Dua jam berlalu sejak hujan mengguyur hampir seluruh bagian kota London. Langit kelam serta gemuruh petir menusuk telinga, seolah merasuki jantung hingga hatinya. Hee-ra duduk di sudut ruangan seorang diri, kedua mata gadis itu memandang miris kakinya yang sulit digerakkan.
Ia tak pernah membayangkan bila sedikit kesalahan saat melakukan gerakkan akan mengakibatkan masalah sebesar. Setengah jam lalu, ketika Hee-ra tengah berlatih untuk mempersiapkan pementasannya Sabtu depan, gadis itu kehilangan keseimbangan, terjatuh, hingga salah satu kakinya terkilir.
Sedih? Tentu saja.
Pentasnya akan digelar sebentar lagi, tapi kakinya malah tak mau diajak berkompromi. Kalau sudah begini, ia bisa apa? Latihannya selama beberapa bulan berakhir percuma karena pada akhirnya Emma menggantikannya.
Meskipun telah mendapat pertolongan pertama setelah terjatuh, tetap saja, bisakah kakinya sembuh dalam seminggu? Mimpinya runtuh begitu saja. Hee-ra tak akan bisa mendengar tepuk tangan bangga dari kedua orang tuanya. Ia harus menunggu tahun depan jika ingin kembali memiliki kesempatan untuk menari di sana, di panggung impian yang telah membuatnya melangkah sejauh ini.
"Shin Hee-ra!"
Teriakan khawatir Jong-in membuatnya menengok. Kini, pria itu tengah menatapnya nanar di ambang pintu bercahayakan sinar temaram. Napasnya tersenggal-senggal, Hee-ra berasumsi jika Jong-in langsung bergegas kemari setelah mendapat kabar mengenai keadaannya.
"Kim Jong-in..." panggil Hee-ra. Kedua ujung bibirnya ditarik bersamaan, berusaha menutupi kesedihan yang tengah ia rasakan.
Jong-in mendekat perlahan, kemudian duduk di samping Hee-ra dan mengusap lembut pipi kanan gadis itu. "Aku akan mengantarmu pulang, kita tinggalkan mobilmu di sini, ya?"
Hee-ra menggeleng cepat. "Tidak, aku masih bisa berjalan dan berkendara." Ia menarik tas lengan di samping dan berusaha bangkit, menahan rasa sakit pada kaki kanan yang terus berdenyut ketika tubuhnya mencoba berdiri.
Baru saja menumpu tubuhnya beberapa detik, Hee-ra megaduh kesakitan dan kembali terhuyung ke lantai. Untungnya, Jong-in lebih tanggap, sebelum Hee-ra terjatuh, ia sudah lebih dulu menggunakan kedua tangan untuk menahan gadis itu.
"Jangan paksakan dirimu, kumohon." Jong-in memindahkan tangan kirinya di antara paha dan betis Hee-ra, lalu menggendongnya.
Tangisannya tanpa bisa ditahan akhirnya pecah, Hee-ra terisak dalam pelukan Jong-in. Hari ini terasa sangat tak adil. Semangat hidupnya hancur begitu saja. Mimpinya lenyap bersama dengan kaki yang kini tak bisa memenuhi keinginannya itu.
"Sekarang bagaimana? Pentas kita akan berlangsung Sabtu depan dan aku malah tak berguna seperti ini..." Isakannya semakin keras, suaranya terpatah-patah. "Aku sudah tak bisa diandalkan lagi, aku tak punya kesempatan untuk tampil sama sekali..."
"Ssstt." Jong-in buru-buru menenangkan Hee-ra. Gadisnya memang telah lama bercita-cita untuk menjadi bintang utama dalam pementasan tari yang rutin diadakan sanggarnya setiap tahun. Bukan pementasan biasa, karena mereka yang datang didominasi oleh kalangan atas serta yang hebat dalam bidangnya.
"Aku yakin kau akan mendapatkan kesempatan lagi." Ia berhenti sebentar dan mengamati keadaan sekitar. "Sekarang kita pulang, kau harus beristirahat agar kakimu cepat pulih, Shin Hee-ra."
Kali ini tidak ada penolakan dari Hee-ra, gadis itu hanya menunduk pasrah dan mengikuti saran Jong-in. Ia meninggalkan mobilnya di sini dan pulang bersama pria itu.
Tidak ada percakapan antara mereka sepanjang jalan. Jong-in bisa memaklumi keadaan Hee-ra. Gadis itu pasti memerlukan waktu untuk bisa menenangkan diri. Lagipula, siapa yang tidak sedih kalau berada di posisi Hee-ra?
KAMU SEDANG MEMBACA
Salted Wound [Sehun - OC - Kai]
Fiksi PenggemarLuka yang telah tertanam sedari kecil membuat Se-hun berubah menjadi pembunuh berdarah dingin andalan organisasi. Keputusannya untuk bersandiwara demi menyelakai Hee-ra rupanya berakhir tak sesuai rencana. Entah bagaimana, Se-hun mulai jatuh cinta p...