Patokan ku bukan nominal.
— Adinda, Supermarket malam hari.
* * *
Adinda menatap ponselnya dengan serius, mengetikkan balasan cepatnya terhadap Reksa. Sudah seminggu ini, selalu begitu.
Adrian menetapkan syarat pada Reksa, untuk tidak menemui Adinda selama dua minggu sampai acara Promosi Nite sekolah mereka.
Jadi Reksa semakin gencar mengirimi Adinda segala macam pesan singkat seperti Line, WhatsApp, DM Instagram, Messenger dari Facebook, SMS sampai Email.
Semua itu bukti usahanya, karena Adrian terus-menerus berusaha menghambat segala tindakan Reksa terhadap Adinda. Entah untuk apa dan karena apa.
"Siniin HP lo." Ucap Adrian lalu tangannya bergerak merampas ponsel Adinda.
Dengan refleks yang sudah terlatih selama seminggu ini, Adinda dengan cepat menghindar. Dia segera bangkit dari duduknya lalu berpindah ke single sofa.
Adrian berdecak. Emang nggak diragukan lagi. Dua-duanya bener-bener, pikirnya dalam hati sambil geleng-geleng kepala.
* * *
Sementara Adinda sibuk mengutuk Adrian dalam hatinya. Sekaligus mendoakan semoga manusia itu nggak rese lagi.
Adinda D.
Lama-lama gua gedeg
sendiri deh, sama Adrian-_-Adinda menuliskan keluh kesahnya pada Reksa, tanpa tau cowok itu sedang berdiri di supermarket dekat rumahnya.
Reksa
Biarin aja.
Gw di sprmrkt dkt rmh lo,
bisa klr ga?Mata Adinda membulat mendapat jawaban seperti itu. Dia melirik Adrian yang sedang serius menonton.
Adinda D.
Kayanya bisa
TungguAdinda kemudian memasukkan ponselnya ke dalam kantong celananya kemudian berjalan tanpa mencurigakan ke arah dapur.
Adrian menatapnya tajam saat Adinda berdiri. Cowok itu mencari gelagat mencurigakan dalam gerakan Adinda.
Tapi Adinda sudah terlatih, untuk hal-hal basi yang dengan mudahnya dia lewati seperti sekarang ini.
Adinda berjalan ke arah dapur, mencari Bi I'in. Setelah ketemu, Adinda memohon padanya untuk pura-pura menyuruhnya ke supermarket, sekedar membeli apa saja yang dibutuhkan.
Bi I'in, yang dari kemarin memang tau soal Adinda dan Reksa yang tidak boleh ketemu, mengangguk paham.
"Non, tolong beliin telur, ya. Di supermarket depan." Suruh Bi I'in dengan suara yang sengaja dilantangkan.
Adinda tersenyum tiga jari sambil mengucapkan terimakasih tanpa suara, lalu berjalan keluar dapur dengan lagak santai.
Adrian menoleh ketika Adinda akan membuka pintu kemudian meneruskan acara menontonnya, tanpa menoleh lagi.
Dikira gue nggak tau., Pikirnya. Adrian menggeleng lalu mengangkat bahunya. Kali ini aja, Din. Gua biarin.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
Teen FictionKamu adalah luka sekaligus penyembuh yang paling aku suka. © Okt 2017 by Gigihsusu