Orji (x) Wafer

2.2K 277 19
                                    

Xiao merapatkan dirinya ke dinding pintu. Saat ini, rasanya ia ingin bersembunyi. Ia sangat takut melihat kegelapan di mata Orji.

"Kenapa sudah pulang?" Datar. Nada bicara Orji sangat datar. Pasti telah terjadi sesuatu selama Xiao pergi. Kalau tidak, mana mungkin mata Orji terlihat sangat gelap begini. Terakhir yang Xiao ingat, mata Orji seperti ini adalah saat ia pertama kali bertemu dengan Wafer. Saat itu Orji juga berusaha meredam amarahnya dan berteman dengan Wafer. 

"Karena Wafer ingin pulang." Suara Xiao terdengar kecil.

"Bukan itu jawaban yang aku inginkan, Xiao." Lagi. Nada sok berkuasa itu lagi. Kenapa sih Orji nggak bisa menerima keadaan dan hidup damai? Ya, meski itu sebagai hantu.

"Aku enggak mungkin maksa dia buat tinggal di sana lama-lama, kan?" Xiao tidak sedang membuat alasan. Ia kan sudah merengek—meminta Wafer untuk tinggal di sana lebih lama, tapi Wafer mengabaikannya. 

"Seharusnya kamu bisa!"

Xiao memejamkan matanya kuat saat mendengar Orji berteriak.

"Ji, bukannya bagus kalau orang itu Tanya? Mungkin Wafer bisa dengan cepat mengingat semuanya. Dan kamu juga bisa dengan cepat menyelesaikan misi kamu itu. Kamu juga bisa kembali dengan tenang. Wafer juga begitu." Kali ini Xiao berhasil mengutarakan pendapatnya tanpa rasa takut. Ia sudah lelah dan pusing sendiri.

"Aku juga sudah bahas ini, kan? Aku senang kalau ingatan Wafer pulih. Aku juga selalu berharap itu terjadi. Tapi... orang itu bukan Tanya. Nggak boleh Tanya." Kata Orji geram.

"Kenapa?"

Orji dan Xiao dengan cepat mengalihkan pandangannya. Di sana—di meja berdebu—tampak sosok Wafer duduk mengamati mereka. Apa Wafer sudah lama di sana? Apa dia mendengar semuanya? Orji cukup terkejut sampai tak sadar telah membuat matanya semakin gelap menghitam. Sedangkan Xiao, ia bahkan tak sanggup bergerak. Tubuhnya seolah menyatu dengan dinding pintu, membatu.

"Kenapa, Ji? Kenapa Tanya?" Wafer berjalan mendekati mereka berdua. Menatap bingung keduanya. Terlebih kepada Orji. Dan ada apa dengan warna mata sahabatnya itu? Seperti hantu jahat saja.

Orji menatap Wafer sinis. Yah, mau bagaimana lagi? Ia sudah ketahuan. Jadi, sekalian saja Orji bongkar semuanya. "Karena aku nggak suka."

"Kenapa nggak suka? Kamu kan nggak kenal Tanya," Kata Wafer semakin bingung.

"Siapa bilang aku nggak kenal Tanya?"

"Jadi kamu mengenalnya?"

"Tanya itu mantan pacar aku." Kata Orji berbohong. Ia menatap Xiao—memperingati agar hantu Cina itu tidak mengatakan apa-apa, dan mendukungnya. "Itu alasannya kamu nggak boleh sama Tanya. Aku nggak suka!"

"Ahh, aku nggak percaya. Kamu bohong, Ji. Mana mungkin. Tanya itu nggak pernah punya pacar apalagi mantan." Wafer tertawa tolol. "Kamu ngerjain aku, kan?"

"Aku serius! Iya kan, Xiao?" Orji menatap Xiao tajam. Xiao mengangguk lemah mengiyakan.

"Kamu juga tahu, Xiao? Wah... kalian berdua ternyata nusuk aku dari belakang." Wafer menatap mereka tak percaya.

Orji mendengus tak acuh. "Jadi, aku minta dengan sangat, kamu jauhi Tanya. Atau..."

"Atau apa? Aku nggak akan pernah jauhin Tanya." Kata Wafer menantang.

"Atau Xiao aku kurung dalam botol. Kamu tahu kan Wafer, aku bisa ngelakuin itu."

Xiao meringis takut. Matanya menatap Wafer—memohon agar Wafer menurut pada Orji.

"Kamu nggak akan berani ngelakuin itu. Kamu, kan, lebih dulu berteman dengan Xiao. Masa kamu tega?"

"Teman? Aku bahkan nggak percaya sama pertemanan. Xiao di sini itu memang tugasnya buat bantuin aku. Xiao itu cuman aku anggap parasit. Nggak lebih."

"Kamu kok tega, Ji? Aku nggak percaya kamu sejahat ini."

"Selamat, kamu sudah melihat sisi asliku." Bibir Orji terangkat sebelah, sinis.

"Tanya nggak bisa lihat kamu, Ji. Dan kamu itu mantannya, bukan? Jadi maksud kamu apa nyuruh aku jauhin Tanya?"

"Apa maksudku belum jelas? Aku nggak suka kamu dekat sama Tanya. Aku nggak mau Tanya sakit hati nantinya. Biar bagaimana pun, suatu saat kamu akan pergi ninggalin dia. Dunia kalian itu beda."

"Tapi..."

Orji mengangkat tangannya menghentikan ucapan Wafer. Ia sudah tidak bisa berunding lagi. Amarahnya sudah terbakar dari tadi dan ia sudah muak menutupi amarahnya dengan sikap sinis. Orji mengeluarkan botol kecil dari saku celananya. Ia mencengkram bahu Xiao dan membuat tubuh Xiao mengecil. Ia lalu memasukkan tubuh Xiao yang telah mengecil ke dalam botol.  Orji mengangkat botol itu sejajar dengan mata Wafer. Ia berucap, "Kamu boleh pilih, jauhin Tanya dan aku akan ngelepasin Xiao. Atau, kamu tetap keras kepala dan biarin Xiao—yang kamu anggap sebagai teman—terkurung di dalam botol ini."

Wafer menatap Orji geram sekaligus tak percaya. Orji ternyata sangat jahat. Apa yang harus ia lakukan? Andai ia bisa menyentuh botol itu dan membuka tutupnya. Tapi Wafer nggak bisa. Wafer menatap sedih Xiao yang berteriak mengetuk-ngetuk dinding botol—meminta dilepaskan.

*****

Wafer menemui Paman malaikat untuk meminta bantuan. Ia menatap Paman malaikat penuh harap. Tapi Paman malaikat hanya menatap kasihan pada Wafer dan berkata, "Maaf, aku tidak bisa membantumu, Wafer. Aku tidak bisa ikut campur masalah kalian."

"Ayolah, Paman. Orji sudah keterlaluan. Bagaimana bisa dia menyalahgunakan kekuatannya seperti itu? Bagaimana dia bisa setega itu mengurung Xiao?" Kata Wafer lemah.

"Kamu benar. Tapi aku tetap tidak bisa membantu. Itu hak Orji. Dan itu masalah kamu. Kalian harus menyelesaikannya sendiri."

Wafer ingin sekali menyumpah. Paman malaikat selalu mengatakan itu. Menyelesaikan masalah sendiri. Hh, selalu begitu. Mereka memang sudah diberi keahlian masing-masing saat menjadi hantu. Wafer yang tidak bisa menyentuh apa pun. Xiao yang kebalikan dari Wafer, ia bisa menyentuh apa saja. Termasuk menyentuh manusia. Dan Orji yang tidak bisa dilihat manusia. Tapi ia  bisa mengurung para hantu dengan botolnya. Sebenarnya tugas Orji selama ini adalah berburu hantu-hantu jahat dan mengurung mereka. Tapi Xiao, kan, bukan hantu jahat. Orji tidak bisa seperti ini. Masa demi egonya dia jadi kayak gini.

"Jadi apa yang harus aku lakukan, Paman?" Wafer putus asa.

Paman malaikat menatap Wafer prihatin. "Kamu harus memilih Wafer."

Wafer menghembuskan napas berat. Ia merasakan tubuhnya mendingin. Dan pikirannya buntu. Apa yang harus ia lakukan? Ia tidak mungkin meninggalkan Tanya. Apalagi Tanya tadi juga dalam keadaan kacau. Tapi Wafer ingin menolong Xiao? Xiao selama ini sangat baik padanya.
Wafer menarik rambutnya, dilema.

———

(Masih ya, aku ngarepin Bintang. Serius cuman klik Bintang itu dan warnanya berubah. Aku ikutan dilema jadinya sama Bintang yang menjadi penyemangat kalah jumlah sama pembaca(curi-curi) huhu maaf kalau aku nulisnya begitu. Tapi ini buatnya pake hati. Aku buat kalian happy dan kalian buat aku happy juga. Plisss 😩)

The Sweet GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang