Seperti yang diperkirakan, malam berjalan lambat hingga pagi menjelang. Lima pria dan seorang wanita yang kini duduk melingkar di meja makan tak berniat mengeluarkan sepatah kata. Berita baiknya, Jong-in sepertinya sudah tidak semarah kemarin malam. Meski ekspresinya masih tegang dan mungkin rasa kesal tetap membara di hati, pria itu tak malu melemparkan senyum pada Hee-ra setelah mendapatkan sarapannya.
Tentu saja perubahan sikap Jong-in membuat Hee-ra bingung. Bagaimana mungkin seseorang bisa berubah begitu cepat? Bukankah kemarin dia begitu marah dan hampir membunuh Se-hun? Lalu kenapa barusan pria itu bersikap seolah tak terjadi apapun?
Mungkinkah karena Royce?
Kalau tidak salah, kemarin dia yang pergi menenangkan Jong-in, sedangkan Se-hun bersama Elliot.
Elliot yang telah menghabiskan makanannya lebih dulu langsung membuka pembicaraan. Ia tidak memandang siapapun, melainkan bertopang dagu dan mengepalkan salah satu tangan.
"Baiklah, aku sudah memutuskan apa yang akan kita lakukan setelah ini." Keningnya mengerut membentuk goresan serius. "Kita kembali ke London dan membuat rencana untuk mencegah sekaligus menangkap Second Seven."
Hee-ra yang merasa tak paham pada arah pembicaraan mereka segera mengeluarkan suara, "Mencegah? Memang apa yang akan dilakukan oleh mereka?"
"Mereka menargetkan Perdana Menteri," sela Se-hun cepat.
"Apa mereka sudah gila?!" Jong-in kelepasan kontrol, ia hampir mendobrak meja. "Membahayakan Perdana Menteri sama saja dengan mengusik keamanan negara."
"Oleh karena itu, kita harus menghentikannya." Elliot berdalih, mungkin setelah ini ia akan menerima protes keras. "Dan aku membutuhkan Se-hun untuk melakukannya."
"Apa?" Hee-ra menggeleng, ia bangkit dari meja makan. "Bukankah perjanjian kalian sebatas mendapatkan data susunan organisasi? Kenapa sekarang Se-hun harus ikut menghentikan Second Seven?" Matanya menyala. Ingin rasanya gadis itu memukul wajah Elliot dan membuatnya kesakitan setengah mati. "Aku tidak akan membiarkan Se-hun mempertaruhkan nyawanya sekali lagi."
Elliot tak terima, ia ikut bangkit dan mengeluarkan argumen, "Apa bedanya? Bahkan jika Se-hun tidak ikut mempertaruhkan nyawanya bersamaku, ia akan tetap dihukum! Kau tahu kan berapa banyak orang yang dia bunuh?"
Brengsek! Jahat sekali mulut pria itu! Tidak bisakah ia sedikit mengerti perasaan Hee-ra?
"Kau tidak bisa lari dari kenyataan, Se-hun harus menerima ganjaran dari perbuatannya," terang Elliot lagi, namun dengan nada yang lebih terkontrol.
Hee-ra terhuyung lemas ke kursi, berusaha menahan emosi yang terus menguat karena ucapan pria itu. Ia mengangkat wajah dan menatap kedua mata Elliot dalam-dalam. "Apakah Se-hun sebegitu tidak pantas untuk hidup di matamu? Kau sudah terlalu larut dalam kebencian! Kau ti—"
Se-hun tak tahan lagi namanya dijadikan perdebatan oleh Hee-ra dan Elliot, ia buru-buru memegang pundak Hee-ra untuk menghentikan perkelahian mereka. Ya, Se-hun memang lemah. Ia sangat lemah. Bahkan Hee-ra yang sekarang membelanya. Ia tak bisa berbuat apa-apa karena kenyataan memang membuktikan bahwa Se-hun bersalah. Elliot hanya memaparkan kebenaran di depan Hee-ra.
Seolah tak mempan, Hee-ra tak berhenti berucap, "Bahkan bila Se-hun hanya seperti sampah bagimu, dia jauh lebih baik karena tak pernah membahayakan orang yang membantunya!"
"Jauh lebih baik dariku? Apa konstribusinya untuk negara? Shin Hee-ra kau seharusnya sa—"
"Hentikan, Elliot!"
Gertakan Royce berhasil menutup mulut Elliot yang mulai tak terkendali dengan rapat. Ia tahu Elliot memang tak begitu menyukai Se-hun karena statusnya sebagai anggota Second Seven. Tapi sadarkah Elliot, tanpa konstribusi Se-hun, mereka tak akan maju secepat ini. Apa yang telah didapatkan Elliot dari penelusurannya? Bukankah hanya kegagalan belaka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Salted Wound [Sehun - OC - Kai]
FanfikceLuka yang telah tertanam sedari kecil membuat Se-hun berubah menjadi pembunuh berdarah dingin andalan organisasi. Keputusannya untuk bersandiwara demi menyelakai Hee-ra rupanya berakhir tak sesuai rencana. Entah bagaimana, Se-hun mulai jatuh cinta p...