Part 13. Livana Marah!

45 8 1
                                    

"Orang pintar emang banyak, tapi percuma kalo modal label pintar tapi attitude nggak dicerminkan."
____________________________________

Bagai satpam yang sudah dikomando dan diberi amanah untuk menjaga kini Luan mungkin dapat diibaratkan seperti itu, namun tak ada yang memerintahnya. Di mulutnya terdapat permen sunduk berwarna merah menggoda dengan rara asam kecut yang diambilnya dari Puput. Punggungnya ia senderkan secara tegap pada pintu, dan pandangannya lurus tapi mempunyai tujuan yaitu mencegat seseorang.

Tak lama ia berdiri di sana dari kejauhan seseorang yang ditunggunya semakin mendekat, dan selama itu pula mata Luan menatapnya secara intensif. Kemudian ia segera masuk ke dalam dan duduk manis di bagian depan yang bukan bangku miliknya. Itu adalah bangku Puput yang dimintai permen sunduk dan juga ia usir sebelumnya.

Memasang senyum semanis mungkin tatkala seseorang itu masuk. Saat ia melewati posisi duduk Luan dengan sengaja ia mengeluarkan permen sunduknya yang masih berukuran besar untuk dilemparkan.

Novita tersentak. "Aduh apaan nih lengket-lengket?" Novita mengusap tangan kanannya yang terkena permen Luan. Kemudian diciumnya bekas lengket itu dan seketika ia menjerit tertahan.

"Duh Nov maaf gue sengaja eeeehhh maksudnya nggak sengaja, sini biar gue yang handle." Luan dengan segera berdiri, mimik mukanya dibuat sepanik mungkin dengan tujuan supaya Novita tidak curiga.

"Gimana sih lo itu, ish, kurang kerjaan banget." Novita mengusap bekas lengketan permen dengan telapak tangannya. Namun tiba-tiba terhenti tatkala Luan juga sedang membantunya untuk membersihkan bekas lengketan permen.

"Sini biar gue lap aja," ujar Luan lembut. Novita yang diperlakukan seperti itu hanya membisu, tak bisa berkutik karena jarak mereka terlalu dekat. Luan dengan gerakan gesit menarik secara paksa dasi milik Novita hingga mengakibatkan kepalanya sedikit terdunduk dan badannya membungkuk.

Plakkk

"Adu du kotak," latah Luan saat merasakan kepalanya dipukul keras oleh Novita. Ia meringis karena sadar bahwa perlakuannya salah, seharusnya ia menggunakan dasinya kenapa justru dasi Novita.

"Sengaja, ya, lo!" geramnya menyipit. Dengan gerakan kuat Novita mendorong Luan ke arah samping supaya ia minggir dan dapat memberinya akses jalan.

"Gimana hasil diskusinya buat jadi juara peringkat bertahan?" Luan mengangkat sebelah alisnya lalu tersenyum sinis yang tandanya mengejek. Ia menatap Novita remeh, seakan tak percaya bahwa gadis di depannya ini yang selalu menjadi partner menjaili atau dijaili bisa berbuat kecurangan.

Langkah Novita terhenti, tubuhnya seketika menegang. Pertanyaan Luan membuat lidahnya kelu, antara tak percaya bahwa Luan tahu atau takut rahasia mereka semua terbongkar. Mata Novita berkeliar, berusaha menghindari tatapan Luan yang menatapnya intensif. Tak ada pilihan lain, dengan segera ia mendorong Luan. "Bukan urusan lo," ucapnya dingin.

"Oh tentu urusan gue Nov. Secara gue udah bagian sepuluh besar, sepuluh man!" Luan menunjukkan kesepuluh jarinya.

"Terus lo mau sombong?" tanyanya dengan sudut mulut yang sedikit terangkat, Novita seketika tertantang.

"Bukan sombong." Luan mengusap pelan bahu Novita. "Lo itu temen deket gue, bahkan nggak ada cewek selain lo yang deket gue. Lo itu pemberani Nov, galak, judes, cuek, itu yang buat gue mau berteman sama lo. Cuma gue nggak nyangka lo sembunyiin rahasia dari kita ... Nazel, Gama, apalagi gue."

Forget The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang