Part 14. Mobil Hitam

33 9 0
                                    

"Mungkin bagimu hidup itu selalu berputar, tapi ada kalanya kita dalam zona yang sama namun dengan keadaan yang berbeda sehingga kita menganggapnya berada dalam kondisi yang berbeda."
____________________________________

Kilana bertopang dagu untuk menahan rasa kantuk yang menyerang tanpa melihat waktu dan kondisi. Di tempat bimbingan belajar tepat pada posisi dua dari depan ia sedang menatap lurus pada guru yang berdiri di sisi papan tulis. Berulangkali ia menguap lebar-lebar dan berulangkali pula ia harus menutup mulutnya supaya terlihat lebih sopan dan tidak memberi akses pada setan untuk masuk ke dalam tubuhnya.

Kilana menarik buku IPA-nya supaya lebih dekat dari jangkauan mata, menyimak apa yang Pak Abadi ucapkan dan menyocokkan dengan ilmu yang ada di buku. Perlahan tulisan mulai pudar, pandangannya mulai kabur, dan kepalanya memberat.

Dukkk!

"Awww," ringis Kilana sembari mengusap jidatnya yang sehabis terantuk meja.

Novita yang mendengar suara benturan kecil dari sampingnya segera menoleh ke arah sumber suara. "Na lo kenapa-napa 'kan?"

"Awwhh Dikit," jawabnya yang sibuk mengelus jidatnya dengan rambut, kata Grina ini manjur. Dengan menggosokkan rambut pada bagian yang sakit atau benjol bisa meredakan rasa sakit dan benjol yang berkepanjangan.

"Kilana ada masalah?" Refleks Kilana mendongak ke arah depan yaitu pada Pak Abadi yang kini menatapnya. Dengan cepat Kilana menggeleng tegas dengan tujuan supaya akibat efek ngantuk tak menimbulkan masalah.

Kilana melihat jam dinding yang menunjukkan pukul setengah delapan yang berarti kurang setengah jam lagi ia baru pulang. Biasanya ia tak pernah seperti ini, mengantuk di jam bimbingan berlangusng sama sekali bukan dirinya. Entah ada apa dengan makanan yang ia konsumsi sehinga membuat ia mengantuk berat.

"Digan," panggilnya lirih supaya tak ketahuan Pak Abadi yang masih asyik menjelaskan materi tentang sistem gerak pada manusia yang hanya setengah-setengah ia pahami yaitu sistem gerak pada manusia adalah rangka dan otot, hanya itu yang dapat ia tangkap di saat kondisi mengantuk berat seperti ini.

"Ada masalah?" tanya Digan cepat bahkan saat Kilana memanggil sangat lirih, Digan secara kilat menoleh ke belakang.

Kilana menggeleng pelan karena samar-samar ia menangkap raut khawatir. "Badan lo bisa munduran dikit nggak, lalu geser ke kanan dikit aja," pintanya dengan mata yang hampir menutup.

Meski sempat dirudungi bingung Digan tetap melakukan apa yang Kilana pinta. Ia memundurkan sedikit kursinya dan memiringkan serta menggeser ke kanan kursinya seperti apa yang Kilana pinta.

Setelah memastikan Digan melakukan apa intruksinya dengan benar Kilana melipat tangannya dan diletakkannya kepalanya di atas lipatan tangan. Kilana tertidur dengan tenang setelah tubuh Digan menutupi diriinya dari pandangan Pak Abadi.

"Rangka dibagi menjadi dua kelompok yaitu rangka aksial dan rangka apendikuler. Rangka aksial yaitu rangka...." Sayup-sayup Kilana mendengar penuturan Pak Abadi yang sangat lembut dan lama-lama semakin mengecil dan hilang atau lenyap dari pendengarannya. Bagai dongeng pengantar tidur, untuk pertama kalinya Kilana Resilda berani tidur di saat proses pembelajaran berlangsung.

"Na bangun udah pulang." Novita menggoyangkan tubuh Kilana heboh, tapi namanya orang tidur meskipun dijungkir balikkan tak akan bangun jika ada hal yang ia takutkan digunakan sebagai senjata.

Forget The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang