"Meski masih pura-pura hari spesial ini juga perlu diingat, barangkali nanti bisa jadi beneran. Semua berawal dari mimpi 'kan?"
____________________________________Hari Senin setelah hari dimana Ulangan Bulanan selesai adalah hari yang ditunggu-tunggu. Ada yang menunggu berharap nilainya naik, berharap nilainya tetap, atau berharap nilainya tidak turun. Begitulah sudut pandang tiap siswa.
Kilana sengaja berangkat lebih cepat lima menit dari jam biasanya ia berangkat, meskipun tidak terlalu cepat Kilana masih melihat sekolah kosong. Seperti saat ini yang entahlah tidak seperti biasanya, di mading yang jumlahnya lima sudah penuh dihinggapi oleh para manusia.
"Ada apaan sih? Biasanya kalo ada pengumuman kayak gini mereka nggak akan dateng sepagi ini." Kilana mempercepat langkahnya supaya dapat mendekati mading dengan segera sebelum ada orang lain memenuhi mading.
Tepat di mading nomor 2 Kilana masih mencoba mengintip dari sela-sela yang ada walaupun minim sekali harapan ia bisa melihat dengan jelas peringkatnya.
"Yang udah minggir dong gantian," ucap Kilana memohon. Pasalnya kaki Kilana sudah letih karena berjinjit terus menerus akibat tubuhnya yang kecil.
Selesai mengucapkan kata itu semua pasang mata yang sibuk melihat kertas peringkat berpaling menatap Kilana. Kilana yang ditatap begitu tentu saja risih tapi mungkin ini ada yang lebih penting dari sekadar itu, yaitu mengapa mereka?
"Why?" Kilana menunggu jawaban dari salah satu dari mereka namun tak ada satu pun anak yang mau menjawab pertanyaannya.
"Sumpah gue kaget, nggak nyangka! Kok bisa?" Suara seorang siswi berteriak histeris. Hal itulah membuat tanda tanya Kilana semakin banyak dan kuat. Dengan segera ia mencoba menyelip dari tubuh ke tubuh hingga tibalah ia di bagian depan.
Kilana bergeser ke kiri sedikit untuk melihat peringkatnya. Di lembar 1 tertera peringkat 1-20 yang predikatnya siswa-siswi pintar. Dengan cepat ia meneluluri dari nomor satu yang masih dipegang Digan, kemudian Livana hingga sampailah pada peringkat ke-10.
Tunggu! Mata Kilana sungguh normal kan? Tapi mengapa namannya tidak tertera di peringkat 10? Justru yang ada adalah nama Luan Gramastya. Keringat dingin mulai bermunculan dari pori-pori kulitnya seiring dengan keberanian Kilana menengok ke peringkat 11. Di sanalah nama lengkapnya tertera, Kilana Resilda.
Kaki Kilana mulai terasa lemas. Harapannya pupus saar itu juga. Mimpinya seakan runtuh. Semangatnya perlahan redup. Tak tahan dengan kondisi ini ia memilih keluar dari gerombolan dan berjalan menuju kelasnya.
"Kok bisa sih? Bodoh lo Na! Bodoh! Masa' ngalahin Luan aja nggak bisa. Mau jadi apa lo!" Kilana berulangkali memukul kepalanya dengan tangannya sendiri. Entah apa yang ia lakukan dengan tujuan apa. Dirinya hanya perlu pelampiasan.
Fokus Kilana hilang hingga mengakibatkan jidatnya membentur tubuh seseorang. Ia mendongak dan saat itu pula dirasakannya amarahnya tiba-tiba memuncak.
"Puas lo? Puas udah bikin peringkat gue turun cuma gara-gara hal bodoh yang sama sekali nggak menguntungkan gue? Puas lo hah!" Kilana berteriak di koridor seangkatannya hingga muncullah beberapa orang sedang asyik mengintip drama dadakan pagi hari yang tak pernah ia saksikan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget The Secret
Teen FictionRahasia, kebahagiaan, dan luka. _________________ Tiap orang punya kisah sendiri dalam hidupnya. Begitu pun kita. Kita bertemu tanpa sebab tapi berakibat. Bagi aku maupun kamu. Aku dan kamu punya luka, untuk mengenyahkannya aku memilih merahasiakann...