Rindu

569 26 0
                                    

Kita adalah rindu yang tak mampu untuk mengaku.

— Adnda, Rindu yang Tak Mampu

* * *

2 minggu kemudian...

Adinda menatap kertas jawaban yang baru saja di jawabnya. Ia kemudian bangkit, mengumpulkan kertas itu ke pengawas lalu keluar dari ruang ujian.

Adinda mengambil tasnya dari dalam loker, menggendongnya menuju kantin. Ia tak banyak bicara akhir-akhir ini.

Bahkan hampir terlihat seperti mayat hidup.

Gilang, Gading, ataupun Arkan sama sekali nggak bisa menghubungi Reksa. Apalagi dirinya, bukan begitu?

Adinda memesan bakso panas dengan teh manis hangat. Akhir-akhir ini pula, dirinya jarang memesan jajanan seperti cilok ataupun batagor Mbak Wis.

Ia lebih memilih bakso dengan saus sebanyak mungkin, yang berujung membuat maag-nya kambuh.

Begitu bakso datang, Adinda meraih saus di atas meja, menuangkannya beberapa kali. Kemudian berpikir untuk menambah lagi, ketika sebuah tangan menahan gerakannya.

Kalau biasanya Gilang ataupun Ranti, kali ini Adinda sama sekali nggak mengenali tangan siapa ini.

Segera ia mendongak, mendapati seseorang yang hampir mirip dengan Reksa, namun dalam porsi agak tua.

"Si... Siapa, ya?" Tanyanya gugup. Harap-harap cemas kalau cowok ini bukan Reksa-nya. Karena tatapannya sekarang seperti ingin membunuh Adinda.

"Rega. Kakaknya Reksa." Balas cowok itu dingin, kemudian melepaskan tangannya yang menahan tangan Adinda lalu duduk di hadapannya.

"Kakaknya Reksa? Reksa punya kakak? Kok dia nggak pernah cerita?" Ucap Adinda bermonolog ria.

Rega terdiam. Mengamati Adinda lamat-lamat kemudian menyunggingkan sebuah senyuman tulus yang dalam.

"Pantesan Reksa milih lo." Ucapnya. Adinda melongo.

"Ha?" Ucapnya tak mengerti. Rega tersenyum lagi.

"Pantesan Reksa milih lo. Muka lo punya sedikit kemiripan sama almarhumah ibu gua dan Reksa. Reksa yang paling deket sama Mama, dan ketika Mama pergi, ya dia yang paling sedih. Makanya wataknya jadi begitu.

"Tapi aslinya dia lembut, apalagi sama cewek. Sampe akhirnya lo dateng. Lo dateng dan bikin dia nemuin sosok seperti mama di elo. Baik, murah senyum, ceria, kaya nggak ada beban idup lo tuh.

"Mungkin Reksa sempet buta sama cinta pertamanya, tapi ketika dia sadar akan semuanya, dia selalu berpikir semua bakalan sesuai, semua bakalan balik lagi kaya gimana awalnya.

"Reksa nggak pernah mau nerima sebuah kekalahan, kegagalan, atau apapun yang mengecewakan. Ketika dia mau lo, ya dia maunya elo. Dia nggak mau yang lain. That's why he run away." Jelas Rega panjang lebar.

Adinda terdiam seribu bahasa mendengar penjelasan cowok di hadapannya ini. Begitu kah kenyataannya?

"Dimana Reksa sekarang?" Tanya Adinda dengan nafas tercekat. Rega merogoh saku celananya, mengeluarkan lembaran kertas lusuh dari dalamnya.

Ia menaruh kertas itu di atas meja kemudian menyodorkannya ke arah Adinda. Adinda melihat sebentar kertas tersebut kemudian mengambilnya.

Isinya, hanyalah sebuah foto yang diambil dari jarak jauh, dan tanpa sepengetahuan orang tersebut.

Pertama, adalah foto ketika Adinda duduk di kursinya sambil memperhatikan Pak Ari dengan earphone di telinganya.

Kedua, ketika Adinda membaca surat ganti yang Reksa tulis dari buku IPS halaman 19.

Ketiga, adalah foto dimana Adinda sedang berlari ketika memaksa Reksa menurunkannya di depan rumah Gilang.

Dan beberapa foto lainnya yang benar-benar tak di sadari Adinda kapan diambilnya.

Semuanya hasil jepretan Reksa? Cowok itu yang mengambil gambar-gambar ini? Kembali Adinda terisak.

"Gua mohon, Kak. Kasih tau kemana Reksa pergi. Atau minimal, ijinin gua ngomong sekali lagi sama dia." Ucap Adinda setengah menangis.

Rega terdiam. Cowok itu menggeleng kepadanya. "Gua sendiri juga nggak tau kemana anak itu pergi. Nggak pernah kontakan lagi, malahan. Intinya sebelum pergi, dia cuma nitip itu buat dikasih sama lo."

Adinda terdiam lagi kemudian menangis kembali. Cowok itu sering membuatnya sakit tapi juga ada rindu mendalam di sini.

Rega akhirnya berpamitan, ketika semua titipan Reksa sudah ada pada tangan Adinda.

Adinda nggak bisa menahan Rega. Rega juga nggak tau apa-apa. Biarlah kemana perginya Reksa, menjadi tanda tanya besar baginya.

Cowok itu mungkin butuh waktu sendiri. Waktu istirahat, setelah penolakannya kemarin itu.

Tapi seharusnya cowok itu kembali. Cowok itu pasti kembali. Cowok itu harus kembali. Harus.

Kembali padanya.

* * *

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang