PART 8

9.5K 981 78
                                    

            Pintu kamarnya ia banting sangat keras. Jungkook meletakan kedua tangan di pinggang dengan nafas yang bergemuruh sambil memandang ke sekeliling kamar apartment mewahnya itu. Matanya menyala-nyala karena amarah. Ia sedang emosi sekarang. Ia berteriak, kunci mobil yang ia pegang pun menjadi sasaran amarahnya. Kunci itu ia banting sangat keras, entah kemana. Belum puas, Jungkook melirik dua bangku kayu disana lalu membantingnya sampai beberapa kaki bangku itu hancur. Selimut tebal abu-abu yang tertata rapi ia serakan sampai tak berbentuk.

Nafasnya terengah-engah. Jungkook terduduk di lantai, menyandar pada sisi tempat tidur. Ia teringat kembali dengan perkataan Jimin yang membuatnya begitu emosi.

"Aku tidak bisa... Kau tidak boleh menyukaiku.."

"Kau tau Lisa sangat menyukaimu, kan?"

"Kita berdua pria.."

"Kita cuma berteman..."

"Aku tidak bisa. Maafkan aku, Jungkook-sshi."

        Kini kepalanya ia sandarkan di sisi tempat tidur itu, memijat-mijat pelipisnya.
Jungkook tidak menyangka Jimin akan menolaknya. Setelah ia bersusah payah menahan perasaan dan bergerak lambat agar Jimin tidak lari, tapi apa yang ia dapat?
Jungkook berpikir pria itu mulai menyukainya, ia sangat yakin, bahkan sangat sangat sangat yakin!
Maka ia dengan berani mendatanginya dan mencium pria itu.
Terlihat jelas Jimin memang menjauhinya, tapi Jimin tidak menolak ciumannya, Jimin membalasnya dan Jimin menikmati ciumannya.
Lalu, pria itu malah berkata hal-hal yang tidak ingin di dengar oleh Jungkook.

"Sial!" Jungkook geram, "Tidak ada yang pernah menolakku sebelumnya. Dan aku tidak pernah merasa ingin memiliki seseorang seumur hidupku. Tapi dengan mudahnya kau menolakku, Jimin-sshi. Kau kira kau bisa lari? Cihh... Aku pasti akan memilikimu." Senyum liciknya muncul. Jungkook semakin merasa tertantang dan ingin menaklukan Jimin. Bahkan aroma sabun dan shampo pria mungil itu masih melekat di indra penciumannya. Ia semakin bernafsu.

*****

        Pagi-pagi sekali Jimin sudah bangun dari tidurnya. Ia langsung mandi dan keramas. Mulutnya sibuk dengan gerutuan memaki Jeon Jungkook. Tentu saja, karena kehadiran pria itu tadi malam yang membuatnya saat ini sedang sibuk menutupi bekas kissmark yang terlihat jelas di area jakun lehernya. Jimin menggunakan sedikit foundation, bb cream dan sedikit bedak di area lehernya agar tanda merah keunguan itu tidak terlihat.

Jimin masih berkaca di dalam wastafel kamar mandinya. Ia mendongakan leher, melihat hasil jerih payahnya menutupi tanda itu. Setelah yakin tanda dari Jungkook sedikit tidak terlihat, ia pun mulai menyiapkan sarapan dan bergegas pergi ke kantornya.

Saat tiba di Green Hotel, Jimin langsung bergelut dengan pekerjaanya. Ia kesana kemari sampai sore dan berakhir di meja kerja dengan berkas-berkas laporan di sana. Ia berusaha membuat dirinya sibuk, berharap pikirannya tentang seorang Jeon Jungkook menghilang. Jimin sudah cukup kewalahan karena sentuhan pria itu semalam.
Saat Jungkook pergi, tubuhnya masih terasa panas dan ia harus memuaskan diri dengan tangannya sendiri. Oh, sial! Bahkan sekarang Jimin masih mengingat aroma, sentuhan dan basahnya lidah Jungkook.

"Kenapa denganku?" Ia bergumam. Ternyata menyibukan diri dengan pekerjaannya juga tidak berguna.

Ponsel yang tergeletak di mejanya bergetar. Tertera nama Ny. Kim Yujin di sana. Jimin langsung menjawab panggilan itu dan segera ke ruangan bosnya.
"Anda memanggil saya?" Jimin memasuki ruangan itu, ia melihat ada Lisa juga di sana.

"Oh, Jimin-sshi. Duduklah." Ny. Kim mempersilahkan. Jimin memilih duduk di sofa bersama Lisa. Wanita itu tersenyum manis padanya.
"Langsung saja, karena kita juga tidak punya banyak waktu." wanita empat puluh tahunan itu berbicara, ia duduk di sofa depan mereka.
"Aku ingin kau pergi ke Jepang bersama Lisa."

"DEAR NO ONE"/KookMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang