17. Pacar?

799 29 0
                                    

Agatha keluar dari gerbang, bersamaan dengan dirinya melangkah ke halte suara motor mendekat. Agatha berhenti, menebak jika cowok itu adalah sosok yang pak Didi laporkan.

Cowok itu membuka pelindung kepalanya. Tersenyum ramah menyapa Agatha. Agatha balik menyapa.

"Agatha?" Agatha mengangguk. Cowok itu menunjukkan dirinya, "Lo inget gue?" Agatha memang sedaritadi sedang berfikir siapa cowok di depannya, mukanya familiar.

Satu menit setelahnya, "Oh lo yang ngantar gue ke rumah sakit kan?" Cowok itu tertawa melihat tingkah Agatha, pasalnya gadis itu bertingkah kagum.

"Tiga bulan lalu. Iya gue inget. Apa kabar?" Agatha memukul lengan cowok itu,cara ahar mengenal lebih dekat agar menambah teman.

"Gue baik. Lo sendiri?" Cowok itu masih dengan tawanya. Agatha mengangguk, "Baik juga."

Cowok itu mengulurkan helm ke Agatha. "Karna lo udah tau gue orang baik, temenin gue makan." Agatha mengambilnya dan mencibir, "Mentang-mentang gue artis ya kan?" Cowok itu tergelak.

"Iya deh biar cepet." Agatha menaiki motornya dan cowok itu melajukan motornya ke kafe dekat SMA Cendrawasih.

"Btw nama lo siapa?" Tanya Agatha ketika di pintu kafe.

"Ternyata lo kepo juga sama nama gue." Agatha mendengus, "Ya terserah lo si." Agatha mengambil tempat duduk di dekat jendela.

"Gue Gilang." Cowok itu mengangkat tangannya memanggil waitress. Memesan satu kopi Mocca dan Ameeicano pesanan Agatha.

Sambil menunggu pesanan mereka bercakap. "Muka lo khawatir banget, siapa yang sakit waktu itu?"

"Bunda gue." Gilang mengangguk, "Bunda lo sekarang apa kabar?"

"Masih sama belum ada perubahan." Gilang menyerngit, "Bunda lo sakit apa? Kalo boleh tau."

"Kecelakaan bukan sakit." Bersamaan dengan itu pesanan mereka datang. Pun Gilang memesan dua roti ukuran besar dengan isi coklat.

Pun Agatha langsung memakannya lahap, seperti biasa. Gilang terkekeh  melihat cara makan Agatha. Gilang berfikir jika Agatha beda dengan gadis yang ia kenal selama ini, bahkan baru saja bertemu, Gilang sudah merasa berbeda dengan perasannya, rasa yang ia tak pernah alami bersama dengan Arin, pacarnya.

"Mau lagi rotinya?" Agatha mengerjap, jika dengan Alga, cowok itu akan memesan satu atau dua roti lagi untuk Agatha tanpa gadis itu minta.

"Gak deh. Takut uang lo kurang." Tawa Gilang meledak, "Santai aja, mba roti pisang satu."

Gilang merogoh saku jaketnya, mencari benda yang hendak ia kembalikan. Tapi nihil, benda itu tertinggal di laci kamarnya. Gilang baru ingat jika jaketnya baru dicuci kemarin.

Mungkin ini adalah pertanda untuk bertemu dengan Agatha lagi. Setelah jam berjalan di titik tiga, mereka balik. Gilang mengantar Agatha ke rumah.

"Di rumah ada siapa Tha?" Saat mereka di depan gerbang rumah dengan ukuran lumayan besar dengan cat warna coklat kopi dan merah hati juga dipadukan dengan warna hitam netral.

"Pak Danang sama mbok Ratih."

"Bokap lo?" Agatha mengerjap, "Ayah kerja." Gilang mengangguk lalu berpamitan dan meninggalkan Agatha.

Agatha memasuki halaman rumah, baru saja membuka pintu depan, suara klakson motor terdengar. Pemilik motor ninja warna hijau mengkilap yang Agatha kenal lewat plat nomor milik Alga.

Cowok itu melepaskan helmnya dan turun dari motornya, menghampiri Agatha. Cowok itu mengenakan jaket abu-abu dicampur warna hitam, dan celana abu-abu, dapat Agatha tebak jika Alga baru pulang sekolah.

AgathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang