SEQUEL 1

7.5K 898 44
                                    

Takoyaki itu masih ia pegang, mengambang diudara, berniat ingin memakannya, tapi seseorang di sampingnya lebih berharga untuk saat ini. Mata Jimin sibuk menatap pria itu. Ada apa ini? Apa dia sedang bermimpi?

Jimin menyentuh pipi pria yang sedang asik memakan takoyaki itu dengan jari telunjuknya. Yang disentuh merasa bingung dan menghentikan aktifitasnya.

"Ada apa?" Jungkook, pria yang duduk di samping Jimin bertanya. Mereka duduk berdua di bangku taman yang sepi saat itu.

Mata Jimin tidak lepas dari wajah Jungkook. "Jeon Jungkook, ini benar-benar kau, kan? Kau tidak punya saudara kembar? Kau masih hidup..."

Jungkook mengerutkan dahinya, heran. "Kau berharap aku mati?"

Jimin menggeleng cepat. "Tidak. Bukan itu maksudku..."

"Lalu kenapa kau seolah-olah melihatku seperti mayat hidup?" Ia mengambil takoyaki yang dipegang Jimin lalu memakannya.

"Tapi kau memang sudah mati." Sahut Jimin. Jungkook menatap sinis, menelan takoyaki dengan susah payah.

"Kau sampai membenciku seperti itu, eoh? Sampai berharap aku mati?"

Jimin menggeleng lagi. "Tidak. Aku tidak membencimu. Tapi berita itu...pesawat menuju Jepang...dari Busan.. Kau tau? Kecelakaan? Meledak...?"

Alis Jungkook berkerut. Ia bingung dengan penjelasan Jimin, tapi ia berpikir sesaat. Kemudian Jungkook mengingat sesuatu. "Ah! Apa maksudmu kecelakaan pesawat satu tahun yang lalu? Penerbangan dari Busan menuju Jepang?"

Jimin mengangguk. Menunggu penjelasan Jungkook, tapi pria itu malah memakan takoyaki dengan santai.

"Aku ingat, aku ingat. Lalu kenapa?" Begitu polos Jungkook bertanya pada Jimin.

"Kenapa kau bertanya padaku? Aku yang bertanya padamu tadi." Pria mungil itu mulai tidak sabar. Ia sedikit geram.

Jungkook bingung. "Sungguh, aku tidak tau apa maksudmu, Jimin-sshi."

Dahi Jimin semakin berkerut. Ia menghela nafas, berusaha tenang. "Di TV... Saat kecelakaan pesawat satu tahun yang lalu, dari penerbangan Busan menuju Jepang, ada namamu sebagai korban yang meninggal dari kecelakaan itu."

Jungkook berhenti mungunyah. Ia memandang kaget pria di sampingnya. "KAU BERCANDA, JIMIN-SSHI?!"

"Apa wajahku terlihat bercanda?"

Jungkook menggeleng. "Aku masih hidup. Kau lihat?!" Ia menepuk dirinya sendiri, lalu mengambil tangan Jimin dan menggenggamnya. "Kau bisa merasakannya, bukan?"

Jimin membalas genggaman tangan Jungkook sambil menundukkan kepala. "Lalu kenapa ada namamu disana? Apa itu Jeon Jungkook yang lain? Lalu kenapa ponselmu tidak aktif?"

Jungkook melihat mata Jimin yang berkaca-kaca, ada air mata yang tertahan disana.
"Sebelumnya aku minta maaf kalau sudah membuatmu khawatir." Katanya, duduk menghadap ke arah Jimin. Tangan mereka masih bertautan. "Aku pikir mereka melakukan kesalahan."

Jimin mendongak, melihat pria itu. Jungkook tersenyum, kemudian berkata, "Aku memang sudah membeli tiket itu. Aku bahkan sudah naik ke dalam pesawat. Tapi aku memilih untuk keluar. Nenek menghubungiku saat itu. Dia menyuruhku untuk segera ke Belanda."

"Jadi maksudnya, kau membatalkan penerbangan itu?"

Jungkook mengangguk. "Sepertinya mereka melakukan kesalahan." Katanya lagi.

"Lalu ponselmu? Kenapa tidak aktif? Aku terus menghubungimu."

Jungkook menghela nafas. "Itu... Aku meninggalkannya entah dimana. Aku pikir saat menunggu penerbanganku ke Belanda.. Aku ke toilet, atau mungkin terjatuh? Atau mungkin tidak..." Jungkook juga tidak ingat dimana. "Tapi aku masih hidup, Jimin-sshi. Aku masih hidup."

Jimin bernafas lega. "Nenekmu sudah menyelamatkanmu." Katanya sambil tersenyum, tapi air matanya mengalir. "Syukurlah... Aku pikir kau..."

Jungkook mengelus kepala Jimin. Ia membawa pria mungil itu kedalam pelukannya. "Tidak apa-apa. Aku masih hidup."

Jimin mengangguk. Ia menghapus air mata di pipinya. Lalu keluar dari dekapan hangat Jungkook. Wajahnya berubah sedikit kesal sekarang, "Jadi kenapa kau tidak menghubungiku selama satu tahun ini? Bukannya... Bukannya kau bilang...kalau kau... mencintaiku?" Diakhir perkataannya Jimin terlihat kesusahan dan malu.

Jungkook tersenyum. Ia menghadap ke depannya, melihat dari kejauhan orang-orang berlalu-lalang dengan kesibukan sendiri menikmati festival kuil.
"Aku harus bahagia, Jimin-sshi. Aku bertekad untuk menjadi orang yang pantas berada disisimu. Karena itu aku mencoba untuk hidup bahagia. Menikmati hidup dan berterima kasih pada Ibu dan Nenekku. Aku juga sudah berbicara pada Ayah tiriku." Katanya, "Aku memilih tinggal bersama Ibu dan Ayah tiriku sekarang. Aku pikir mereka marah padaku karena telah membunuh Yuki. Ternyata mereka sangat menyayangiku." Jungkook melihat Jimin. Pria mungil itu ikut tersenyum. Lalu, Jungkook mendongak menatap langit yang penuh dengan bintang.
"Aku belajar memaafkan diriku sendiri. Lalu aku belajar memaafkan orang lain... Aku yakin mereka juga bahagia disana."

Jimin mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Jungkook. Pria itu melihat Jimin. "Kau sudah bahagia sekarang?"
Jungkook mengangguk, menjawab pertanyaan pria mungil itu.
"Kalau begitu kau sudah pantas untukku." Jungkook tersenyum.
Jimin bertanya kembali. "Apa kau masih mencintaiku?"

Jungkook mengelus pipi Jimin, "Apa kau mencintaiku?" Ia malah balik bertanya.

Jimin tersenyum malu. "Aku... mencintai Jeon Jungkook, saat dia sedang kesulitan ataupun bahagia." Katanya seperti menikahi seseorang.

Jungkook tertawa. Ia duduk menghadap Jimin, "Aku Jeon Jungkook, akan selalu merasa bahagia dan tidak akan meninggalkan Park Jimin."

Mereka berdua tertawa bersama. Merasa lucu.

"Boleh aku mencium pasanganku sekarang?" Jungkook bertanya. Jimin terdiam, lalu menganggukkan kepalanya.

Jungkook langsung melumat bibir atas Jimin, lalu menghisapnya lama.
Ah, Jungkook merindukan rasa ini. Rasa Jimin yang benar-benar memabukkan.
Ia menggigit pelan bibir bawah pria mungil itu, Jimin langsung membuka mulutnya dan lidah mereka saling bertautan, sama seperti tangan mereka yang masih saling menggenggam.

Oh, ini dia. Jimin juga merindukan Jungkook. Ia sudah lama tidak merasakan ciuman dari pria itu. Satu tahun lamanya.
Jimin benar-benar tenggelam. Ia begitu fokus pada mulut Jungkook yang terasa seperti takoyaki. Ya, takoyaki. Oh ya, Jungkook memakan takoyaki tadi. Ow, takoyakinya? Dimana takoyakinya? Jimin lapar dan ingin makan takoyaki tadi.

Jimin melepaskan ciuman mereka. Sedikit terengah, Jimin bertanya, "Takoyaki. Dimana takoyakiku?"

"Hm?" Jungkook bingung.

"Aku lapar."

"Aku juga lapar." Sahut Jungkook sambil tersenyum nakal dan ingin mencium Jimin lagi.

Jimin menghindar, "Aku serius. Aku lapar. Dimana takoyakiku?"

Jungkook melirik bungkusan kosong di sampingnya. "Sudah habis." Jawabnya santai.

Jimin kesal. "Kau! Kenapa kau menghabiskannya?"

"Aku juga belum makan malam tadi. Ibuku tiba-tiba saja datang ke kamarku dan mengatakan kalau kau ada di restorannya. Aku langsung berlari. Apa kau tidak lihat aku memakai celana training ini, eoh?" Jungkook menjelaskan.

"Aku tidak peduli. Sekarang aku lapar."

Tanpa berpikir lagi Jungkook langsung berkata, "Kalau begitu kita ke rumah keluargaku."

>>>>>>>>

"DEAR NO ONE"/KookMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang