Pertama

34 14 14
                                    

Seorang perempuan melangkahkan kaki dengan tergesa menaiki setiap anak tangga. Lantai dua dilewatinya begitu saja, sampai akhirnya ia tiba dilantai teratas gedung. Ia berdiri didepan sebuah pintu, di anak tangga terakhir. Mencoba mengatur nafasnya yang tak beraturan sebelum membuka pintu tersebut.

BRAAKK!!

Suara pintu besi terbanting ke dinding. Sangat keras. Dengan wajah mulai memerah, ia mendekati seorang laki – laki yang sedang duduk diatas bebatuan sisa bangunan gedung. Lelaki dengan celana loreng selutut dan hanya mengenakan kaos tanpa lengan itu kaget bukan main. Tak menyangka ada seseorang yang berani mengganggu waktu santainya.

"Obii!!" Teriak wanita itu. Lelaki yang merasa namanya dipanggil hanya melihat kearah wanita tersebut dengan raut wajah kebingungan.

"Lo tau kan ini udah jam berapa?!"

Jam berapa? Apasih maksudnya? Batin Obi. Dengan rasa tak bersalah, Obi melihat jam tangannya. Pukul 16.30 WIB. Ia melirik kearah wanita yang sedetik tadi meneriakinya. Nafasnya masih terengah – engah. Pakaian wanita itu rapi, sangat rapi. Dengan balutan gaun putih selutut dan rambut yang disanggul berhiaskan jepit permata, melihatkan keindahan dari leher jenjangnya. Pipinya merona karna sentuhan make up tipis, juga bibirnya yang merah lembut merekah bagaikan bunga mawar. Untuk beberapa saat ia terkagum.

"Obiii ! Cepetan ganti baju lo! Lewat dari 10 menit gue bakalan pergi sendiri!"

Astaga! Obi menepuk keningnya, secepat kilat ia turun dari bebatuan dan berlari menuruni tangga menuju kamarnya. Ia baru ingat, hari ini ada janji untuk menemani Yuri ke acara ulangtahun temannya Yuri.

Ketika hendak turun, ia kembali lagi keatas.

"5 menit. Janji", teriak Obi kepada wanita itu. Lalu pergi menuruni tangga.

"Oke." Sahut Yuri datar.

Untuk beberapa saat Yuri berdiri dilantai teratas gedung tempat tinggal Obi. Tempat itu merupakan tempat ternyaman mereka untuk bermain sejak mereka menduduki bangku Sekolah Dasar. Hingga kini, ketika mereka menyandang status sebagai siswa SMA, tempat itu masih menjadi tempat favorit Obi untuk menghabiskan waktu. Pemandangan diatas gedung sungguh indah. Langit biru yang membentang menjadi sesuatu yang sangat disukai Yuri dan Obi. Meskipun tidak jauh dari sana ada taman dengan pondok yang tentunya lebih nyaman digunakan untuk bersantai, tapi mereka lebih menyukai duduk diatas batu - batu.

Yuri masih ingat, ketika dulu ia menangis karena dimarahi oleh papa disebabkan ia tidak mau merapikan buku - buku yang berantakan, ia segera berlari ke gang depan rumah dan meneriaki nama Obi dari bawah gedung. Lalu Obi, yang saat itu tinggi badannya masih dibawah Yuri, membukakan pintu belakang dan tersenyum kepadanya. Mengajak Yuri masuk, menaiki tangga didalam rumah, dan menghabiskan waktu bersama diatas gedung sambil memandang langit yang berawan. Obi selalu menjadi tempat ternyamannya, selalu menjadi tempat terhangatnya. Bahkan sampai saat ini pun ia masih merasakan hal itu pada diri Obi.

Tututut.. Handphone Yuri bergetar.

From : Obi

Gue udah siap. Sampai kapan lo mau disana?

***

Yuri menatap jalanan Kota Duri dari balik jendela Hyundai milik Obi, tak menyangka akan pulang semalam ini. Pukul 8 malam dan jalanan macet. Tidak seperti biasa.

Di seberang jalan, Yuri melihat pedagang asongan yang menawarkan dagangannya kepada pengendara motor, tapi pengendara motor itu lewat saja seakan tidak mengakui keberadaan si pedagang tadi. Bermodalkan beberapa bungkus rokok dan kacang goreng harga seribuan, ia berkeliling kesana kemari. Padahal sedang gerimis, tapi si pedagang tidak gentar untuk mengais rezeki, ia seperti tidak takut bila rintik - rintik hujan itu menusuk tubuhnya dan mungkin akan melemahkan sistem imunnya, membuat ia akan terkulai lemas keesokan hari karena dilanda demam. Demi rezeki yang halal.

Absolutely YouWhere stories live. Discover now