15

190 36 18
                                    

Suara ketukan kaca kamarnya membuat Christian terbangun dari tidur. Ia menggeliat karena terganggu, lalu terduduk sambil menggeram kesal ketika suara ketukan itu semakin kencang. Tangan kanannya mengacak rambutnya yang sedikit terasa mengganggu, lalu menghirup udara banyak-banyak untuk mengumpulkan seluruh nyawanya agar ia bisa berjalan dan kemudian memukuli orang yang berani mengganggu mimpinya. Christian berani bersumpah, jika pelakunya adalah Yanze, maka ia tidak segan-segan menghanyutkannya bersama ombak-ombak pantai yang biasa ia gunakan untuk berselancar.

Kedua matanya menatap ke arah langit yang terlihat samar-samar karena matanya yang belum sepenuhnya terbuka itu dari celah ventilasi udara jendela kamarnya. Ia mendengus saat mengetahui hari belum benar-benar pagi, karena ia tidak melihat ada cahaya yang menyorot ke arahnya. Hanya langit yang mulai membiru, disertai sekelompok burung yang terbang melintasi awan-awan sekitar rumahnya.

Setelah beberapa detik berdiam diri, karena ia khawatir jika kaca kamarnya pecah akibat ketukan itu, Christian berjalan menuju sumber suara dengan sedikit hentakan kaki. Tangannya yang sedari tadi mengepal kesal, kini sudah memegang gorden. Kemudian, tanpa aba-aba terlebih dahulu, ia menyibaknya kencang.

Semua kata-kata yang hendak ia keluarkan tadi mendadak hilang ketika melihat siapa yang mengetuk kaca kamarnya itu. Di depannya, ia melihat orang nomor satu di dunia tengah berdiri bersama para anggota intelijen lainnya yang berjaga di belakang tubuh pria itu. Mata Christian bertemu pandang dengan tatapan presiden umum dunia yang tidak dapat ia artikan apa maksud tatapan itu. Yang ia tahu, tatapan mata Mr. Galucci yang awalnya tajam penuh peringatan saat menatap wajahnya, sekarang semakin melemah bersamaan dengan kepalan tangannya yang kini meluruh. Menjuntai tanpa tenaga.

"Buka pintu rumahmu, pria pantai. Atau kami akan menghancurkannya hanya dalam hitungan detik," ucap salah satu dari orang-orang intelijen itu.

Christian walaupun merasa sedikit gentar karena persediaan senjatanya tidak sebanding dengan mereka karena hanya ada dua buah pistol di tempat khusus yang tidak dapat diketahui ayahnya, segera keluar dari kamarnya lalu bertepatan dengan Lusi yang berjalan dari arah dapur. Wanita itu sudah mengganti pakaiannya dengan baju milik Christian yang terlihat kebesaran jika melekat di tubuhnya, sambil membawa segelas air mineral dan buah apel. Tatapannya terlihat bingung melihat Christian terburu-buru berjalan ke arah luar, dan pria itu paham apa yang akan Lusi tanyakan.

"Keluargamu datang."

Mendengar itu, Lusi menjadi sedikit panik. Alih-alih memasang wajah bahagia, ia lebih takut jika saja Peter datang dan memarahinya seperti biasa. Jadi, ketika Christian melanjutkan jalannya, ia hanya bisa mengikutinya dari belakang—tidak berniat mendahuluinya untuk cepat-cepat membukakan pintu seperti seseorang yang sedang tersesat dan bertemu keluarganya.

Tangan Christian memegang kenop, lalu membuka pintu. Ia langsung disuguhkan dengan pemandangan Mr. Galucci yang sedang menatapnya lekat, tidak berkedip. Membuat aura yang ia rasakan saat ini sama dengan aura perdebatan di ruangan diskusi kelompoknya.

"Selamat pagi, Mr—"

Mata Christian terbelalak ketika ia belum selesai berbicara, seorang presiden umum yang ia kenal paling berwibawa versi sebuah majalah yang biasa Kinkan baca, kini tengah memeluknya erat seperti seseorang yang sudah lama ditinggalkan tetapi kembali bertemu saat ini. Kedua tangannya melayang—mendadak tidak tahu untuk apa tangannya itu digunakan— karena terlalu terkejut menerima pelukan ini.

Bukan hanya dirinya, tetapi sepertinya para anggota intelijen yang berdiri di belakang Mr. Galucci pun ikut terkejut, sangking terkejutnya akan gerak refleks itu, mereka menodongkan senjata mereka ke arah Christian. Sontak tangan Christian bergerak ke atas, menandakan bahwa ia tidak melakukan apa pun pada presidennya.

Persona Non GrataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang