Mencintaimu membuatku selalu ingin memperbaiki diri. Terimakasih, telah membaca kekuranganku dengan teliti namun tetap menemaniku untuk mensyukuri dan belajar lebih baik lagi.
— Adnda, Kamu.
* * *
Reksa mendongak melihat kamar Adinda yang sudah gelap. Lampu sudah dimatikan, pertanda cewek itu sudah benaran tidur.
Tapi ketika Reksa akan beranjak dari halaman belakang rumah cewek itu, terdengar decitan pintu balkon terbuka.
Adinda dengan wajah lusuhnya keluar dan berdiri di balkon kamarnya, memandangi bintang-bintang.
Reksa seketika bersembunyi, memperhatikan Adinda di gelapnya malam.
Cewek itu tampak menangis. Sebuah tangisan kebahagiaan kalau bisa Reksa tafsir.
"Dimana pun lo sekarang, Sa. Lo harus tau kalo gua seneng banget lo bakalan balik lagi. Setelah dua minggu ilang, nggak tau kemana." Ucap Adinda bermonolog ria dengan suara seraknya.
Suara cewek itu bindeng. Mungkin akibat pilek karena terlalu banyak menangis. Reksa menyesal akan itu.
"Hal pertama yang bakalan gue lakuin adalah meluk lo, baru nginjek-nginjek kepala lo."
"Dasar sialan lo. Pergi nggak bilang-bilang, nggak ngajak-ngajak. Gua tebak anak itu pasti clubbing deh."
"Emang kayanya belom pernah kena hajar dia. Liat aja lo ya besok. Gua tabok-tanok muka ganteng lo."
Reksa terkikik mendengar ocehan Adinda tentang kekesalannya. Cewek itu benar sekali akan dirinya.
"Oy, Din."
Akhirnya Reksa keluar dari bayang-bayang. Adinda yang terkejut menunduk menoleh ke bawah dan melihat Reksa di situ.
Sontak matanya terbelalak. Ia kemudian berlari ke halaman belakang dengan cepat, secepat kilat.
"Reksa?!" Ucapnya ketika berada di pintu halaman belakang.
Reksa tersenyum padanya. Senyuman manis yang tulus, yang akhir-akhir ini dirindukan Adinda.
Seketika Adinda menghambur kepelukan cowok itu. Melepaskan semuanya setelah sekian lama ini.
"Dasar sialan. Bangke! Monyet! Kambing! Domba! Gua benci banget sama lo!" Isak Adinda sambil memukul-mukul bahu Reksa.
Cowok itu semakin mempererat pelukannya, nggak memperdulikan Adinda yang terus memukulnya.
"Maaf." Ucapnya pelan. Adinda berhenti mengamuk.
"Maaf apa?" Tanya Adinda dengan suara serak, menyerahkan diri sepenuhnya pada pelukan Reksa.
"Maaf karna gua udah lari dari semuanya. Maaf gua nyakitin lo lagi. Maaf udah bikin pacar gua penuh ingus begini." Ucap Reksa dengan nada penyesalan. Adinda mengusap punggung cowok itu.
"No need to say sorry. Yang penting sekarang lo di sini, bareng gue. Itu aja, Sa. Itu aja."
"Gua kangen banget sama lo, Din."
"Iya, Sa."
"Can we go back to the day our love was strong?"
"Kenapa harus balik? Kenapa nggak mulai ulang yang baru aja lagi?"
"Will you?"
"Gua nggak melihat adanya alasan untuk bilang 'nggak'."
Reksa tersenyum kecil kemudian memeluk Adinda dan memutarkan tubuh cewek itu.
Adinda tertawa, diselingi dengan pelukannya yang mengerat di leher cowok itu.
Akhirnya kutemukan lagi dirimu. Yang ku pikir telah pergi jauh.
* * *
Tadi malam Reksa terpaksa pulang karena ketauan sama Gilang. Entah pakai insting apa cowok itu, tau saja keberadaan Reksa apabila sudah memasuki teritorinya.
Dan pagi ini, dengan sebucket bunga dan senyum merekah, Reksa datang lagi. Mengetuk pintu rumah Adinda dengan semangat empatlima.
Adinda juga main ngacir begitu tau Reksa ada di depan. Keduanya sibuk berpacaran, seakan dunia milik berdua.
Yang lain ngontrak!
Sedangkan Mama dan Adrian sibuk mengintip dari jendela, dua sejoli yang sedang bercanda di teras rumah tersebut.
Mama menyenggol lengan Adrian sambil terkikik pelan. "Anak kecil Mama udah gede, Dri."
Adrian mengangguk membenarkan ucapan Mama. Adik kecilnya kini sudah besar. Sudang mengerti tentang jatuh cinta. Sudah bisa bangkit saat patah hati.
"Emang ya. Setelah nangis-nangisan kemaren, akhirnya ketawa-tawa lagi itu anak." Ucap Mama sambil tetap tersenyum dan geleng-geleng kepala.
"Ya, namanya juga kids jaman now, Ma. Drama dulu biar eksis. Udah biasa, lah. Yang penting Dinda bisa bangkit pas dia sakit hati." Ucap Adrian maklum. Mama mengangguk setuju.
"Terus, Dri." Pancing Mama pada Adrian. "Adik kamu udah sem-seman tuh. Pacarnya udah berani ngapel lagi. Kamu kapan nyusul? Bercita-cita dilangkahin sama adekmu?"
Adrian terdiam kemudian melongos pergi begitu saja. Mama selalu jago memojokkannya. Terlebih, Adinda pula memancingnya.
Kayanya mulai besok gua larang aja tuh pacarnya si Adin ngapel. Biar kaga gua lagi yang dipojokin.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
Teen FictionKamu adalah luka sekaligus penyembuh yang paling aku suka. © Okt 2017 by Gigihsusu