#Ceklek
Suara kenop menjadi pusat perhatian sosok berwibawa yang kini sedang duduk santai di kursi putarnya. Tubuhnya yang agak tambun, ditegapkannya saat dilihatnya sosok tinggi dan atletis itu mendekat seraya membungkuk sebagai balasan hormat. Diduduknya bangku yang berhadapan langsung dengan si pria wibawa. Matanya tampak menelisik pada manik mata Kang Sanjangnim di balik kacamatanya. Ada ketegasan yang terpancar, membuat bulu kuduk Yongguk meremang sesaat.
"S—sanjangnim, memanggil saya?"
Kang Sanjangnim hanya mengangguk sekali. Sebuah map hijau di tangannya ia ulurkan di atas meja. Membuat Yongguk tertegun sejenak memandangi map tersebut. Tampaknya sebuah berkas penting.
"Ujian akhir tinggal beberapa minggu lagi, bukan?"
Merasa arah pembicaraan ini berkaitan dengan suatu yang sedang di 'antisipasi' nya, membuat Yongguk agak tak nyaman duduk. Bibir tebalnya mengerut ke bawah, dengan mata elangnya serius menatap kepala sekolah yang dihormatinya itu.
"dan kau tau bahwa beasiswa mu tak membantumu hingga sampai ujian masuk kuliah, bukan?"
Helaan nafas berat Yongguk akhirnya lepas sudah. Kepalanya tertunduk, dan ia mengangguk kecil. Semua pertanyaan Kang sanjangnim, adalah segelintir pernyataan yang ia sukar terima. Karena itu berarti, hal buruk. Kang sanjangnim sedang memperingatkannya.
Tentang nasib kelulusannya nanti...
"Kau bersekolah disini atas bantuan beasiswa yang kau terima selama ini. Sungguh... kau adalah siswa yang paling kubanggakan dan sangat kuandalkan. Aku bisa saja membantumu karena kau telah membantu banyak untuk nama baik sekolah.
Tapi aku tidak bisa berbuat apa apa jika peraturan telah bertindak. Maafkan—"
"Sanjangnim tak perlu meminta maaf.. Sanjangnim telah berbuat banyak untukku juga. Bahkan aku menganggap usahaku tak sebanding dengan apa yang telah sanjangnim berikan padaku. Sanjangnim menerimaku dengan tangan terbuka , mengajarkan aku untuk hidup mandiri, dan bersekolah dengan baik layaknya siswa pada umumnya. Sosok sanjangnim seperti ayah keduaku. Tanpa sanjangnim, di luar sana mungkin aku hanyalah gelandangan yang tak punya apapun."
Ucapan Yongguk seolah menohok batin Kang sanjangnim. Ia terdiam lama , melihat raut keyakinan atas perkataan yang baru diucapkan Yongguk barusan.
Yongguk hidup hanyalah sebatang kara. Sosok di hadapannya adalah sosok yang amat ia tanggungkan. Tak pernah ia menemui sosok 'ayah kedua' sebaik Kang sanjangnim. Namun... Ya begitulah..
Hubungan antar 'murid' dan 'kepala sekolah' menjadi batasan antara hubungan sebagai 'keluarga'.
"Aku telah berjanji pada mendiang kakakmu, bahwa aku akan menjagamu dalam keadaan apapun. Namun aku tak bisa.. Bagaimana pun sekolah ini memberikan peraturan yang membatasi hubungan antara murid dan guru, murid dengan kepala sekolah. Jadi aku meminta maaf, jika kau tak bisa membayar uang sekolahmu sampai waktu ujian akan tiba, kau tak dapat mengikuti test masuk universitas apapun , Yongguk-ssi."
Yongguk mengangguk mengerti kembali. Otaknya dibuat berputar bak bianglala, ikut berpikir keras bagaimana ia bisa mencari uang untuknya tetap bertahan di sekolah ini sampai kelulusannya. Jika ia tak bisa ikut test, ia tak akan lulus. Dan jika ia tak lulus, ia tak akan lama tinggal di Jungjeon. Dan jika tidak di Jungjeon, ia akan sendirian di luar sana tanpa tempat tinggal.
Betapa miris hidupnya yang diliputi kesenjangan sosial , kemiskinan, dan kesendirian.
"Tapi, kau tak usah khawatir."
Yongguk mendongakkan kepalanya. Dengan pandangan berharapnya, ia bisa lihat ada secercah harapan dari ekspresi tersenyum Kang Sanjangnim. Ia tau , bahwa kepala sekolahnya ini akan sangat bijak dalam segala hal. Ia pasti memiliki jalan keluar untuk masalah Yongguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You; BAP[√]
Teen Fiction[BAP FF] Himchan tidak menduga bahwa kehidupannya berubah (kali ini) dengan pindah ke Sekolah Jungjeon. Tidak hanya teman baru, teman sekamar, guru baru, atau kehidupan normal lainnya. Kali ini ia pindah ke tempat yang akan mempengaruhi masa depanny...