Enjoying to read :)
Agatha mendengus kesal, menunggu pak Danang yang belum juga menjemputnya. Kakinya mengetuk-ngetuk tanah tanda tak sabar. Matanya melirik-lirik ke arah jam tangannya. Sudah dua jam, batang hidung pak Danang belum kelihatan juga. Lama-kelamaan Agatha bisa lumutan karena terlalu lama menunggu.
"Duh! Bisa lumutan nih kalo nunggunya dua jam! Pak Danang kemana si?" Sungut Agatha dengan kepala mendidih.
Punggungnya disenderkan lagi dikursi halte. Meniup rambut yang hinggap didahinya karena tertiup angin. Bibirnya mengerucut sebal.
"Aargghh!!! Kalo gue Doo Bong Soon, udah gue berantakin nih tempat!" Ucap Agatha mulai menendang saka halte.
Mulutnya miring ke kiri dan ke kanan. Dadanya kembang kempis. Matanya menyorot tajam, telapak tangannya sudah mengepal.
"Aaarrgghh! Song Joong-Ki dimana kamuuuu...?" Teriak Agatha.
"Bego!"
Pun Agatha menatap si empu suara dengan sengit "Apa si lo! Ganggu hidup orang aja!"
Lelaki itu melepas pelindung kepalanya, menatap gadis didepannya datar "Naik!" Alih-alih meladeni ucapan Agatha, dia malah membuat emosi Agatha bertambah.
Agatha berdecih "Gak!" Ketusnya.
"Kita gak punya banyak waktu" Lanjut cowok dengan rambut ala artis dari negri Ginseng.
Kita. Sejak kapan orang itu menggunakan kalimat itu lagi. Yang pasti, sejak sekarang. Buktinya, dia menyebutkan nama kita , padahal mereka tak memiliki hubungan apapun.
"Itu pun kalo lo mau selamat." lanjutnya membuat Agatha bergidik ngeri.
"Lo ngomong apa si! To the poin aja apa susahnya?!" Suara Agatha masih terdegar ketus.
Laki-laki itu mengambil nafasnya, sabar menghadapi Agatha yang sudah berubah sempat kejadian dua tahun lalu.
"Ada anak tawuran." Mata coklatnya menatap intens Agatha.
Diam-diam Agatha salting karena ditatap seperti itu. Tapi karena Agatha tak mau di cap sebagai cewek yang pertahanannya roboh, pun Agatha melirikkan matanya ke arah berlawanan dari arah rumahnya. Lebih tepatnya, Agatha memutuskan kontak mata itu.
Karena, jika Agatha terlalu lama menatap mata coklat cowok itu, sama saja dia sedang membuka luka lama. Dan Agatha tak mau itu terjadi.
"Naik atau gue tinggal?" Tanya cowok itu lagi.
Sontak Agatha menatap mata itu lagi. Tapi kali ini Agatha diam tak menjawab.
"Gue cuman kasih dua pertanyaan. Ya atau gak?" Suara cowok itu terdengar lebih tegas dari tadi, bahkan sudah naik satu oktaf.
Kemudian cowok itu mengulurkan helmnya ke Agatha yang diam. Gadis itu menggigit pipi dalamnya. Matanya bergerak ke atas ke bawah ke kanan ke kiri pertanda bingung.
"Gak." Kalimat itu terucap begitu saja, padahal dalam hatinya ia ingin cepat pulang ke rumah.
Cowok itu tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala tanda mengerti "Ok." menaruh kembali helm itu ketempatnya dan memasangkan pelindung kepalanya kembali.
Mata Agatha mengerjap tak percaya, cowok itu menyerah membujuknya. Agatha semakin geram sendiri, lalu memalingkan wajahnya. Begitu memalingkan wajahnya, tubuh Agatha menegang, matanya membulat sempurna, ujung roknya di remas kuat-kuat.
Reflek Agatha menatap cowok yang sedang mengaitkan kunci helmnya. Tangannya terulur mengambil pelindung kepala itu. Bukan. Bukan di kepala cowok itu, melainkan pelindung kepala didepan cowok itu duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agatha
Teen Fiction"AWAS NABRAK MANTAN!!" Setidaknya peringatan itu yang harus Agatha waspadai ketika ia berlari atau berjalan di belokan lorong kelas. Pasalnya ia selalu menabrak Alga Afandi yang profesinya adalah mantan Agatha. "Lo ngode banget buat balikan ya Tha?"...