part 6.

85 12 4
                                    

Tegur aku jika aku salah, jangan diam lalu pergi begitu saja.
***

Flashback on.

"Kak nanti temenin Ara beli rubik ya? biar Ara ga pinjem punya kakak terus! anterin ya?"

Cowok yang diajak bicara hanya melirik sekilas, ia lebih memilih memecahkan warna menjadi satu ketimbang menyahuti pertanyaan gadis kecil yang mengenakan seragam merah putih yang sama dengannya. Ya, mereka baru saja pulang sekolah dan ingin menuju toko mainan. Sesuai permintaan Ara kecil yang memaksa.

Merasa diabaikan gadis itu merenggut sebal.

"Ih...kok kakak cuma diem aja sih, tadi Ara ngo--"

Ciitttt, Braakkkk.

Ara tak meneruskan ucapannya dan lebih tertarik melihat apa yang baru saja terjadi tepat di depan matanya.

Seketika matanya terasa memanas dan ingin rasanya mengalihkan perhatiannya dari kejadian itu, namun kepala Ara terasa kaku untuk digerakkan kala melihat cairan kental berwarna merah mencucur deras dari kepala seseorang yang terbaring di aspal.

Darah?

Ara ingin pergi dari tempat itu namun tak urung sebelum sebuah tangan menutupi penglihatannya dari kejadian tragis yang sekarang sedang di kerubungi banyak orang.

"Jangan diliat" serunya lembut yang mulai menggiring Ara melangkah kan kakinya pergi, sebelum sebuah suara yang memekakan telinga datang.

Wiu wiu wiu wiu wiu--

Ara rasanya seperti di neraka kala mendengar suara bising itu, dan air mata tak mampu lagi ditahan menerobos keluar dari muaranya.

"Hiks,hiks ara takut kak!" Suara Ara bergetar pertanda bahwa gadis itu sudah menangis. Tangan yang tadi menutupi mata kini berganti menutupi telinga dengan menekannya keras agar suara bising tak lagi terdengar.

"Tutup mata dan telinga kamu dengan rapat! Dan berpura pura aja kamu ga tau dan ga pernah liat kejadian barusan. Oke?"

Ara mengangguk dan melakukan semua perintahnya, ia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan tempat itu. Ia tak menolak, bahkan ia sudah melupakan tujuan awalnya yang ingin pergi ke toko mainan, entahlah ia terlalu takut dan tak ingin mengungkitnya lagi. Dan mulai saat itu juga Ara menjadi ketakutan kala mendengar suara ambulanc.

Flashback off.

Ara memejamkan matanya erat kala memori itu datang lagi. Memori tentang awal sebuah ketakutannya bermula.

Tok tok.

"Woy lo lama banget sih gue kebelet nih!" Teriakan seorang dari luar pintu toilet dapat dengan mudah ditangkap Ara, ia sadar bahwa ia sudah lebih sepuluh menit menghabiskan waktu istirahatnya di kamar mandi, apalagi kalo bukan menyendiri.

Cklek.

"Maaf lama" ujarnya pelan sambil menundukkn kepalanya.

"Dari tadi kek, minggir gue mau masuk"

Ara menggeser tubuhny sedikit kekanan, dan kemudian berlalu keluar dari kamar mandi, entah kemana tujuan selanjutnya, ia tak tau.

Rasanya ara sedang ingin marah-marah pada seseorang entah pada sia--

Brak.

Ara meringis sakit karna bahunya ditabrak oleh seorang gadis yang saat ini mendudukan kepalanya.

"Maaf kak tadi ga--"

"Mata lo tuh taro mana sih? Jalan aja masih nabrak-nabrak. Ga bisa jalan?" Bentak Ara pada gadis yang tadi menabraknya.

"Maaf kak tadi beneran ga sengaja" cicit gadis yang dibentak ara.

Ara masih ingin melampias
kan kekesalannya yang entah karna apa pada gadis ini, namun semua umpatan yang ingin dikeluarkannya seakan lenyap ditelan bumi karna tanpa tak sengaja matanya bersitubruk dengan mata tajam milik seorang cowok yang sangat dikenalinya.

Ara masih tak bergeming ditempatnya walaupun gadis yang tadi dibentak sudah lari terbirit birit berganti dengan langkah santai cowok bermata tajam yang semakin mendekatinya.

Ara sempat menahan napasnya kala mata tajam itu menatapnya seolah olah ingin membunuhnya. Mata tajam itu semakin dekat dan yang terjadi selanjutnya adalah cowok bermata tajam itu hanya berlalu melewatinya saja.

Ara melongo ditempatnya dan merasa tak tahan ia memanggil nama cowok itu yang membuat cowok bermata tajam itu berhenti ditempat.

"Kak Diaz" Ara langsung berbalik badan dan mendapati Diaz masih setia berdiri walaupun tak menghadapnya.

"Kenapa kakak ga tegur aku kalo aku salah, KENAPA KAKAK GA TEGUR AKU KALO AKU BERBUAT SALAH KAK!"

"Tegur aku kalo aku salah, jangan diam lalu pergi begitu saja. Seperti yang kakak lakuin dulu" ujar Ara lirih dan tanpa sengaja air mata keluar tanpa komandonya.

Diaz, cowok yang dibentak ara hanya diam dan sedetik kemudian ia berlalu setelah sebuah kata keluar dari bibirnya.

"Ga bisa"

Dan saat itu juga Ara merasa langit sedang runtuh menimpanya dengan beban yang tak terkira.

————————————————

Kyaaa. Akhirnya selesai juga.
Jangan lupa kasih vote and komennya ya, dan maaf juga kalo terlalu panjang dan bosenin.

Next??

MaybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang