Yuri duduk manis di kursi mobil, dengan setelan hitam putih. Ia merasa canggung berada di samping Dylan saat ini, untuk beberapa hari Yuri merasa kehilangan sosok Dylan, tapi kini, Dylan ada di sebelahnya, tengah duduk di balik kemudi. Berkali – kali Yuri mengingatkan diri bahwa laki – laki yang ada di sampingnya saat ini adalah Dylan miliknya, bukan orang lain. Tapi Yuri tidak bisa menepis perasaan anehnya. Penampilan Dylan berubah, dimulai dari gaya rambutnya yang baru siap pangkas, kemeja coklatnya, tak biasanya Dylan mengenakan kemeja ketika pergi bersamanya, lalu aroma parfum yang telah berganti. Tidak seperti terakhir kali ia bertemu dengan laki-laki itu.
"Kenapa?" Tanya Dylan mengagetkan Yuri dari pemikirannya. Yuri tersenyum kaku, "Engga kenapa – napa, kok."
Dylan dengan kening berkerut terus melajukan mobil menuju sebuah resto mewah. Untuk sesaat Yuri sedikit keheranan dan bertanya – tanya;mengapa Dylan memasuki area ini. Dylan menghentikan mobilnya di pelataran parkir resto, mematikan mesin mobil lalu membuka seat belt. Yuri masih bengong.
"Kita udah sampai" ujar Dylan sembari tersenyum kepada Yuri. Dylan berjalan keluar dan membukakan pintu untuk Yuri. Yuri yang terlena langsung sadar diri dan keluar dari mobil. Sembari mengikuti langkah Dylan yang kini menggenggam tangannya.
***
"Makanannya enggak enak ya?" Dylan bertanya kepada Yuri yang terlihat tidak bernafsu ketika baru melahap sepotong daging kemulutnya, setelah itu tidak berhenti memainkan sendok tanpa mau mencicipinya lagi.
"Enak, kok" jawab Yuri sembari tersenyum. "Kalau enak, kenapa ga dimakan?". Yuri salah tingkah, mungkin gelisahnya sudah mulai terbaca.
"Makanannya terlihat cantik, sayang kalo dimakan" Yuri malah menjawab asal, kemudian merutuk dalam hati, dari semua alasan yang ada, kenapa malah kalimat itu yang terlontar dari mulutnya. Dylan menggeleng sambil tersenyum mendengar jawaban Yuri, lalu membersihkan mulut dengan serbet.
"Yuri, makanan itu ada untuk dimakan. Kalau gak dimakan, dia bisa sedih. Kesannya kita gak menghargai kehadiran dia" Dylan menjelaskan. Yuri tertegun.
"Sama halnya kayak aku. Aku ada di sini untuk kamu. Aku bisa sedih kalau kamu gak mau menikmati waktu kamu bareng aku" tambah Dylan lagi, kali ini Yuri menatap mata Dylan lekat, memperhatikan garis wajahnya yang tegas dan tatapannya yang tajam. Yuri menjadi canggung mendapati dirinya yang memang benar, tidak bisa menghargai waktu bersama Dylan. Padahal mereka sudah beberapa hari tidak bertemu, dan kini ia malah tidak memedulikan Dylan meskipun Dylan sudah ada di hadapannya.
"Maaf, ya. Aku sedang kepikiran sesuatu"
"Kepikiran apa?"
Yuri ragu untuk mengatakan kekalutannya akhir – akhir ini, "Engga ada apa –apa kok", Yuri berbohong.
Dylan menghela napas, ia tak habis pikir apa yang terjadi dengan Yuri, Yuri periangnya kini telah berubah menjadi Yuri yang banyak diam.
"Yuri, aku ini siapanya kamu?" tanya Dylan lagi. Yuri mengernyit, mengapa Dylan menanyakannya sesuatu yang ia sendiri tahu jawabannya.
"Kamu pacar aku" Yuri menjawab sekenanya. Dylan tersenyum penuh arti.
"Kalau gitu, kamu seharusnya cerita sama aku. Jangan dipendam sendiri. Apa artinya aku kalau kamu masih nganggap aku orang lain?" Sekali lagi, Yuri tertegun lalu menelan ludah. Dengan hati – hati ia menatap Dylan dan mulai mengatakan apa yang sedari tadi ia pendam.
"Aku kangen kamu, Dylan." Ucap Yuri lirih.
"Aku udah disini."
"Tapi kamu yang di sini beda, ga kayak Dylan yang aku kenal. Kamu juga sering ngilang, bikin aku khawatir tiap saat." Yuri menceritakan segala keluh kesahnya dengan dada yang terasa sesak. Dylan diam tak menjawab, matanya berkedip beberapa kali melihat Yuri yang terlihat menderita.
YOU ARE READING
Absolutely You
Teen FictionSahabat adalah orang yang selalu ada, dimanapun dan kapanpun. Sahabat adalah orang yang selalu menyisihkan waktu hanya untuk mendengar segala keluh kesahmu; tentang hidup, tentang keluarga, atau pula tentang cinta. Tapi, apa jadinya jika orang yang...