Part 1. Berjumpa Lagi

199 35 70
                                    

"Sadarkah? Di setiap awal pertemuan terkadang menimbulkan pertemuan selanjutnya. Dan di setiap pertemuan selalu terselip maksud yang samar namun nyata."
____________________________________

Kilana masih terus menginjak pedal sepeda birunya yang makin lama memberat. Efek lawan angin begini jadinya, saat terburu-buru justru cuaca sedang mengujinya. Lima belas meter lagi gerbang SMA Langit Biru akan tertutup rapat oleh bapak tua yang terkenal judesnya. Meski begitu Kilana masih giat terus mengerahkan seluruh energinya. Jarak kian menipis hingga senyum Kilana sedikit terlihat hingga motor sport super gede tanpa melihat belakang memutar balik membuat Kilana kelabakan. Keranjang depan sepeda sudah bergerak kanan kiri secara cepat karena tangan Kilana juga takut nabrak.

Percuma, tepat sebelum Kilana menarik rem ban sepedanya sudah melewati batas jalan hingga telah berada di atas rerumputan banyak jangkrik. Kaki Kilana sudah siap mendarat untuk tetap berdiri namun sayang kartu keberuntungan lagi-lagi bukan milik Kilana, hingga tanpa bisa dicegah kaki Kilana mendarat di atas batu besar tak rata. Kaki meleset ke bawah hingga tubuh juga ikut terhuyung ke arah kanan. Menyisahkan suara benda berbenturan dengan tanah.

Kilana hanya bisa meringis merasakan bahu kanannya yang berbenturan secara langsung dengan tanah basah oleh tetesan embun. Mungkin saat ini Tuhan masih melindunginya karena kepala masih tidak berbentur dengan batu. Sungguh Kilana tak bisa membayangkan bila itu terjadi dan malah lebih parah bika masuk koran. Dengan judul terpampang besar GADIS SMA NYUNGSEP DI RERUMPUTAN KARENA KEHILANGAN KESEIMBANGAN. Itu sama sekali tidak lucu bukan?

Secara perlahan tangan Kilana mulai bergerak untuk membuat tubuh bisa berdiri. Kini dengan posisi duduk Kilana sudah bisa melihat dengan jelas si pengendara motor abal yang tak handal menyetir kini tengah melihatnya. Bersiap menyemburkan kata-kata makian yang ditujukan kepadanya, tanpa buang waktu Kilana segera berdiri. Belum apa-apa kaki kanan Kilana diserang rasa sakit. Hanya bisa memejamkan mata untuk meredam rasa sakit.

Mungkin ini hanya keseleo biasa. Berarti kali ini ia butuh bantuan kepada si pengendara motor. Tangan Kilana melambai ke atas mengisyaratkan ia butuh bantuan. "Heyyy, lo sini!" Panggilnya dengan suara kencang.

Luan yang juga merasa bersalah mulai menghampiri. Dengan muka polosnya Luan bertanya, "lo nggak papa kan?"

"Nggak papa alis lo rontok. Cepet bantu kaki gue sakit!" Tak lupa Kilana memukul keras helm biru tua yang membungkus kepala Luan hingga membuat ia mengaduh.

"Kasar amat lo jadi cewek," cibirnya yang mulai mengangkat tangan kiri Kilana untuk disampirkan ke atas bahunya. Mereka mulai berjalan menuju gerbang sekokah yang telah sempurna tertutup rapat yang hanya dapat dimasuki binatang kecil.

Luan menggoyangkan gerbang hingga menimbulkan suara yang cukup berisik. Menyembullah bapak tua yang terlihat semakin garang ketika melihat muka Luan. "Pak Laton bukain gerbangnya dong," teriak Luan yang tak punya dosa. Sudah telat mana nggak tahu diri.

"Seperti biasa kamu boleh masuk jam sembilan!" tolak Pak Laton mentah-mentah. Pak Laton sudah kenal betul kebiasaan Luan yang selalu datang jam tujuh mepet bahkan sekarang sudah lebih sepuluh menit. Bahkan tak hanya Pak Laton sang satpam tegas, semua murid di SMA Langit Biru pun tahu dengan Luan, terutama ketampanannya.

"Ayolah pak kali ini aja. Lihat nih cewek di sebelah, dia lagi kesakitan kakinya." Kali ini Luan tak berbohong karena dari raut wajah Kilana sudah mengisyaratkan sesuatu yang mengganjal.

Forget The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang