TROUBLE (23)

41.7K 1.7K 17
                                    

-Lo pasti pernah merasa masalah lo mulai terpecahkan tetapi selalu saja ada masalah berikutnya, sampai - sampai membuat lo berada pada titik terendah dan membuat lo menyerah pada akhirnya-

°°°°°

Baru saja Joshua mendudukkan bokong di kursi, Kenan sudah melontarkan banyak pertanyaan tentang adiknya, Caitlin.

"Kamu tahu kenapa Cait enggak pulang semalam?" tanya Kenan pada Joshua. Namun, orang yang ditanya justru menegang dan tak tahu harus menjawab apa. Bahkan, dirinya pun tidak tahu keberadaan Caitlin.

"Emm. Dia nginep di rumah temannya, Dad." jawabnya gugup. Itu hanya alibinya saja karena ia tidak ingin kedua orang tuanya tahu tentang keadaan Caitlin.

"Siapa namanya?" Timpal Diana.

"Eh, itu namanya Rachel. Teman sekelasnya" jawab Joshua sibuk mengoleskan selai kacang pada rotinya.

"Kalo kamu ketemu Caitlin di sekolah suruh dia untuk pulang malam ini. Daddy dan Mommy ingin bicara padanya." pesan Diana sambil melirik Kenan.

"Iya, karena Daddy dan Mommy sudah coba telpon dia tapi tidak aktif." tambah Kenan.

"Ok"

Di tempat lain, hari ini Caitlin harus menjalani beberapa pemeriksaan seperti yang dikatakan dokter Rey sebelumnya. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan keadaan Caitlin yang sebenarnya. Caitlin sedang menunggu perawat menjemputnya lalu membawanya ke ruang pemeriksaan. Caitlin sudah siap bahkan ia tak sabar untuk melakukan ini, namun di hati kecilnya ia juga merasakan ketakutan. Ketakutan karena mungkin ia akan segera mengetahui penyakit atau penyebab dari rasa sakit yang ia rasakan belakangan ini. Caitlin sudah siap, namun hatinya ragu.

"Nona Caitlin Emma Gibson? Apa anda sudah siap?" tanya seorang perawat yang menghampiri Caitlin sambil membawa kursi roda. Caitlin yang tampak ragu hanya mengganggukkan kepalanya.

"Baiklah" kata perawat itu sambil membantu Caitlin pindah ke kursi roda.
Lalu, membawa Caitlin ke ruang pemeriksaan.

Setelah beberapa jam berlalu, semua pemeriksaan yang Caitlin jalani sudah selesai dan tinggal menunggu hasilnya. Perawat pun kembali membawa Caitlin menuju ruangannya. Namun, saat di lobby Caitlin melihat Alan dengan jas putihnya sedang terburu – buru, sesegera mungkin Caitlin menurunkan kepalanya dan mencoba menutupi wajah dengan tangannya.

Don't look at me! DON'T! Oh God help me! Jerit Caitlin dalam hatinya.

"Maaf Sus, bisa lebih cepat sedikit ?" tanya Caitlin lebih terdengar seperti perintah.

"Baik, non. Tapi, kenapa non menutupi wajah seperti itu?" tanya perawat itu aneh melihat tingkah Caitlin yang tiba - tiba.

"Enggak, aku hanya lelah dan ingin istirahat" bohongnya.

"Oh" kata perawat itu hanya ber'o' ria.

Caitlin melirik sekelilingnya untuk memastikan keberadaan Alan disekitarnya. Ia bisa bernapas lega dan kembali menegakkan tubuhnya saat ia rasa keadaan sudah aman.

Syukurlah!

***

Waktu sudah menunjukan pukul 3 sore, ini sudah waktunya untuk pulang sekolah. Diruangan yang serba putih, Caitlin terpikir tentang orang - orang yang mungkin mengkhawatirkannya. Tetapi, ia mencoba menepis semua itu dan tetap pada pendirian untuk tidak peduli pada siapapun. Caitlin pun berniat untuk pulang namun ia tak mau kabur dari rumah sakit begitu saja. Akhirnya Caitlin menekan bel yang ada di dekat kasurnya.

Tak lama kemudian, datanglah dokter Rey lengkap dengan jas putihnya dan stetoskop yang menggantung di leher.

"Selamat sore, ada apa Cait?" sapa Rey sambil menunjukan senyuman terindahnya.

𝐒𝐔𝐑𝐕𝐈𝐕𝐄 (𝐄𝐍𝐃) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang