Atau ini hanya imajinasiku saja?
- Adinda.
Imagination - Shawn Mendes
[translate]* * *
Adinda menatap Adrian dari bangku di pinggir lapangan yang sekarang ini ia duduki. Sementara Adrian sibuk berlari berputar keliling lapangan ini.
"Capek juga, ternyata." Keluh Adrian sambil mengambil duduk di sebelah Adinda.
"Masih mau muter lagi?" Tanya Adinda kalem. Adrian menggeleng.
"Balik aja, ayo. Lengket semua badan gua." Ucapnya sambil bangkit berdiri, di susul Adinda.
Mereka berjalan pelan menuju rumah, masing-masing diam tanpa kata. Adinda sendiri sibuk melirik ke kanan dan kiri. Sebelum langkahnya terhenti begitu melihat seseorang di ujung komplek rumahnya.
Berdiri dengan kaus hitamnya yang dilapisi jaket parks favoritnya. Reksa. Adinda seakan ingin berlari dan memeluk cowok itu lalu menyeretnya pulang.
Tapi nyatanya, Ia hanya diam. Kakinya bahkan terasa kaku untuk bergerak, matanya tak luput dari sosok itu. Sampai ketika Reksa akan berjalan ke arahnya, Adinda bergerak menoleh ke arah Adrian.
Tapi siapa sangka. Adrian hilang dari tempatnya. Entah kemana, meninggalkan Adinda di pinggir jalan ini, dengan Reksa yang terus bergerak maju menuju ke arahnya.
Sampai akhirnya cowok itu berdiri satu langkah di depannya, menatapnya dengan segala kerinduan yang terpendam.
"Hai," ucapnya dengan senyum yang selalu Adinda rindukan, dan kalimat yang menggantung-Adinda tau kalimat itu sengaja digantung Reksa.
Lalu Reksa maju selangkah lagi, menutup jarak antara mereka. Ia memegang pipi Adinda, menyelipkan rambutnya di belakang telinga kirinya dengan tangan kanannya, lalu mendekat untuk berbisik.
"Sayang." Dan itulah lanjutan dari sapaannya yang digantung cowok itu. Adinda merona, tapi sebagian dirinya ikut kecewa.
"Hai," balas Adinda. Reksa mengangkat satu alisnya seakan mengatakan, hanya itu?
"Reksa." Lanjutnya. Reksa terdiam, menatap dalam-dalam cewek yang dirindukannya. Maafin rencana bodoh gua, Din. Yang bahkan belom selesai, pikirnya dalam hati.
Adinda kemudian menarik turun tangan cowok itu dari pipinya, menggenggamnya erat sebelum melepaskannya.
"Apa kabar?" Tanyanya, menunduk kemudian menatap Reksa lagi. Air mata menumpuk di pelupuk matanya.
"Din," panggil Reksa. "Kenapa nangis, hei?" Tanyanya pelan. Adinda menggeleng.
Reksa kemudian bergerak memeluk Adinda, sebagai usahanya menenangkan cewek itu juga menenangkan dirinya sendiri atas rindu yang bergejolak dalam tubuhnya.
Ia rindu gadis ini. Benar-benar rindu. Sampai tak tau lagi kemana sudah ia bawa hubungan ini. Satu kata yang jelas; rindu.
Sementara Adinda berusaha menahan gejolak untuk tidak meraung-raung di sini, di tepi gang kompleknya. Jadi ia menyembunyikan wajahnya dalam dada Reksa, untuk menyamarkan tangisannya.
Hingga Adinda tenang, barulah Reksa melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah Adinda yang seakan membengkak sehabis menangis.
"Jangan nangis, please." Pintanya. "Gua nggak sanggup liat Lo nangis kaya tadi." Lanjutnya lagi, dengan lirih.
Adinda menarik nafasnya, mengusap pipinya lalu tersenyum. Sebuah senyuman yang lama hilang, semenjak hilangnya Reksa.
"I'm fine. I just miss you so damn bad. I'm sorry." Ucapnya. Reksa menggeleng.
"Selama ini, lo baik-baik aja, kan?" Tanya Reksa padanya, yang jelas tau kalau Adinda takkan pernah baik-baik saja tanpanya.
"No, I'm not. I'm sorry." Jawabnya. Reksa-yang entah kenapa-malah merasa lega.
"It's okay not to be okay." Ucap Reksa kembali menggeleng. Ia kemudian meraih tangan Adinda dan menggandengnya.
"Sekarang gue anterin pulang, ya?" Ucapnya yang dibalas anggukan dari Adinda.
* * *
Sepanjang perjalanan, yang Adinda lakukan hanya diam dan sesekali tersenyum ataupun merona. Entah karena apa.
Hingga di depan pagar rumahnya, ia masih merona. Pipinya memerah bagaikan tomat membuat Reksa tersenyum geli diam-diam.
"Muka lo kenapa merah gitu?" Tanya Reksa dengan senyum miringnya. Adinda sontak semakin memerah dan memegangi pipinya.
"Ah! Anu, itu..." Ucapnya menggantung. Kemudian Reksa terkekeh.
"Anu, itu, anu, itu. Masuk lu." Ucap Adrian yang tiba-tiba berada di belakang Adinda. Adinda berdecak.
"Nggak bisa liat orang seneng apa?!" Gertaknya kesal, tapi tetap melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
Sementara kali ini, urusannya berganti. Bukan lagi kakak si pacar dengan sang pacar. Tapi seorang kakak dengan adiknya.
Reksa menatap Adrian yang lebih tinggi sedikit darinya. Menatapnya hormat, seperti seorang adik menatap kakaknya.
"Jadi, tentang rencana lo," Adrian membuka suaranya. "Kapan bakalan di kelarin?" Tanyanya seperti orang lapar. Lapar akan sebuah kejutan.
Reksa tersenyum miring. "Secepatnya." Jawabnya mantap. Adrian menaikkan satu alisnya.
"Pas Promo Nite, berani?" Tantangnya. Reksa menaikkan alisnya. Boleh dicoba, pikirnya.
"OK." Jawabnya mantap, bahkan sedikit menantang. Keduanya kemudian bersalaman secara gentle, sebelum akhirnya Reksa pamit dan kembali menghilang.
Let's start the game.
* * *
Author's Note:
Okay, hai! Setelah sekian lama akhirnya aku update xoxoxo. Maapkan ke-ngaretan kuh, berbi bala-bala. Sangat susah mencari mood mengetik dengan HP holang huhu.
Dan kayanya ini part paling panjang y g si? Soalnya sampe 700words gitu. Atau masih kurang panjang? Mau dipanjangin lagi?Vomment! Xoxoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
Teen FictionKamu adalah luka sekaligus penyembuh yang paling aku suka. © Okt 2017 by Gigihsusu