Dilema

15 6 1
                                    

Shit! Obi benar – benar kesal. Ia membanting tas sekolahnya ke atas kasur lalu menghempaskan badan disana. Ini sudah hampir seminggu Yuri mendiamkannya. Di sekolah juga Yuri selalu menghindar dengan berbagai alasan. Obi mengerti bahwa teman Yuri bukan hanya ia, tapi ia tidak habis pikir, kenapa hanya dia yang diasingkan.

Hari ini Obi datang ke aula tempat dimana Mia latihan menari, dan Yuri juga berada disana. Ketika Obi duduk dan mulai angkat bicara, Yuri malah pergi. Obi ingin menanyakan hal ini kepada Kaila, tapi Kaila selalu bersama Yuri. Begitupun dengan Mia. Pesan – pesan yang dikirim Obi kepada Yuri hanya dibalas singkat tanpa keterangan yang jelas, telepon Obi juga jarang diangkat. Setiap kali Obi mendatangi rumah Yuri, Yuri tidak pernah ada di rumah. Padahal pertandingan basket seminggu lagi, dan ia ingin Yuri ada disana untuk menyaksikannya.

Obi menggenggam secarik kertas yang berisi jadwal pertandingan basket yang akan diikutinya, bermaksud memberikan kertas itu kepada Yuri, tapi hari ini ia masih belum bisa bertemu dengan sahabatnya itu. Ingin rasanya ia meremas dan menghancurkan kertas itu berkeping – keping, tapi merasa sayang karena ia masih menyimpan niat untuk memberikannya kepada Yuri.

Obi mengambil telepon genggamnya, mengetik suatu pesan, tapi pada akhirnya ia menghapus lagi pesan itu dan menjauhkan ponselnya. Obi mengacak – acak rambutnya, pikirannya saat ini benar – benar kacau. Ini kali pertama Yuri menjauhinya seperti ini.

Menatap langit – langit kamar dengan tatapan kosong, ia kembali mengambil ponsel. Mungkin emang gue yang salah, pikir Obi. Ia membuka kontak, mencari nomor telepon Yuri disana lalu menekan option panggil. Setelah beberapa detik menunggu, akhirnya telepon diangkat oleh seseorang diseberang.

"Halo?" Suara Yuri diseberang menjawab panggilan Obi.

Obi bangkit dari tidurnya lalu duduk bersandar kedinding diatas kasur.

"Ntar malam kerumah ya, gue mau ngomong. Penting." Obi bicara tanpa basa – basi lagi. Ia ingin segera menyelesaikan masalah ini.

"Ntar malam gue mau pergi ma Mia Kaila." Jawab Yuri singkat.

Huh. Mia lagi, Kaila lagi. Gue kapan? Obi benar – benar kesal. Tapi sebisa mungkin ia menahan kekesalannya karena itu akan berdampak buruk pada hubungannya dan Yuri.

"Sekali aja, habis itu gue gak  ganggu lagi." Pinta Obi agak memelas. Untuk beberapa saat hening.

"Iyadeh, ntar gue usahain."

CLIK.

Yuri menutup telepon sebelum sempat Obi mengatakan terimakasih. Obi bengong menatap layar handphone itu. Ingin sekali rasanya ia melahap ponsel yang berada digenggamannya, tapi ia tahu bahwa ponsel bukanlah sesuatu yang baik untuk dimakan. Alhasil ia hanya melemparnya ke ujung kasur. Obi benar – benar geram, mengepal kuat kedua tangan dan menunduk lesu.

"Obii!!" Terdengar suara Maria memanggil anaknya dari luar kamar.

Maria mengetuk pintu kamar Obi, lalu membuka gagang pintu. Ia melihat sosok anak laki – lakinya tampak uring – uringan, seperti ada badai besar yang sedang menimpanya.

"Ada apa, bu?" Tanya Obi lalu berpindah duduk ke tepi kasur.

Maria tersenyum lalu duduk disamping anaknya. Memerhatikan keadaan kamar Obi yang mulai berantakan karena selama beberapa minggu ini Obi sibuk latihan dan jarang membereskan kamarnya. Di atas karpet ada tumpukan baju, tidak jauh dari sana ada stik ps yang masih berserakan meskipun sudah tidak dimainkan. Sprei kamar Obi juga berantakan, bahkan guling saja sudah berada didepan pintu kamar. Maria hanya geleng – geleng kepala melihat itu.

"Maaf bu, Obi belum sempat beresin kamar." Jujur Obi, seakan tahu apa yang tengah dipikirkan oleh ibunya, karena dari tadi Maria hanya memperhatikan keadaan kamar Obi.

Absolutely YouWhere stories live. Discover now