PART 15

7K 970 88
                                    

Sekali lagi Ny. Kim Yujin membaca selembar kertas putih itu. Ia melepaskan kacamatanya sambil menghela nafas berat. Ia tatap pria yang sedang duduk di depannya, "Kau yakin, Jimin-sshi?"

Jimin menatap bosnya itu, "Saya yakin." katanya.

"Tapi kenapa tiba-tiba saja kau ingin berhenti dari pekerjaan ini? Aku benar-benar tidak percaya kau memberikan amplop putih ini padaku. Aku pikir kau nyaman berada disini. Tunggu.. Apa kau tidak nyaman bekerja disini? Apa aku terlalu menuntutmu?"

Jimin menggeleng. "Tidak, Nyonya. Saya merasa senang bekerja disini."

"Lalu kenapa kau ingin berhenti?"

Jimin menunduk, lalu kembali melihat bosnya, "Saya hanya merindukan keluarga saya."

Ny. Kim Yujin menyandarkan punggung ke sandaran kursi kerjanya. Ia tidak bisa berbuat banyak. Walau ia tau itu bukan alasan Jimin yang sebenarnya. "Lalu, apa kau sudah menemukan pekerjaan di Busan?"

"Saya pasti akan menemukan pekerjaan disana. Nyonya tidak perlu khawatir."

Ny. Kim mengangguk. "Aku tidak meragukan itu." Katanya memuji. "Tapi aku harus mencari penggantimu dulu. Jadi kau tidak bisa berhenti sekarang, Jimin-sshi."

"Aku tau. Aku juga sudah mencari penggantinya, Nyonya. Aku akan mengejarinya juga."

Ny. Kim tersenyum, "Seperti biasa kau memang bisa diandalkan, Jimin-sshi. Aku percaya padamu." Katanya sambil bangkit dari duduknya dan menghampiri Jimin. Pria itu pun ikut berdiri.
Kemudian Ny. Kim kembali berbicara, "Tapi kalau suatu saat kau ingin kembali bekerja disini lagi, aku siap menerimamu kapan saja."

Jimin mengangguk. Ia menahan rasa sedihnya dengan memberikan senyuman pada bosnya itu.

Ny. Kim Yujin memeluk Jimin sambil berkata, "Selesaikan masalahmu dan kembalilah secepatnya."

Mendengar itu Jimin langsung membalas pelukan bosnya. Sudah ia duga Ny. Kim memang orang yang peka.
"Terima kasih." Kata Jimin.

Mereka masih berpelukan tanpa menyadari ada seseorang yang sedang berdiri dari balik pintu disana. Mendengarkan percakapan mereka sejak tadi.
Tangannya bergetar dan raut wajahnya terlihat gusar ketika mendengar semuanya.

"Jimin oppa mau berhenti?" Lisa menggumam pelan. Ia kembali teringat dengan perkataan Jimin siang itu dan langsung menyadari maksudnya sekarang. Dan sore ini tiba-tiba saja Jimin mengajukan surat pengunduran diri. Apa itu berarti ini semua karena ulahnya?
Tidak. Lisa tidak bermaksud seperti itu. Ia hanya emosi siang tadi.
Lalu bagaimana sekarang? Apa yang harus ia lakukan?

Entah apa yang ada dipikirannya, Lisa hanya bisa mengambil ponsel dari tas tangannya, lalu menelepon seseorang. "Halo?"

*****

Keesokan harinya, lebih tepatnya siang itu Jimin memandang gedung Green Hotel dari luar. Ia sudah berpamitan pada pekerja-pekerja disana tadi. Orang-orang yang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri selama beberapa tahun ia bekerja disana. Tentu saja mereka merasa sedih dengan pilihan Jimin, tapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Dan Jimin juga merasakan kesedihan yang sama, tapi ini sudah menjadi keputusannya. Ia akan pergi dari Seoul dan tinggal di Busan bersama orang tuanya. Tanpa Yoojung, tanpa Lisa dan tanpa Jungkook.
Ah, Jungkook... Jimin ingat saat trakhir kali mereka bertemu, tentu saja terakhir kali mereka bercinta di rumah sewanya, saat itu Jungkook berbicara kalau ia akan ke Jepang. Dan hal itu lebih memudahkan Jimin. Jadi ia tidak perlu repot-repot berpamitan pada Jungkook, karena Jimin memang tidak ingin pria itu tau. Pasti akan sangat merepotkan tentu saja.

*****

Hujan turun. Terdengar bunyi ketukan ketika kaca jendela kereta api diterpa oleh air yang turun dari langit itu. Bagi Jimin, itu adalah suara yang menenangkan saat ini. Setidaknya ada langit yang menangisi kesedihannya. Langit yang mengerti suasana hatinya sekarang. Redup, gelap dan dingin.

"DEAR NO ONE"/KookMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang