Wafer~Tanya

2.7K 215 49
                                    

Minggu pagi yang cerah tidak secerah suasana hati Tanya. Ia tampak uring-uringan. Tangannya memegang selebaran tentang Wafer yang tidak sengaja ia temukan saat mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas. Tanya bingung, antara mau mencari tahu tentang selebaran itu sendiri, atau bersama Wafer.

Lagian hantu dodol Garut itu kemana? Tiba-tiba menghilang dan nggak muncul-muncul lagi. Apa ngambek? Hah, masa ngambek sih. Hantu ngambekan? Nggak gentle!

Padahal waktu itu, Tanya ingin mengucapkan terima kasih karena Wafer telah menggunakan uangnya. Uang itu pemberian ayahnya. Jatahnya setiap hari. Tanya tidak terlalu suka menggunakan uang itu karena ia dan ayahnya tidak akur. Dan juga ayahnya adalah orang pertama yang Tanya benci.

Lupakan tentang itu. Sekarang ini pikiran Tanya hanya mengarah ke- Wafer, Wafer, dan Wafer. Kesehariannya benar-benar sudah candu akan Wafer.

Hidupku sehat kalau ada Wafer. Kalau Wafer tak ada, aku hampa. Ini apaaa?

Tanya mengacak-acak rambutnya yang memang sudah berantakan. pikirannya sudah tidak waras.

"WAFERR," teriak Tanya, menyerah.

"Apa?"

Tanya melotot kaget. Wafer tiba-tiba muncul dan sudah berada di depannya. Jarak mereka sangat dekat. Tanya bahkan bisa merasakan hawa dingin dari hantu itu. Ia berdeham untuk mengusir rasa gugupnya, "kamu ... masih berani muncul di hadapan aku?" Hh, Tanya terlalu gengsi untuk berkata jujur.

"Kamu yang manggil aku, kok."

"Kapan?"

"2018! Ya, barusan. Sering marah nih, makanya mudah pikun."

Tanya mendorong wajah Wafer yang terlalu dekat dengannya. Tapi tangan itu malah tembus ke belakang kepala Wafer. Dengan cepat Tanya menarik tangannya kembali-menatapnya ngeri.

Tanya bego! Wafer itu hantuuu.

Untung saja tidak ada lendir-lendir yang menempel di tangan Tanya.

"Kenapa waktu itu kamu main ngilang aja?" Tanya mundur beberapa langkah. Menjauh dari Wafer.

"Kenapa? Kamu kangen?" Wafer mendekat-mengelilingi tubuh Tanya. Matanya dikedipkan, genit.

"Jangan kedipin mata kamu begitu, Wafer. Nggak cocok!" Tanya jengah.

"Iya, aku juga kangen." Wafer kembali mengedipkan matanya.

Menurut Wafer, matanya itu cantik. Menurut Tanya, mata Wafer itu juling.

"Kalau kamu kedipin mata kamu lagi, aku jadiin kamu tumbal anak Sumatra. Aku kirim ke suku Mentawai. Biar arwah kamu ini dipendam dalam pohon sagu."

Dengan cepat Wafer meloncat mundur—menjauh dari Tanya.

"Kamu tega sama arwah orang mati. Harusnya kamu bantuin aku biar masuk surga." Wafer membuang muka.

"Siapa tahu di sana kamu bahagia,"

Bahagia mbahmu. Aku tuh bahagia kalau di dekat kamu, Tanya.

"Oke, kayaknya kamu masih nggak mau lihat aku. Kamu masih marah. Aku pergi aja,"

Wafer itu ngambekan. Genit juga. Wajah tampannya itu sepertinya hanya pajangan. Kalah sama sifat kekanakannya.

"Aku mau bahas selebaran yang ada di tas aku, Wafer. Yakin mau pergi?"

                        -0000-

Taxi yang ditumpangi Tanya dan Wafer berhenti di kawasan perumahan elit.

Iya, Wafer juga ikut naik taxi. Katanya, capek terbang melayang terus. Alasannya saja. Padahal Wafer hanya ingin duduk berdua-an dengan Tanya.

The Sweet GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang