6

244 41 7
                                    

Aku keluar dari Aeromobil yang dikendarai langsung oleh Peter, lalu berjalan bersama Alexis menuju ruang tengah. Para pelayan yang melihat Tuannya sudah datang, dengan cepat mereka berjalan ke arah bagasi Aeromobil untuk membawakan barang-barang yang ditaruh di sana yang sudah pasti jika tidak ada mereka maka barang-barang itu akan menjadi penghuni bagasi Aeromobil karena tidak ada yang mengambilnya. Dulu, pernah Alexis berniat membantu mereka untuk membawakan barang-barang yang tertinggal, namun Peter melarangnya dengan aura mengerikan yang ia punya. Dan itulah yang membuatku dan Alexis langsung masuk ke dalam rumah tanpa memedulikan lagi apa yang ada di belakangku. Termasuk Peter yang baru saja keluar dari sana.

Sampai di ruang tengah yang beraroma lavender kesukaanku, aku duduk dan menyandarkan tubuhku pada sofa, kemudian memejamkan mata untuk menenangkan diriku sejenak dari segala rasa lelah yang hinggap sejak berada di dalam Aeromobil. Alexis tidak ikut duduk di sampingku, melainkan berdiri sambil tersenyum bulan sabit menatapku.

"Mau kubuatkan teh hijau?"

Mataku terbuka lalu menggeleng keras. "Tidak. Kalau aku boleh meminta, tolong ambilkan yogurt blackcurrant di lemari pendingin."

"Tentu," ucap Alexis. "Tetapi aku tetap akan membuat teh hijau terlebih dahulu sebelum pria itu melihatku membuatnya sendiri. Kau tahu 'kan, dia akan marah jika melihatnya."

Aku terkekeh. "Iya, sudah, sana."

Setelah kepergian Alexis menuju dapur, aku terdiam sambil sesekali melihat para pelayan yang lalu-lalang mengerjakan tugas mereka. Mereka menaruh barang-barang tadi di tempatnya, dan beberapa dari mereka berlari ke belakang untuk membuat makan siang sekaligus mencegah Alexis membuat teh yang aku yakin pada akhirnya ia tetap akan membuatkannya untuk Peter. Aku menarik napas dalam, suasana ini membosankan.

Kepalaku mendongak untuk menatap langit-langit yang sengaja dibuat seperti kubah sehingga langit-langit ruangan ini membentuk sebuah cekungan. Peter sengaja merancang cekungan itu dengan melapisinya menggunakan layar yang apabila aku menekan tombol di atas meja di hadapanku ini, maka mendadak ruang tengah berubah menjadi gelap dan layar itu menampilkan indahnya luar angkasa dengan rasi-rasi bintang memanjakan mataku. Ini adalah tempat favoritku untuk berkhayal. Seperti saat ini, setelah tombol itu aku tekan, ribuan bintang tampil membuatku sibuk berkhayal tanpa memedulikan suasana sekitar yang mulai sepi kembali.

Mataku terus memandangi bintang-bintang yang bertaburan itu, mencari rasi bintangku sendiri, lalu mencari rasi bintang milik Galvecti. Pisces. Aku menemukannya di sana.

Lagi-lagi mengingat itu, hatiku kembali rapuh. Dulu, saat aku masih mencari tahu segala hal tentang Galvecti, yang pertama kali aku dapat adalah tanggal lahirnya. Ia lahir di hari ke empat pada bulan Maret. Lalu setelah mengetahui tanggal lahirnya itu, aku sibuk bertanya pada teman-teman cheers-ku apakah seorang Leo cocok dengan Pisces. Mereka mengangguk saja dan tersenyum sambil berkata, kau cocok dengan zodiak apa pun. Sungguh jawaban yang tidak membuatku senang.

Walaupun sebenarnya sedih, tak ayal aku tersenyum mengingat itu. Entah sampai kapan aku akan seperti ini, mengingatnya hanya karena hal-hal kecil, lalu membawaku berlarut-larut dalam kenangannya. Aku terus berlari menghindari semua itu, tetapi pada akhirnya ia akan tetap berada di sekelilingku. Kita selalu beriringan pada dasarnya. Namun hanya ragaku yang menolak semua itu agar perasaanku terlindungi. Aku hanya memikirkan bagaimana caranya untuk menjadi apa yang Galvecti minta. Kuat, tanpa air mata.

Sebuah suara langkah kaki terdengar dari arah pintu. Suasana itu hancur begitu saja saat Peter masuk ke ruangan ini. Ia dengan santainya menekan kembali tombol itu hingga sekarang ruangan ini kembali terang. Ia duduk di hadapanku, menatapku tajam seperti biasanya dan menggulung lengan kemeja panjangnya hingga ke siku.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang