Sadar

623 27 0
                                    

Ada banyak alasan untuk pergi, tapi aku tetap memilih untuk tidak. Sebab untukku, kau adalah luka sekaligus penyembuh yang paling aku suka.

— Adnda, Luka & Penyembuhnya.

* * *

Reksa menatap ke langit langit di atas balkon kamarnya. Ia memandang langit yang mulai berwarna keunguan.

Ponselnya yang berada diatas nakas kemudian berdering. Reksa berjalan malas ke arah nakas, kemudian melihat notifikasi yang masuk.

Itu notifikasi Line dari Gilang. Tebakan Reksa, Gilang mungkin akan membicarakan soal Adinda.

Gilang P.
Mulai besok, gausa dktin
Adinda lg.

Reksa diam sebelum kemudian menyadari maksud Gilang. Reksa mengernyitkan keningnya, kemudian membuka chat-nya dengan Adinda.

Reksa
Kita putus

Adinda D.
OK

Reksa terbelalak melihat dua baris chat terakhir yang dikirim dan diterima tadi pagi.

Jam 8 lewat, sama seperti ketika Raisha meminjam ponselnya. Reksa sama sekali nggak mengirim pesan itu. Jadi berarti Raisha?

Reksa segera menelepon Raisha, memastikan apa benar cewek itu yang mengirim pesan tersebut?

"Halo, Sha." Ucap Reksa buru-buru ketika panggilannya diangkat.

"Halo, Sa. Kenapa malem malem gini nelpon?" Balas Raisha di seberang sana dengan kekekah kecil.

Reksa berdecak. "Lo yang ngirim chat ke Adinda tadi pagi ya?" Tanyanya langsung to the point.

Raisha diam sebentar kemudian menjawab. "Sejak kapan kamu ngomongnya pake lo-gua?"

"Raisha! Nggak usah ngalihin pembicaraan. Jawab gua!"

"Buat apa sih?"

"JAWAB RAISHA!"

"Iya, gua yang ngirim chat itu. Puas lo?!"

Reksa terdiam seketika begitu Raisha menjawab dengan lantang. Keterdiaman Reksa membuat Raisha ikut diam kemudian melanjutkan.

"Seharusnya, lo nggak perlu percaya sama cinta yang pernah hilang. Karna sebenernya Sa, cinta itu jarang tumbuh dua kali sama orang yang sama, ketika lo udah pergi lama dari dia."

Reksa terdiam seribu bahasa begitu Raisha mengeluarkan kata katanya yang selalu menamparnya.

"Seharusnya kalo lo beneran sayang sama Adinda, lo nggak akan mungkin milih gua yang jelas jelas udah ninggalin lo dari pada Adinda yang jelas jelas ngejagain hati lo.

"Lo nggak benaran sayang sama Adinda, Sa. Lo cuma sekedar sayang. Tapi Adinda nggak. Dia sayang beneran sama lo.

"Dia rela sakit demi lo. Seharusnya lo tau siapa yang bener bener harus lo pilih. Jangan jadi bego cuma karna gua ini cinta pertama lo.

"Nggak bakalan ada cinta pertama, ketika lo udah jatuh cinta kedua kalinya."

Kemudian Raisha menutup teleponnya. Sedangkan Reksa masih terpaku mencerna kalimat Raisha dalam otaknya.

Raisha datang bukan sebagai perusak dalam hubungannya. Raisha datang untuk membawa kenangan mereka, mengembalikan hatinya yang kemarin sempat terbawa bersama cewek itu, agar bisa diserahkannya seluruh hatinya pada Adinda.

Raisha datang untuk membuatnya mengerti bahwa Adinda-lah yang seharusnya tetap dia pertahankan. Raisha menyadarkannya.

Reksa mengetik cepat pesan terima kasih kepada Raisha kemudian menyambar jaketnya dan menerobos lalu lintas ke rumah Adinda.

* * *

Reksa masih duduk di atas motornya, sambil membuka helmnya. Ia ada di depan rumah Adinda, tanpa berniat turun dan mengetuk pintu rumah itu.

Ia hanya terlalu takut, terlalu pengecut untuk mengetuk dan memeluk Adinda, menyatakan bahwa ia datang untuk meminta maaf.

Entah apakah Adinda akan membuka pintu tersebut dan mendengarkan penjelasannya atau malah langsung membantingnya, dia tetap takut untuk mencoba.

Tapi kemudian Adinda keluar, dan mata mereka langsung bertemu. Tak ada pergerakan apapun. Adinda diam dan Reksa diam.

Tapi Reksa dengan cepat mengambil langkah menghampiri Adinda, selama cewek itu masih terdiam.

"Din." Panggilnya. Adinda hanya diam, menatap ke arah matanya dengan lekat.

Reksa terdiam sebelum menarik cewek itu ke dalam pelukannya. Adinda sama sekali tidak memberontak, tapi tak juga membalas pelukan itu, tidak seperti yang biasa ia lakukan.

"Maaf." Ucap Reksa sambil mengeratkan pelukannya.

"Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf." Ucapnya terus berulang-ulang sampai akhirnya Adinda melepaskan pelukannya dan menatap lekat ke arahnya.

"Nggak ada yang perlu dimaafin." Lihat. Adinda tetaplah Adinda sampai kapanpun. Dia pemaaf, tapi dia butuh waktu.

"Maaf kalo gua bikin lo sakit lagi. Maaf kalo gua bego lebih milih orang lain dari pada lo. Maaf kalo gua–"

"Udah gua bilang, nggak ada yang perlu dimaafin."

"Maaf. Gua sayang lo, Din."

Reksa kembali mendekap Adinda sebelum Gilang menarik lengannya dan menghantamkan tinjunya ke arah sudut bibir Reksa.

"Udah gua bilang jangan deketin Adinda lagi!" Pekik Gilang dengan amarahnya.

Adinda menarik lengan Gilang kemudian menatapnya dengan tajam. Gilang selalu bisa terdiam dengan tatapan itu.

"Udah ya. Nggak ada jotos jotosan lagi. Pulang lo, Gil. Biar Reksa gua yang urus." Ucap Adinda. Gilang menghela nafasnya kemudian berbalik dan masuk ke dalam rumahnya.

Adinda masuk ke dalam mengambil kotak P3K lalu kembali menuju teras. Adinda dengan telaten mengobati luka Reksa.

"Udah selesai. Pulang, gih." Ucap Adinda. Reksa terdiam.

"Soal lo maafin gua?" Tanyanya pelan. Adinda tersenyum.

"Udah gua maafin." Jawabnya.

Reksa kembali diam sebelum bertanya lagi. "Kita balikan?"

Adinda tersenyum menanggapi pertanyaan itu.

* * *

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang