Wafer~Tanya

3.5K 290 88
                                    

Wafer mengelilingi kamar Tanya—memeriksa setiap sudut kamar gadis itu. Biar lebih akrab, katanya.

Kamar mandinya bersih. Sepertinya Tanya adalah orang yang sangat menyukai kebersihan.

Wafer jadi ingin mandi showeran. Tapi kalau Wafer kena air, meleleh nggak ya?

Wafer, kan, juga mau mandi. Sudah dua tahun nggak mandi dan ganti baju. Nanti ketampanannya malah luntur lagi. Apa sih aku?! Hantu mana bisa mandi. Jangan ketawa kalian!

Wafer masuk menembus lemari pakaian Tanya. Wangi vanilla. Pakaian Tanya semuanya beraroma vanilla. Pantasan kalau Wafer di dekat gadis itu selalu tercium aroma vanilla.

Wafer berpindah tempat ke lemari sebelah. Ups, salah masuk aku. Nanti dikatain mesum lagi. Cepat-cepat Wafer keluar dari dalam lemari tersebut. Untung saja tidak ada sempak yang nyangkut menggantung di kepalanya. Kalau nggak ... bisa dilempar bawang putih Wafer sama si Tanya.

Ini rahasia kita, ya. Tadi itu aku salah masuk. Lemari sebelah ternyata penuh dengan perangkat lunak Tanya, hehe.

Wajah pucat Wafer mendadak terasa dingin.

Ponsel di meja belajar berbunyi. Wafer melayang—mendekat dan melihat satu notif pesan di sana.

"Tanya, ada pesan di hp kamu." Teriaknya pada Tanya yang saat itu sedang membaca novel di balkon kamar.

"Tolong liatin. Bacain isi nya,"

"Aku nggak bisa." Wafer mendengar suara buku yang di letakkan kasar di meja, dan langkah kaki yang mendekat.

"Mati tahun berapa sih? Main smartphone nggak bisa." Desis Tanya, mengambil ponselnya lalu kembali duduk di bangku balkon.

"Bukan gitu ... Aku nggak bisa nyentuhnya." Wafer mengikuti Tanya ke balkon.

Tanya pasti lupa lagi kalau Wafer itu hantu.

"Jadi kamu bisanya, apa? Semua nggak bisa kamu sentuh. Kamu ngabulin permintaanku nanti gimana?" Wafer menunduk lalu menggeleng.

"trus cara aku bantu kamu ngembaliin ingatan kamu, juga, gimanaaa?" Tanya tampak kesal.

"Kiss me?" Kata Wafer polos.

Dan 'pluuuuung'. Tanya melemparkan pot bunga kayu ke arah Wafer. Membuat tubuh Wafer menghilang sesaat lalu muncul kembali.

"Lagi baca Dylannya Pidi Baiq, ya?" Wafer menatap Tanya yang kembali membaca dengan raut muka di tekuk.

Tanya tak menjawab. Gadis itu masih kesal dengan ucapan asal Wafer tadi.

"Aku juga suka Piqi Baiq." Wafer mendekat—melongok di sebelah Tanya dan ikut membaca. "Katakan sekarang, kalau kue kau anggap apa dirimu? Roti cokelat? Roti keju? Martabak? Kroket? Bakwan? Ayolah! Aku ingin memesannya untuk malam ini aku mau kamu." Katanya mengutip salah satu kalimat di buku itu.

Bunyi jangkrik terdengar. Tanya merasa tubuhnya mendingin. Wafer terlalu dekat dengannya. Gadis itu membalik halaman buku dengan cepat.

"Rasanya, Aku mau berubah jadi Dylan." Kata Wafer lagi—masih mencoba mengajak Tanya bicara lagi dengannya. Apa Tanya ngambek? Ahh, nggak mungkin.

"Nggak usah jadi kue apa-apa. Nggak usah jadi Dylan. Cukup jadi Wafer—lelaki yang bertanggung jawab aja."

Mata Wafer membulat.

Tanya bisa ngomong gitu juga? Wah, keajaiban dunia.

"Abang, ya ... Aku cariin kemana-mana ternyata benar di sini, kan." Ketika Wafer akan membuka mulutnya untuk membalas apa yang dikatakan Tanya, tiba-tiba Xiao muncul berdiri tak jauh dari tempatnya berada.

"Kamu ngapain di sini? Kenapa nyari aku?" Wafer bertanya datar.

"Wafer kamu ngomong sama siapa sih?" Tanya menatap Wafer bingung.

"Kamu diem aja di situ." Wafer menunjuk Xiao galak. "Sama temanku sesama hantu." Katanya lagi menjawab pertanyaan Tanya.

"Masa? Kok aku nggak lihat." Tanya mulai merinding.

"Soalnya kamu itu ... cuman bisa lihat aku."

"Bentuk teman kamu gimana?" Tanya jadi teringat pertanyaan Anik tentang bentuk-bentuk hantu kemarin.

"Bentuk apa nya?" Wafer menatap Tanya, jahil.

"Bentuk teman hantu kamu itu."

"Oh,, matanya hilang satu. Trus kepalanya retak sampai ke hidung."

"Kamu nggak bohong, kan? Itu paling cuman buat nakut-nakutin aku aja." Suara Tanya terdengar gugup.

"Itu jujur. Dan sekarang dia ada di sebelah kamu." Wafer tertawa dalam hati.

"Waferrr!" Tanya berlari takut masuk ke kamar dan tidak lupa menutup pintu balkon. Dengan cepat diselimutinya seluruh tubuhnya. Meskipun nyali Tanya sudah termasuk berani, tapi kalau hal-hal begini nyali Tanya ciut juga.

"Parah kamu, bang. Anak olang kamu buat pucat begitu." Xiao ikut tertawa terbahak bersama Wafer.

"Aaaaaaaarghhh" terdengar teriakan Tanya di dalam.

"Kamu apa-in lagi anak olang bang?"

Wafer menggeleng cepat.

"Aku kan belum beranjak dari sini."

"Jadi itu penyelamat mati lu olang, kenapa?"

Wafer dan Xiao saling pandang, bingung.

Tak lama terdengar Tanya mengutuk, "Dasar sambal penyet asem, siapa yang ngeletakin raket nyamuk di siniiii?!"

Wafer dan Xiao kembali tertawa terbahak. Tanya lawak banget. Gadis itu jelas kesetrum raket nyamuk. Segitu takutnya, kah?

                                        --°°°°--

(Jangan bosan baca Wafer ya. Jangan lupa komen juga 😘 aku gak masalah sama silent readers, tapi yakin kalian gak mau kenalan sama penulis yang gak kalah kocak ini? 😂)


The Sweet GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang