Balon

75 12 1
                                    

Pukul 05.00 dini hari, Affan dan Afwan akan berangkat ke Bandung. Tak punya waktu lama lagi, keluarga Affan berpamitan pada keluarga Dinda, kecuali pada Dinda karena Dinda belum bangun dan mereka tak ingin membangunkan Dinda.
"Sampai jumpa lagi Bun, titip rumah dan Dinda yah," ucap Ibu sedih.
"Iya nanti pasti ku jaga," jawab Bunda.
"Sering-sering pulang ke Jakarta lah," ujar Ayah.
"Iya, jangan sampai udah sukses lalu lupa balik," tambah Bunda.
"Pastilah, bakal kangen pasti," jawab Papa.
"Eh itu Afwan kenapa bawa balon?," tanya Ayah.
"Ini om mau pamit ke Dinda lewat surat, soalnya gak kuat kalo ngomong langsung," kata Affan.
"Kasiahan," kata Ayah.
"Ya sudah langsung ke kamar dinda aja," seru Bunda.
Mereka pun melangkah ke kamar dinda, memasukinya dengan penuh hati-hati agar tak menimbulkan suara yang dapat membangunkan dinda.
"Gimana fan? Gue lepas??," tanya afwan.
"Iya lepas, ini udah tepat di atas kasur dinda," jawab affan.
Afwan pun melepaskan balonnya, sehingga balon itu berakhir di langit-langit kamar dinda.
"Fan, pengen elus dinda untuk yang terakhir kalinya,"pinta Afwan.
Affan pun menuntun tangan afwan mengelus kepala dinda sebelum pergi.
Affan pun begitu.

Setelah itu ia keluar dari kamar dinda dan segera menuju bandara.

Dinda pov
Cahaya matahari memaksa memasuki kamar Dinda. Silau. Dinda pun terbangun. Dan ia kaget melihat apa yang ada di kamarnya.

 Dan ia kaget melihat apa yang ada di kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia kaget dan kagum.
"Ini cantik," katanya sambil tersenyum.

Ia melihat satu persatu foto yang terikat di ujung  balon. Semuanya foto tentang mereka bertiga, yah tentang Dinda, Affan dan Afwan.
Namun ia melihat surat di salah satu ujung balon. Ia pun membukanya.

Untuk Dinda.
Maaf  aku gak pamit langsung, aku gak bisa, aku gak bisa kalau kamu sedih karna harus berpisah dengan kami, aku gak bisa denger suara tangismu, maka dari itu, aku mengikuti ide affan untuk menulis surat ini tanda pamitku. Kami pindah ke bandung karena papa di utus ke sana, yah mau tak mau kami harus ikut, tenang Din kami gak bakal lama, kami bakal pulang, kita bakal sama sama lagi, main bareng, dan menghabiskan waktu bersama. Sedih rasanya harus berpisah denganmu Din, jaga diri baik baik yah, tunggu saja , kita pasti kembali.
-Afwan (ditulis Affan)

Jangan nangis loh cengeng! Nangis kan lo skarang baca ini? Yakan?! Ih dasar cengeng! Senyum!! Itu gue udah gantiin balon lo yang sempat terbang di taman waktu itu, banyak kan?! Makanya jangan nangis lagi. Oh iya meski gue sering jailin lo tapi gue mau bilang, jaga diri lo baik baik, jangan ngomel terus setiap hari, jangan cengeng! Kalo ada yang gangguin nanti gue yang bales 😉 inget yah! Jangan pernah nangis di hadapan lawan lo, karna itu pertanda ia menang dari lo! Jangan lemah! Oh iya gue lupa tulis di atas pas kata-katanya si afwan, katanya kalo lo kangen lo bisa kirim surat, nanti bakal di bales ko dengan jasa tangan gue, gak mau nanya kenapa harus surat, padahal kan ini jaman modern? , soalnya surat lebih romantis untuk menyampaikan rasa. Udah yah, sampai ketemu nanti Din
- Affan.

Yah benar kata Affan, Dinda memang menangis saat membaca surat itu, balon balon itu sudah tak terlihat indah, menyakitkan baginya mengetahui ia harus berpisah dengan sahabatnya.

"Kenapa harus gini sih? Gue gak bisa," ucap Dinda terseduh-seduh.
"Affan jahat! Afwan jahat!, nanti siapa yang bakal jaga Dinda, siapa temen main Dinda, siapa??," ia terus menangis.
Dan hari itu Dinda tak masuk sekolah.

Seharian ia hanya mengunci diri di kamar, sekali-kali ia mengintip ke jendela rumah sebelah, yah tak salah lagi, itu juga jendela kamar Affan Afwan.
.
.
.
Biasain ninggalin jejak kalo udah baca 😥 biar author juga semangat ngelanjutinnya. Kalo ada yang salah atau kurang, komen aja biar author tau, soalnya baru pertama buat cerita 😬

Afwan/Affan ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang