Part 18.

25 7 0
                                    

"Kak kay kan"

Suara Giska membuat Ara,Kay, dan Nadya sontak menoleh ke arah gadis berhijab itu, sesaat setelah menoleh Ara melirik Kay sejenak yang dapat jelas dilihat Ara bahwa Kay seperti menegang ditempat sejenak sebelum ia pandai merubah cepat ekspresinya,ia tak tau jika Ara sudah terlanjur melihat ekspresi itu.

"Iya,emangny—"

"Ini aku kak,Giska"

Giska menyela perkataan Kay, bahkan senyumannya tak pernah luntur dari wajah cantiknya,Ara yang tak paham suasana pun memilih menarik Kay untuk duduk disebelahnya,tepat didepan Giska,

"Oh" ujar Kay singkat,hal itu tak membuat senyum Giska lumtur.

"Nggak nyangka banget bakal ketemu sama kamu disini kak" kekehan Giska membuat keerutan di dahi Ara terlihat.

"Kok lo kenal sama kak Kay?" Tanya Nadya.

Giska menatap Kay sejenak" dulu Kak kay itu tetangga aku,sebelum pindah kesini sama keluarganya,dan aku nggak nyangka banget bakal ketemu lagi sama kak Kay disini"

"Entah kebetulan atau apa aku nggak tau,dan aku bersyukur banget aku dapat dipertemukan lagi sama kak Kay setelah lima tahun aku nggak pernah ketemu sama dia lagi" Giska tampak bersemangat menceritakannya,ia tak tau bahwa ada hati seseorang yang sedikit tersentil mendengar ceritanya,

Ara tak tau perasaan apa yang menjalar dihatinya yang jelas,ia tak ingin menduga duga perasaan apa ini,Ia memilih beranjak meninggal kan meja,membuat semuanya menatap Ara heran.

"Mau kemana?" Kay yang lebih dulu sadar memilih memegang tangan Ara,gadis itu tampak memikirkan sesuatu.

"Mau...ke toilet bentar" Kay langsung melepaskan genggamannya seraya mengangguk membiarkan Ara pergi,ia memilih mendengarkan celotehan Giska yang membuatnya dapat bernostalgia sejenak tentang masa lalunya.

***

"Huh,kenapa sih sama jantung gue?" Ara sejak memasuki toilet terus saja menggerutu,ia bahkan sudah menekan-nekan bagian dadanya,bahkan ia berpikir ia sedang terjangkit penyakit sehingga membuatnya spot jantung,konyol memang tapi itu lah pemikirannya,bahkan ia berniat selepas pulang sekolah ia berniat mengajak kak Revan untuk mengantarkannya ke klinik.

Sudah delapan menit sejak Ara memasuki toilet,ia melangkahkan kakinya keluar dan berjalan ingin menuju kelasnya namun langkahnya terhenti kala pendengarannya menangkap suara celotehan.

"Eh,kemaren gue lihat Diaz berantem sama kak Gilang lho" sahut seorang gadis yang membuat Ara sejenak menghentikan langkahnya dan berpura pura melihat lihat mading agar ia tak ketauhan menguping.

"Masak sih?yahh kasian dong kak Diaz nya,pasti dia lagi babak belur,emangnya kok bisa sih kak Diaz yang dinginnya minta ampun kek gitu bisa berantem sama kak Gilang?"

Gadis satunya hanya mengangkat bahunya"nggak tau,yaudahlah jadi nggak ke toiletnya"

"Ya jadilah,ayo"

Dua gadis itu berjalan melewati Ara, merasa sudah tak ada percakapan,gadis itu pun membalikkan badannya,entah kenapa seketika ia teringat oleh Diaz,kemana saja Diaz? Bahkan beberapa hari ini ia tak melihat wujud Diaz barang sedetik pun,bahkan ia merutuki dirinya sendiri yang dengan begitu gamblangnya melupakan Diaz.

Entah dorongan dari mana,kaki nya tergelak melangkah,sedangkan matanya bergerak liar mencari keberadaan cowok itu,ia ingin memastikan berita itu tak benar,dan ingin mastikan bahwa Diaz baik baik saja, tak apa kan dia khawatir?

Matanya terus berkeliaran mencari namun sama sekali ia tak menemukannya,tak ayal ia pun menanyai beberapa orang yang berpapasan dengannya,namun jawabannya tak jauh dari kata'nggak tau'

MaybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang