Menjenguk

8 1 0
                                        

Yuri duduk, memandang langit di balik dinding kaca di hadapannya, di sampingnya ada Mia dan Kaila, sedang memesan minuman dan cemilan. Yuri menghela napas dalam, sesekali memerhatikan pergerakan awan kecil yang tertiup angin, menyusuri gedung – gedung tinggi, sesekali awan itu menghilang dari balik gedung. Pikirannya kembali melayang dengan kejadian beberapa hari lalu, ketika ia bersama Obi datang menemui ayah Obi yang sedang dirawat di Rumah Sakit.

Yuri masih tidak menyangka, Om Sutomo dengan usianya yang masih muda, kini terkulai di sebuah kamar rumah sakit. Rasanya baru kemarin Yuri berbincang – bincang dengan ayah Obi, sosoknya tampak kuat dan sangat sehat. Siapapun yang pernah bertemu dengan sosok itu, pasti juga tak akan menyangka bahwa beliau mengidap penyakit akut.

"Yuri, lo mau apa?" suara Kaila menyadarkan Yuri dari lamunannya.

"Coklat panas aja," Yuri menjawab datar, kembali mengedarkan pandangan ke langit biru. Pelayan itu segera mencatat dan mengulang kembali pesanan mereka, lalu beranjak meninggalkan meja Yuri, Mia dan Kaila.

"Ada apa?" Mia melihat Yuri  sejak tadi tidak berhenti menatap langit. Rasa penasarannya timbul

Yuri tersenyum getir menatap Mia, "Mi, lo tau gak?"

"Tau apa?" tanya Mia penasaran.

Yuri diam, menatap Kaila dan Mia bergantian. Kaila dan Mia yang ditatap begitu menjadi heran.

"Lo kenapa, sih? Kadang senyum – senyum gak jelas, kadang sedih tiba – tiba. Se-unik itu ya Dylan?" terang Kaila tanpa basa – basi.  Yuri tertegun. "Emangnya gue se-aneh itu?"

"Iya, lo jadi aneh akhir – akhir ini." Tambah Mia menyetujui.

"Gue senang karena Dylan selalu bisa ngasih gue kejutan – kejutan kecil, gue senang dia selalu ada untuk gue.." Yuri memberi jeda, agak ragu melanjutkan kalimatnya.

"Terus?"

"Tapi gue juga sedih, bukan karena Dylan."

"Terus karena apa?" tanya Kaila hati – hati. Yuri menghela napas panjang, "Gue sedih, ayahnya Obi masuk rumah sakit."

Mia dan Kaila menganga kaget, "masuk rumah sakit? Karena apa?" Kaila dan Mia pernah bertemu dengan ayah Obi ketika malam mereka mengadakan pesta di atas gedung rumah Obi, dan menurut mereka, ayah Obi masih muda dan sangat sehat. Penyakit apa yang membuat beliau harus dirawat di rumah sakit?

Yuri bergeming, tampak ragu mengungkapkan.

"Ayah Obi ada riwayat penyakit jantung." Ucap Yuri berat, kemudian meminum minumannya yang baru saja diantar oleh pelayan café. Kaila dan Mia masih diam, sedikit terkejut dengan pernyataan Yuri.

Untuk beberapa saat tidak ada yang bicara. Mereka menyeruput minuman dalam keadaan hening. Terutama Kaila, sedari tadi ia melihat gestur Yuri yang tak biasa, seakan menyembunyikan sesuatu yang berat untuk diungkap. Kaila membelai pelan punggung Yuri, tersenyum ramah ketika Yuri menatap matanya.

"Hubungan lo sama Obi baik – baik aja, kan? Pasti sekarang dia benar – benar sedih." Ucap Kaila.

Yuri terhenyak, sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu Obi, berkirim pesan juga tak pernah. Bahkan mobil Obi juga tak pernah nampak terparkir di depan rumah, rumah itu selalu terlihat sepi dan kosong tiap kali Yuri melewati tempat itu. Mungkin Yuri harus menjenguk Om Tomo lagi, barangkali Obi ada di sana.

Yuri menatap datar Kaila, kemudian tersenyum penuh arti "Lo temanin gue ya, Kai?"

***

"Beneran nih? Gue merinding, Kai." Mia yang sejak tadi merangkul erat tangan Kaila tidak henti – hentinya mengeluh. Membuat kedua sahabatnya geleng – geleng kepala.

"Tadi kan gue udah ingatin, lo yakin mau ikut kita?" ucap Kaila mencoba melepaskan rangkulan Mia yang semakin mereka melangkahkan kaki memasuki ruangan;semakin erat dan membuat Kaila meringis.

"Gue kan pengen ikut juga!" bentak Mia tak mau kalah. Mia sadar betul ketakutan terbesarnya adalah rumah sakit, ia tidak suka mencium bau obat – obatan, apalagi melihat darah. Tapi demi Yuri, juga Obi, ia harus melawan rasa takut dan ngerinya itu. Dengan segenap keberanian yang ia punya, ia memutuskan untuk ikut bersama Yuri dan Kaila, ke tempat ini.

"Ya ya terserah deh. Makanya jangan ngeluh terus. Ruangannya yang mana, Yur?"

Dengan sebuket bunga, Yuri melangkah tanpa ragu memasuki lorong rumah sakit yang terlihat sangat menakutkan bagi Mia. Langkahnya terhenti tepat di sebuah pintu kamar. Tepat ketika ia hendak membuka pintu, gagang pintu itu bergerak dan pintu terbuka dari dalam. Terlihat bayangan sosok tante Maria berdiri di sana.

Maria dan Yuri sama kagetnya, kemudian mereka tertawa saling memerhatikan satu sama lain. "Yuri? Kapan kamu berdiri di situ? Bikin tante kaget saja." Ucap Maria seraya memberi senyum. Yuri menjadi canggung, "barusan kok, tante. Yuri sama teman – teman mau jenguk om Tomo."

Maria sangat senang melihat Yuri dan teman – temannya, ia mempersilahkan mereka masuk yang di balas dengan anggukan dari Yuri, Mia dan Kaila.

Di dalam kamar itu, Yuri melihat Om Tomo yang masih terbaring menutup mata, sedang tertidur. Yuri juga bisa melihat raut wajah sedih dari tante Maria, yang sebisa mungkin ia tutupi dengan senyum. Meskipun tante Maria terlihat bahagia dengan kedatangan Yuri, tak bisa dipungkiri bahwa sesungguhnya ia menyimpan kesedihan yang amat dalam. Hal itu terlihat jelas dari sorot mata dan garis- garis lelah yang mulai terbentuk dibawah kelopak mata wanita itu. Tubuh Maria juga terlihat semakin kurus dengan menampakkan tulang – tulang selangka yang terbentuk begitu jelas.

"Gimana keadaan Om Tomo, tante?" tanya Yuri hati – hati, setelah meletakkan buket bunga di atas meja.

Maria tercenung, ragu untuk berbicara, "udah mulai membaik. Tadi juga udah mau makan. Ngomong – ngomong, kamu enggak sama Obi?"

Yuri tersentak mendengar pertanyaan Maria, "Mm.. enggak, tante." ada sebentuk ragu dalam nada suaranya.

Maria mengangguk, mungkin lagi sama Dion atau Dewa, pikirnya. Ia kembali tersenyum dan mengajak Yuri, Mia dan Kaila untuk mengobrol. Tentang om Tomo, tentang sekolah mereka, tentang klub basket Obi, dan masih banyak lagi. Hingga akhirnya percakapan itu ditutup dengan canda tawa dari mereka.

Absolutely YouWhere stories live. Discover now