"Laki-laki merasa terhormat apabila perkataanya dapat dipercayai oleh perempuan. Namun perempuan perlu perbuatan untuk dapat membuat sebuah kepercayaan, bukan sekadar ucapan belaka."
____________________________________Hari Minggu adalah hari yang tepat untuknya. Luan harus tahu siapa Kilana sebenarnya. Nama ibunya, ayahnya, dan siapa pun anggota keluarganya. Hal ini bukanlah tanpa alasan karena Luan sangat malas membuat aktivitas tambahan yang super ribet. Melainkan kerena mamanya yang mulai menuntut untuk memperkenalkan pacarnya.
Kemarin malam ia cukup terkejut melihat notif Whatsapp dari mamanya. Namun ia cukup kecewa dan sadar diri. Isinya hanyalah "Kurang dua minggu lagi kamu kenalkan pada mama."
Hanya itu, tanpa salam pembuka apalagi salam penutup. Jangankan begitu, mamanya saja tak menyebut namanya, apalagi menanyainya kabar? Terlalu naif Luan tidak apa-apa.
Ia akan menghalalkan segala cara supaya Kilana mau keluar bersamanya. Alasannya jooging, lalu skeeping, atau naik sepeda. Kalau dia nggak mau Luan sendiri harus bertindak, menggeretnya dengan paksa contohnya?
Tepatnya sekarang ia sudah ada di depan rumah Kilana. Naik apa tadi dia ke sini? Naik kaki. Masa' jalan satu kilometer aja nggak kuat? Potong aja burungnya.
"Assalamualaikum, Kilanaaa main yuuuk," teriaknya sedikit kencang. Takutnya Kilana masih membuat peta dunia.
"Waalaikumsallam." Muncullah wajah ibu-ibu yang masih dikategorikan muda. "Sini masuk jangan di depan pagar nanti jodohnya seret loh," candanya sembari membuka pagar untuk Luan.
"Nggak akan Tante soalnya 'kan jodohnya aku jemput sekarang." Grina dan Luan tertawa.
"Nama kamu siapa?" tanyanya mempersilakan Luan untuk duduk. Grina membuka gorden jendela supaya cahaya lebih mudah masuk.
"Luan Gramastya. Anak mama dan papa, bukan anak soleh," jawabnya enteng.
"Ohhh Luan. Kamu ganteng juga, cuma sayangnya Kilana kok nggak anggep kamu teman, ya?"
"Saya memang bukan temannya Kilana Te," tutur Luan menjelaskan.
"Haaah? Terus kamu siapanya Kilana?" Grina makin dibuat bingung oleh pemuda di depannya ini.
"Saya calon imamnya Kilana esok," terusnya disertai tawa membahana. Grina ikut tertawa kecil kemudian ia masuk ke dalam kamar Kilana.
"Lana di dalam ada calon imammu katanya. Dia jemput ke sini mau ajak kamu main." Grina berbicara dengan Kilana yang sedang asyik membaca buku Biologi.
"Calon imam siapa Bu? Kilana nggak ada waktu buat hadepin pasien Menur¹ yang kabur." Kilana mendengkus kesal. Apa-apaan ini! Masih pagi sudah didatangi orang nggak jelas yang ngaku-ngaku calon imam pula! Iya kalo sholatnya bener.
[¹: Salah satu Rumah Sakit Jiwa di Surabaya]"Mulutmu Lana, udah sana temuin dulu. Ibu izinin kalo mau main asal nggak aneh-aneh."
"Ibu apaan sih siapa juga yang mau izin." Kilana kesal, meskipun begitu ia turun dari ranjangnya untuk menemui si orang yang ngaku-ngaku calon imam. Baru saja ia membuka pintu di hadapannya ralat di kursi tepatnya memang benar ada pasien Menur yang kabur. Ia harus cepat-cepat mengusirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget The Secret
Teen FictionRahasia, kebahagiaan, dan luka. _________________ Tiap orang punya kisah sendiri dalam hidupnya. Begitu pun kita. Kita bertemu tanpa sebab tapi berakibat. Bagi aku maupun kamu. Aku dan kamu punya luka, untuk mengenyahkannya aku memilih merahasiakann...