranjang. "Aku lapar. Apa kau tidak berniat makan denganku? Ah, tidak. Bagaimana kalau kita minum saja?"
Sebenarnya Se-hun lelah. Ia baru menginjakkan kaki di London tadi siang dan harus segera menghadiri rapat pemegang saham, sampai akhirnya Park Young-lee menelepon, mengatakan Jasmine berada di mansion-nya. Ia butuh istirahat, tapi wanita gila ini tak akan membiarkan Se-hun lepas begitu saja.
Jadi? Tak ada cara lain. Se-hun harus mengiyakan permintaan Jasmine.
Mereka pergi ke sebuah bar, duduk dan saling menuangkan minuman untuk satu sama lain. Keduanya tidak mudah mabuk, meski begitu, Se-hun harus tetap berhati-hati. Sekuat mungkin, ia akan berusaha menahan diri agar tidak kalah daru Jasmine. Terutama, gadis itu pasti berusaha mendapatkan lebih banyak informasi mengenai Hee-ra darinya.
"Ada pertemuan organisasi besok." Jasmine mengawali pembicaraan. "Kurasa kita bisa berangkat bersama."
"Baiklah."
Cuma itu yang Se-hun katakan?
Satu kata saja?
Jasmine tak menyerah, otaknya kembali berputar mencari sesuatu yang bisa dibahas selain duduk dan minum sampai mabuk.
"Bagaimana kabar keluarga palsumu?" Ia menyeringai, sementara Se-hun langsung menengok, tak menyangka kalau Jasmine akan bertanya sefrontal itu.
"Mereka baik-baik saja," jawab Se-hun seadanya, berusaha untuk tidak terlihat panik.
Tapi bukan Jasmine namanya bila kehabisan akal dan tak tahu harus bagaimana. Ia kembali memancing. "Kudengar kau bahagia hidup bersama mereka? Orang tua berusia akhir empat puluhan. Bukankah mereka benar-benar masih muda?"
Dahinya mengerut, ada yang aneh.
Dari mana Jasmine tahu kalau jika orang tuanya berusia akhir empat puluhan? Apa dia sudah mendapat informasi sebanyak itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Salted Wound [Sehun - OC - Kai]
FanfictionLuka yang telah tertanam sedari kecil membuat Se-hun berubah menjadi pembunuh berdarah dingin andalan organisasi. Keputusannya untuk bersandiwara demi menyelakai Hee-ra rupanya berakhir tak sesuai rencana. Entah bagaimana, Se-hun mulai jatuh cinta p...