Telepon Kaleng

79 6 0
                                    

"Datengnya harus sama gue!," kata Sasa tegas.
"Dih, emang lo siapa bisa atur-atur Afwan?," protes Dinda.
"Diem lu!," seru Lina.
"Gak!," jawab Affan singkat lalu berdiri dari posisinya.
"Kenapa?," tanya Sasa.
"Gue udah punya pasangan," jawab Affan lalu menarik tangan Dinda pergi.

"Sial! Baru kali ini gue ditolak!," kesal Sasa.
"Blagu juga tuh anak," kata Lina.
"Untung cakep".
"Sialan, malu-maluin lo".
"Merasa tertantang gue".
"Ah pulang yuk," pinta Lina.
"Capcus".

Sepulang sekolah, Affan ke rumah Dinda untuk mengerjakan tugas bersama-sama.

"Eh Affan," seru Bunda.
"Husttt, nanti ketahuan Bun," sambil meletakkan telunjuk di bibirnya.
"Gak papa, Dinda di kamarnya kok, naik aja," pinta Bunda.
"Affan naik yah Bun".
"Iya".

Affan mengetuk pintu kamar Dinda.
"Yahh?," seru Dinda dari dalam kamar.
"Gue Afwan".
"Oh, masuk Wan".
Affan masuk dengan pelan-pelan, baru kali ini dia masuk di kamar cewe.
"Kerja tugasnya di sini aja Wan, tunggu bentar gue ambil cemilan dulu".
"Oke".
Dinda meninggalkan Affan sendirian.

Affan memperhatikan sekeliling kamar Dinda.
Foto yang sempat ia gantung di ujung balon sebelum ia pindah ke Bandung ternyata di pajang Dinda di kamarnya.
Banyak kenangan di dalam kamar itu, selain foto juga ada mainan yang sering mereka mainkan waktu kecil.

Affan juga melihat salah satu foto Afwan dan Dinda yang sedang bermain telepon kaleng.
Membuat Affan rindu.
'Gimana Wan udah baikan di sana? Gue di sini lagi gantiin posisi lo, gue gak tau yang gue lakuin sekarang bener atau gak tapi gue cuma mau menebus kesalahan gue dengan menepati janji lo pada Dinda, maafin gue Wan,' kata Affan dalam hati.

Mendengar langkah kaki yang semakin mendekat ke kamar, Affan kembali ke posisinya semula.

"Lama yah?," seru Dinda sambil membawa minuman dan cemilan.
"Gak kok".
"Yuk kerja tugasnya".

Sejam berlalu akhirnya tugas mereka selesai.
Affan punya ide.
"Din, inget gak telepon kaleng," tanya Affan.
"Iya".
"Mau buat gak? Kita buat dari ujung kamarmu ke kamarku," tawar Affan.
"Ide bagus Wan, yukk buat".
"Punya bahan gak?".
"Telepon kaleng waktu kita kecil masih ada loh, kita pake itu aja, cuma kita ganti benangnya jadi lebih panjang, gimana?," saran Dinda.
"Boleh juga".
Dinda pun memodifikasi telepon kaleng itu.
Ia mengerjakan ujung telepon kaleng itu di kamarnya, lalu melempar sambungannya ke kamar Affan.

"Wan sekarang kita kerja telepon di bagian kamar kamu, tunggu di sini aja biar aku yang ke seberang, oke," seru Dinda.
"Semangat amat sih," heran Affan.
"Hahaha," lalu berlalu.

Di seberang sana Dinda sedang memodifikasi telepon kaleng untuk Affan.
"Afwan!," teriak Dinda.
"Apa".
"Coba ngomong pake telepon kalengnya".

"Din... tess".
"Affan, udah bisa di pake ini, gue denger jelas kok, suara gue gimana?,".
"Jelas jelass, ".
"Yess berhasil," riang Dinda di seberang sana.
"Btw kita ketuker".
"Oh iya yahh gue di kamar lo," seru Dinda.
"Gue mau balik ah, pengen mandi dulu".
"Gue nemu senter nih di laci lo, kalo mau ngomong pake telepon kaleng ini tandanya senterin kamar gue aja, oke".
"Dan kalo lo?".
"Gue juga pake senter aja, emang sih lo gak bisa lihat, tapi gue harap lo bisa peka kayak waktu kecil kita pake kode senter-senteran".
"Okelah".
Keduanya mengakhiri telepon kaleng, mereka berganti posisi dan kembali ke kamar masing-masing.

Sebelum mereka tidur, Affan iseng memberi kode pada Dinda dengan senter.
Dinda yang menyadari kode dari Affan langsung membalas kodenya dan mulai berbicara.
"Kenapa Wan?," tanya Dinda.
"Gak papa, iseng doang".
"Kirain...".
"Besok kita pergi bareng kan?".
"Kemana? Sekolah? Ya iyalah".
"Bukan?".
"Terus apa Wan?".
"Ultah Fadel".
"Ohh ultah Fadel, iya iyaa".
"Oke, gue tidur yah".
"Oke bye," Dinda mengakhiri.

Keesokan harinya.

Sekolah sudah berakhir, semua murid pun pulang.

"Gue mau buat pelajaran ke Dinda," seru Sasa kesal.
"Siapa lagi tuh," tanya Lina.
"Itu dekel yang deket gebetan gue".
"Oh dia, keren juga namanya".
"Gue bakal buat perangkap buat dia, lo punya kontaknya gak?".
"Gak lah," jawab Lina singkat.
"Minta ke siapa kek!".
"Tunggu bentar".

Bibb
"Hai Din, gue pengen nanya sesuatu sama lo, bisa ketemu bentar? Gue tunggu di toilet sekolah"

"Wan tunggu gue di kelas dulu yah, gue ada urusan, bentar doang".
"Cepet yah".
"Iya".

Dinda pun menuju toilet, Lina bertugas menjaga toilet sedangkan Sasa mencari mang Masdur yang biasanya jam segini lagi mengepel lantai kelas yang sudah kosong.

Sesampainya Dinda di toilet, Dinda tak melihat seorang pun di dalam, karena merasa ingin buang air kecil, Dinda pun masuk ke salah satu kamar toilet.

Buru-buru Lina masuk ke dalam toilet, sebelum ia masuk, ia menempel kertas di pintu toilet.

Lina yang sejak tadi memegang sapu, menjanggal kamar toilet Dinda, pas saat itu pun Sasa datang.
Dan mengunci kamar toilet Dinda yang kuncinya sudah di ambil dari mang Masdur tadi.

Setelah buang air kecil, Dinda tersadar kamar toilet yang ia tempati terkunci.

"Hey! Siapa yang berani ngunci gue!! Buka gak!!! Gak lucu goblok!!!," teriak Dinda.

"Bawel lo!," seru Sasa dengan suara yang disamarkan.
Disusul dengan buangan air bekas pel dari atas toilet.
"Rasain tuh," seru Lina dengan suara yang disamarkan.
Mereka pun meninggalkan Dinda di toilet dan memastikan kertas bertuliskan
"Toilet rusak!" di depan pintu toilet tertempel baik.

"Gitu deh kalo berani lawan kita, iya nggk?," seru Sasa.
"Yoi," balas Lina.
"Capcus yuk ke salon, bentar malam kan kita harus ke ultah Fadel," seru Sasa.
"Yuk".

Afwan/Affan ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang