PART 10 [1]

7.8K 956 48
                                    

         Satu tangannya yang diletakan di atas meja terlihat bergetar. Walau pria itu berusaha menutupinya, Jimin tetap dapat melihat kilatan rasa penyesalan, kesedihan, marah dan juga...rindu.
Jeon Jungkook sangat merindukan adiknya. Adiknya yang telah pergi.

Jimin tidak tau harus melakukan apa. Ia tidak tau harus berkata apa. Bagaimana caranya membuat perasaan pria itu jadi lebih baik? Jimin tidak tau. Maka ia hanya bisa terdiam. Sampai akhirnya Jungkook berbicara kembali.

"Kami bukan saudara kandung. Kami tidak mempunyai hubungan darah... Yuki adalah anak suami Ibuku. Saat mereka menikah, suami Ibuku memang sudah mempunyai anak. Ya.. Sama seperti Ibuku." Jungkook berkata sambil mengepalkan tangan. "Teganya mereka memilih untuk bercerai dan tidak memperdulikan perasaan anak-anaknya sendiri. Orang tua sangat egois, bukan?" Jungkook menatap Jimin, meminta pendapat.

"Eh?" Jimin bingung. Ia tidak tau harus menjawab apa. Jimin tidak pernah mengalami hal seperti itu. Perceraian orang tua dan sejenisnya. Keluarganya termasuk keluarga sederhana yang bisa dikatakan harmonis. Kedua orang tuanya yang masih segar bugar, Ayahnya bekerja sebagai polisi di kotanya, sedangkan Ibunya adalah Ibu rumah tangga biasa yang hobi bercocok tanam di lahan belakang rumah. Dan Jimin juga mempunyai satu adik laki-laki dan satu adik perempuan yang bisa dibilang patuh pada orang tuanya.
Jadi Jimin tidak tau harus berkomentar apa? Ia tidak pernah mengalami atau merasakan hal seperti Jungkook.

"Maafkan aku." kata Jimin akhirnya.

Alis Jungkook berkerut, "Untuk apa?"

Jimin menghembuskan nafasnya pelan, "Karena sudah membuatmu mengingat kembali kenangan yang tidak ingin kau ingat."

Jungkook tertawa pelan, sedangkan Jimin merasa heran.
"Maaf, Jimin-sshi. Tapi kenangan itu selalu terputar diingatanku, bahkan walaupun aku tidak menceritakannya padamu, kenangan itu terus bermunculan. Disini." kata Jungkook sambil menunjuk sisi kanan kepalanya.
"Lalu, tiga tahun kemudian Ayahku juga meninggalkanku..." Jungkook masih melanjutkan ceritanya. "Dia menderita karena kehilangan Ibuku. Dan sepertinya aku sudah pernah menceritakannya padamu." katanya sambil menunjuk Jimin cepat. "Aku menjadi anak yang berbeda setelah itu. Aku menjadi remaja yang mereka bilang 'ingin mencari perhatian'. Tapi aku tidak peduli. Aku sudah mabuk-mabukan saat berumur 16 tahun. Aku bahkan melakukan sex pada setiap wanita yang mendekatiku. Aku juga memakai obat-obatan. Sampai akhirnya aku tertangkap dan direhabilitasi."

Jimin tercengang. Ia tidak menyangka Jungkook mengalami itu semua. Jungkook saat remaja pasti sangat stres dan menyedihkan. Dan sekali lagi Jimin tidak tau harus berkomentar apa?

Namun sekali lagi Jungkook melanjutkan ceritanya, "Setelah selesai menjalani rehabilitasi, aku tinggal bersama Nenekku. Tapi sebelumnya Ibuku dan suaminya menawarkan agar aku tinggal bersama mereka. Dan itu tidak mungkin terjadi, bukan?"

Jimin heran, "Kenapa tidak?"

Jungkook tertawa lagi. Tawa yang menyedihkan. "Tentu saja tidak mungkin, Jimin-sshi. Aku sudah membunuh anak mereka."

"Tidak. Kau tidak membunuhnya. Itu bukan kesalahanmu."

Jungkook menggeleng-gelengkan kepalanya, senyuman menyedihkan itu masih tertempel di bibirnya.
"Aku yang membunuh Yuki. Kalau saja aku tidak membawanya ke gunung, mungkin dia masih hidup sampai sekarang." Raut menyesal terlihat jelas di wajah pria itu.

"Tapi itu semua bukan kesalahanmu. Bukankah adikmu yang meminta untuk pergi ke gunung waktu itu?"

Tangan Jungkook semakin terkepal. Matanya menatap sinis mata Jimin. Ia merasa geram. "Tau apa kau? Apa kau pernah merasakan semua yang kurasakan, Jimin-sshi? Apa kau tau bagaimana perasaanku? KAU TIDAK TAU! KARENA KAU TIDAK PERNAH MENGALAMINYA!"
Jungkook meninggikan suaranya. Sontak para pengunjung cafe disana langsung memandangi mereka dengan tatapan bertanya.

"DEAR NO ONE"/KookMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang