23

146 27 20
                                    

Apakah ada yang menunggu cerita yang amat sangat lambat update ini? 😂

****

Jujur, Christian tidak nyaman dengan suasana tempat kerjanya ini. Ia hanya bisa duduk, menatap sekelilingnya dengan bosan, lalu ia berdiri untuk berjalan menuju jendela kaca di dekatnya agar ia bisa menatap pemandangan luar dari tempatnya berada.

Sebelumnya, ia tidak pernah bekerja sesantai ini. Saat di markas kelompok tak bernama, ia tidak memiliki waktu luang hanya untuk memerhatikan aktivitas orang-orang di luar sana. Ia harus berkumpul di ruang diskusi hingga berjam-jam, memeriksa senjata baru untuk keperluannya menyerang lawan, membicarakan strateginya dengan Yanze, lalu terkadang ia latihan fisik dan senjata di tanah kosong belakang markasnya. Hal-hal itu tentu saja membuat hidupnya tidak pernah memerhatikan hal-hal kecil seperti ini. Terlebih lagi selain ia menjalankan tugasnya sebagai anggota perang, ia juga memiliki kelompok Beacher dalam hidupnya. Jika kedua pekerjaannya itu tidak ada, ada ayahnya yang harus ia urus.

Ayah ....

Mengingat apa yang menjadi tujuannya menerima pekerjaan ini, membuat Christian menghela napasnya berat. Yang ia lakukan hanya untuk melihat senyum bahagia yang jarang sekali ayahnya tunjukkan. Apalagi ia mendapat dukungan dari teman-temannya di Pusat III, dan juga Al-Ahgaff. Christian akan mencoba menghilangkan ketidaknyamanannya ini perlahan-lahan.

"Oh, tampaknya akan ada berita mengenai seorang sekretariat negara yang baru saja menjabat selama satu hari, tetapi ia harus mengakhiri hidupnya dengan melamun di depan kaca kantor."

Dengan gerakan refleks, Christian mundur satu langkah dan menoleh ke arah Andreaz. Pria itu menatap tajam ke arahnya, tidak peduli kalau Andreaz adalah orang nomor satu di Pusat I.

"Aku tidak seburuk itu!" kesal Christian. "Ada apa kau ke ruanganku? Ingin mengajakku berkeliling lagi, lalu aku disalami oleh seluruh wanita yang ada di lantai bawah seolah-olah aku adalah artis terkenal?"

Mendengar itu, Andreaz tertawa. "Bukankah wajahmu sudah tidak asing di media pertelevisian? Lagipula kau ini 'kan tidak memiliki wanita spesial, kenapa tidak kauambil kesempatan emas itu untuk memperbanyak pilihanmu sebelum kau benar-benar jatuh pada orang yang tepat?"

"Aku tidak berpikiran untuk mencari kekasih saat ini," jawabnya malas, "Dan terima kasih atas sarannya, Pak. Aku tahu kau lebih berpengalaman daripada aku. But no, thanks."

Alih-alih menimpali ucapan Christian, Andreaz hanya terkekeh dan mengambil tempat duduk yang tersedia di hadapan meja Christian. Ia menumpukan kedua sikutnya ke atas meja, lalu tersenyum ke arah Christian hingga membuat pria itu mengerutkan dahi.

"Apa?"

"Ternyata kau memang Benar-benar mirip dengan Galvecti."

Christian mendengus. "Sudah beribu-ribu kali aku mendengar hal itu. Apa tidak ada informasi lain yang lebih berkesan, Pak?"

"Galvecti juga tidak suka saat Pamannya membicarakan tentang wanita. Entah kenapa dia seperti itu," kekehan Andreaz yang semula terpatri, kini perlahan rapuh tinggal sebuah senyuman. "Hingga akhirnya ia mengenal Luna, dan dekat dengan Lusi. Kisah cinta Galvecti tidak terlalu beruntung."

"Kisah cinta?"

Andreaz mengangguk. "Anakku pernah mencintai Galvecti, tetapi Galvecti lebih mencintai Lusi. Dan Lusi merasakan hal yang sama," ungkapnya, "Tetapi mereka tidak ditakdirkan bersatu. Seseorang menembak Galvecti tepat di jantungnya. Mereka harus berpisah karena itu." Rahang Andreaz mengeras saat ia mengingat penembakan itu.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang