Terik mentari mulai menerobos jendela kamar Nayla.
Ia masih bersembunyi dibalik selimut tebalnya.Tok! tok! tok!!
Suara ketukan pintu berkali-kali terdengar, kini tubuhnya terbangun dari tidur dan membuka lebar jendela kamarnya.
Tok! tok!!
"Iya bi, Nayla udah bangun"
Teriak Nayla sembari mengucek matanya."Nay?"
"....."
"Nayla?"
"....."
"Nayyyy?"
Suara yg terasa familiar itu berkali-kali memanggilnya.
Karena merasa risih ia pun membuka pintu kamarnya."Nay? Kamu masih marah sama Mamah?"
"Sedikit"
"Yaudah sarapan yuk"
Tanpa berniat menjawab Nayla berjalan mendahului Mamahnya.
#
"Sejak kapan papah pisahan sama Tante girang itu?"
Tanya Nayla pada Papahnya."Uhuk!"
"Minum dulu pah. Nayla, kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu?" Kata Mamah balik bertanya.
"Aku cuma nanya, gak salah kan?"
"Enggak kok sayang, kamu tau dari mana nak? Papah kan belom ngomongin ini ke kamu"
Selak Papah."Tau dari kak Louis kakaknya Lexa. Papah kenapa gak ngomong dari awal? Papah seneng dikasarin Nayla?"
Tanya Nayla lagi. Kali ini matanya mulai berkaca-kaca."Karna kamu gak pernah percaya omongan papah. Kamu yang bilang sendiri kalo kamu alergi pembohong kayak papah ini kan? Bukannya kamu punya prinsip buat gak percaya omongan orang yang udah pernah bohongin kamu, karna sekali pembohong akan tetap pembohong kan nak?"
Tukas Papah dengan nada gemetar.Nayla tak lagi bisa membendung air matanya, ia memeluk Papahnya erat, pelukannya turun hingga mencium kaki Papahnya.
"Cukup nak, Papah gak pernah marah sama kamu, udah sayang jangan nangis, papah gak suka kamu nangis"
Ucap Papah mengelus punggung Nayla.Mamah tersenyum haru melihatnya.
"Mah, Pah? Maafin Nayla, Nayla kurangajar"
"Enggak sayang, kamu anak baik kok. Ayo sekarang kita lanjutin sarapannya"
Ucap Mamah tersenyum lembut.Kehangatan yang telah lama dirindukan akhirnya datang kembali.
#
"Duhh.. Gak ada angkot lewat, bisa lumutan kalo gini terus!" Celoteh Dira melihat kiri dan kanan jalan.
Ia berada dipinggir jalan dengan menenteng sejumlah sayuran.
Saat ini Dira tinggal di rumah lama nya, Neneknya datang dari tanah sunda untuk mengunjunginya.
Karena kejadian lampau, ayah Dira kini mendekap di balik jeruji besi."Hey Dir!" Sapa seorang lelaki berlari kecil menghampiri Dira.
"Eh kak Louis. Ngapain disini?"
"Gue yang seharusnya nanya begitu. Lu ngapain disini?"
"Oh hahaha iya juga ya. Eum... Nunggu angkot lewat kak, mau ke pangkalan ojek tapi masih jauh dari sini"