Thanks rain, I'm lucky

8 0 0
                                    

"Dion!"

Yuri meneriaki Dion yang tengah latihan di lapangan, sontak bukan hanya Dion, teman – temannya pun menoleh kearah Yuri yang melambaikan tangan meminta Dion untuk menemuinya.

"Ada apa?" Dion bertanya dengan napas sedikit terengah. Latihan mereka otomatis terhenti. Yuri sedikit tersenyum merasa bersalah telah mengganggu waktu latihan mereka.

"Obi kemana?" Tanya Yuri setelah Dion sudah mengatur napas dengan tenang.

"Engga masuk" jawab Dion singkat. "Dia sakit, kemarin juga pucat. Tapi tenang aja, udah diperiksa kedokter kok. Cuma perlu istirahat aja." Tambah Dion, Yuri yang awalnya kaget langsung lega mendengarnya. Obi sakit? Kenapa dia engga pernah ngabarin gue?

"Udah berapa hari sakitnya?"

"Dua hari. Lo engga tau?" Dion bertanya hati – hati. Yuri bungkam, merasa gelisah juga bersalah. Ia sudah dengar cerita tentang kepergian tante Maria dari mamanya beberapa hari yang lalu, tapi sampai sekarang ia masih belum bertemu dengan sahabatnya itu.

"Dion, gue pengen ngomong. Kapan lo ada waktu?" Dion berpikir sejenak mengingat hari ini aktivitasnya sangat padat.

"Pulang sekolah nanti deh ya. Sebelum latihan. Gue mau lanjut dulu, ga apa?" Yuri setuju dan mengucapkan terimakasih kepada Dion.

"Yuri!!" Tiba – tiba terdengar suara perempuan memanggilnya dari kejauhan. Yuri menoleh kearah datangnya suara dan mendapati bu Merry tengah melambaikan tangan kepadanya.

"Ada apa, buk?" Tanya Yuri setelah sampai di depan pintu kantor tempat bu Merry berada.

"Begini, kita ngomong di dalam aja yuk. Biar adem." Sahut bu Merry. Yuri masih bertanya – tanya, ada gerangan apa bu Merry memanggilnya?

"Ibuk mau kamu jadi tokoh utamanya." Ucap bu Merry lalu duduk di kursinya, Yuri yang hendak duduk sontak kaget mendengar kata – kata bu Merry. "Maksudnya, buk?" Tanya Yuri was – was.

"Begini, ibuk mau kamu jadi pemeran utama untuk drama yang akan dipentaskan saat acara perpisahan anak – anak kelas XII nanti. Kamu mau kan?" Yuri ternganga lebar mendengar pernyataan guru keseniannya itu, "Kenapa harus Yuri, buk?"

"Karena kamu lebih bisa megang peran ini. Dan kami semua sudah sepakat kamu yang akan memainkannya." Merry sedikit menekan dipenghujung kalimatnya, membuat Yuri menelan ludah. Ia meyakini ini adalah keputusan mutlak dari bu Merry yang sudah jelas tidak bisa diganggu gugat. Dengan sedikit kalut Yuri meng-iya-kan.

"Ngomong – ngomong, ceritanya tentang apa, bu?"

Merry berpikir sejenak, "Hmm.. Putri Salju." Yuri terperangah. Putri Salju? Seumur – umur ia belum pernah memainkan peran sebagai seorang putri. Ia membayangkan jika nanti malah akan mengacaukan perannya.

"Yang ada kurcacinya itu, bu?"

"Iya, yang ada penyihir dan pangerannya juga."

"Yang jadi penyihirnya siapa, bu?

"Laura, anak kelas XI Ips 1." Ips 1? Kelas Obi dong, batin Yuri.

"Terus yang jadi pangerannya siapa?" Yuri bertanya terus dengan tidak sabar.

"Ntar ibuk cari orang yang cocok buat main sama kamu. Yang jelas, kalau naskahnya udah ada, ibuk kabarin kamu lagi." Bu Merry menjelaskan. Kali ini Yuri tak bertanya lagi.

"Iyadeh bu." Yuri mengangguk mengerti, kemudian beranjak pergi keluar dari ruangan itu ketika bu Merry mengizinkannya untuk kembali ke kelas.

***

Absolutely YouWhere stories live. Discover now