"Tampang itu memang modal awal, tapi yang modal tampang doang akan kalah sama yang modal hati malaikat."
____________________________________Hari ini lain lagi bagi Kilana, sebab hampir saja dan kurang sedikit lagi gerbang sekolah akan ditutup oleh Pak Laton. Jangan sampai kejadian yang lalu terulang lagi, lebih-lebih jika ada Luan juga di sini. Gila saja, seperti flashback yang terlalu persis.
Dengan terburu Kilana memasukkan sepedanya ke area halaman sekolah, tepatnya lapangan basket. "Terima kasih," ucapnya pada Pak Laton yang kini memasang tatapan sangar, yang tidak bisa diartikan.
"Kamu ... yang terlambat dengan Luan itu 'kan?" Terdapat kerutan di dahinya yang sangat jelas pertanda bahwa Pak Laton sehabis berpikir ekstra.
Kilana hanya mengangguk bingung, bukan ragu dengan jawabannya tapi ia bingung mengapa Pak Laton yang notebatenya satpam sekolah bertanya hal demikian. Bukan tak wajar, tapi apa maksudnya?
"Yang pacaran dengan Luan itu 'kan?"
"Ehhh? Iya Pak, kenapa?" tanyanya semakin bingung. Bagaimana mungkin berita tantang mereka yang pacaran pura-pura bisa diketahui satpam? Lebih-lebih para guru apalagi semua penghuni sekolah termasuk penjual kantin dan petugas kebersihan? Apa dahsyatnya berita itu hingga menyebar luas ke seluruh penjuru sekolah?
"Gapapa sih, bingung aja, kok mau sama Luan?"
Tepat saat itu Kilana ingin tertawa sekeras-kerasnya yang ia bisa. Masalahnya ucapan Pak Laton termasuk dalam kategori meremehkan, bukan sekadar pertanyaan yang ingin memuaskan perasaan. Apa sebegitu anehnya ah tidak sebegitu gilanya Luan sehingga Pak Laton dan Pak Nayo bertanya hal demikian seperti tidak percaya Luan memiliki kekasih.
"Yah gapapa Pak, kasian dia jomblo dari lahir 'kan?" Kilana sedikit tertawa kecil saat berucap.
"Iya dari lahir. Yaudah masuk aja sana, oh iya, tadi heboh bener soalnya ada murid baru."
"Iya Pak." Kilana berjalan menuju parkiran untuk memarkirkan sepedanya. Pikirannya juga berkenala pada maksud dari ucapan Pak Laton, sangkut pautnya dirinya dengan mirid baru apa sehingga ia harus tahu tentang dia? Sudahlah lupakan, yang penting ia harus datang ke kelas sebelum guru pengajar telah datang.
Kilana harus banyak-banyak bernapas lega karena guru pengajar belum masuk ke kelasnya sehingga ia tidak harus repot-repot menjalankan hukuman yang sangat absurd.
"Kok baru dateng?" tanya Irada yang kini menatap Kilana dengan peluh yang penuh.
"Haaaaahhh, buku IPS gue hilang jadi cari dulu, untung aja ketemu." Kemudian keluarlah buku tulis IPS dari tas Kilana.
"Lo tahu nggak Na..."
"Nggak," jawabnya ketus. Hari ini moodnya lumayan anjlok karena terlambat juga ditambah pr IPSnya belum selesai sampai tuntas. Karena kemarin ia berniat mengerjakan prnya tapi tiba-tiba mati listrik, dan saat itulah buku Kilana hilang. Mungkin dedemit yang menyembunyikan.
"Ihhh belum selesai juga. Yaudah gue bolehin nyontek tapi denger gue cerita, gimana?"
"Jangan nawar-nawar, itu kewajiban. Yaudah mana!" Irada cemberut karena tawarannya tak mempan oleh cewek super judes di sampingnya. Terpaksa ia harus mengeluarkan buku IPSnya yang kemarin baru saja ia kerjakan dan diserahkan kepada Kilana.
Kilana menyambar buku Irada dengan gesit hingga Irada melotot tak terima karena takut bukunya rusak. Tanpa peduli lagi dengan buku Irada yang rusak atau tidak, yang penting prnya harus selesai sebelum Bu Liva datang. Ia membuka buku Irada cepat dan membukanya tanpa dibaca. Hanya dibolak-balik ke halaman selanjutnya lalu kembali ke halaman sebelumya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget The Secret
Teen FictionRahasia, kebahagiaan, dan luka. _________________ Tiap orang punya kisah sendiri dalam hidupnya. Begitu pun kita. Kita bertemu tanpa sebab tapi berakibat. Bagi aku maupun kamu. Aku dan kamu punya luka, untuk mengenyahkannya aku memilih merahasiakann...