PART 5

8.3K 1K 120
                                    

"Mau mencobanya, Jimin-sshi?" katanya. Kini mata Jungkook menatap lekat pada mata Jimin. "Kita lihat apa aku payah dalam hal berciuman atau tidak."

Jimin menelan salivanya dengan susah. Tatapan pria di sampingnya begitu serius. Tapi logikanya berusaha menyadarkan, tidak mungkin Jungkook 'seperti itu'. Ya, maksud Jimin pria 'seperti itu'. Ia pernah melihat Jungkook bersama wanita di restoran Itali saat ia pertama kali bertemu dengannya, jadi Jungkook tidak 'seperti itu'.

"Aha..ahahaha... Kau bisa bercanda juga... Ahaha.." kata Jimin akhirnya dengan tawa yang dipaksakan.
Sedangkan Jungkook masih menatap Jimin lekat, sampai akhirnya ia tersenyum dan memalingkan wajahnya dari pria itu, menatap jalanan basah di depan.

"Aku sudah lebih baik sekarang. Aku akan mengantarkanmu pulang." Lalu menyalakan mesin mobilnya dan menyetir dalam diam.

Jimin masih merasa canggung. Ia sendiri juga tidak tau kenapa begitu, tapi perkataan Jungkook tentang ciuman membuat jantungnya berdetak tidak normal. Sebenarnya akan baik-baik saja jika Jungkook tidak menatapnya dengan serius. Ya, itu karena tatapan mata dari pria di sampingnya.

"Boleh aku meminta nomor ponselmu?"

Jimin menoleh, "Nomorku?"

Jungkook mengangguk, "Aku tidak pernah menceritakan masalah keluargaku pada siapapun. Tapi entah kenapa kau bisa membuatku mengatakannya. Jadi kupikir kita bisa dekat...ah, maksudku kita bisa berteman baik."

"Ya, ya... Tentu saja." Jimin mengeluarkan ponselnya dari dalam tas yang ia pangku sejak tadi. "Berapa nomormu? Kau sedang menyetir sekarang, jadi biar aku yang akan menghubungimu."
Jungkook pun menyebutkan nomornya, lalu Jimin segera menghubungi nomor itu. Ada getaran dari dalam saku celana pria di sampingnya, menandakan nomornya telah masuk ke ponsel Jungkook.

"Terima kasih. Dan juga aku minta maaf."

"Minta maaf?" Jimin merasa bingung dengan maksud perkataan Jungkook.

"Aku hanya ingin minta maaf. Itu saja."

"Ya, tapi untuk apa kau-"

"Ah, aku harus belok kiri atau kanan?"

"Kanan." sahut Jimin cepat. Perkataannya terpotong tadi dan dia sudah tidak berminat untuk bertanya, karena sebentar lagi mereka akan sampai.

"Di sana rumahku." kata Jimin menunjuk sebuah bangunan kecil berlantai tiga, "Aku tinggal di lantai paling atas."

Jungkook mengangguk, ia kemudian menepikan mobilnya dan mematikan mesin mobil. "Pakai ini." Jungkook melepaskan jaket jeans yang dikenakannya, "Aku tidak punya payung, jadi lindungi kepalamu agar tidak terkena hujan."

"Aku tidak apa-apa. Cukup berlari dengan cepat pasti aku tidak akan basah." Jimin menolak sambil tersenyum, tapi Jungkook tetap menyodorkan jaketnya. "Baiklah." katanya mengambil jaket itu dan menutupi kepalanya. "Aku mau masuk.. Sekali lagi maaf sudah merepotkanmu dan terima kasih banyak, Jungkook-sshi." Jungkook hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Matanya mengikuti apa yang dilakukan Jimin, mulai dari pria itu membuka pintu mobil, menahan tas dan jaket di sekitar kepalanya, berlari menerobos hujan, menaiki tangga dan masuk ke dalam bangunan itu.
Jungkook menyandarkan kepalanya di kursi pengemudi setelah Jimin sudah tidak terlihat lagi. Nafasnya tidak beraturan, matanya terpejam, sebelah tangannya memegang sesuatu yang mengeras di bawah sana.
"Sial." desisnya. "Kau bisa menahannya. Kau tidak boleh gegabah, Jeon Jungkook." masih berusaha menetralkan diri, Jungkook memuaskan dirinya dengan menggunakan tangan kirinya. "Ohh~ Park Jiminhh.. Ini semua...hhh...salahhmu..."
Ingin rasanya Jungkook melompat dari mobilnya dan mendobrak pintu rumah Jimin lalu bercinta dengan pria itu, tapi logika mengingatkannya. Ia tidak boleh seperti itu. Jimin akan lari! Jungkook ingin mendapatkan pria mungil itu seutuhnya dan ingin melihat Jimin melebarkan kakinya sendiri untuk Jungkook.
Oh, sial! Jungkook akan meledak sekarang. Hanya membayangkan Jimin seperti itu saja sudah membuatnya gila.
Sebenarnya ia benar-benar ingin mencium Jimin saat pria itu merendahkannya tentang dirinya yang tidak suka makanan pedas. Jungkook ingin membungkam mulut pria itu dengan lidahnya, tapi sekali lagi akalnya berbicara dan mengingatkan.

"DEAR NO ONE"/KookMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang